UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1967 TENTANG POKOK-POKOK PERKOPRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KAMI, PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa Undang-undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian mengandung pikiran- pikiran yang nyata-nyata hendak: a. menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung daripada politik, sehingga mengabaikan Koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat; b. menyelewengkan landasan-landasan azas-azas dan sendi- sendi dasar Koperasi dari kemurniannya; 2. a. bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang- undang baru yang sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana dituangkan dalam Ketetapan- ketetapan M.P.R.S. Sidang ke-IV dan Sidang istimewa untuk memungkinkan bagi Koperasi mendapatkan kedudukan hukum dan tempat yang semestinya sebagai wadah organisasi perjuangan ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional; b. bahwa Koperasi bersama-sama dengan sektor ekonomi Negara dan Swasta bergerak di segala sektor kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa dalam rangka memampukan dirinya bagi usaha-usaha mewujudkan masyarakat Sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila yang adil dan makmur diridhoi Tuhan Yang Maha Esa; 3. bahwa berhubung dengan itu, maka Undang-undang No. 14 tahun 1965 perlu dicabut dan perlu disusun suatu Undang-undang baru yang mencerminkan jiwa, serta cita-cita yang terkandung dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) berikut penjelasannya. Mengingat: 1. Pasal 5 ayat 1 yo. pasal 20 dan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945; 2. Ketetapan M.P.R.S. No. XIX/MPRS/1966; 3. Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966; 4. Ketetapan M.P.R.S. No. XXXIII/MPRS/1967. Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG-ROYONG, MEMUTUSKAN: Mencabut: Undang-undang No.14 tahun 1965 tentang Perkoperasian Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG POKOK-POKOK PERKOPERASIAN BAB I KETENTUAN-KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud di dalam Undang-undang ini dengan: Koperasi: adalah organisasi ekonomi rakyat, termaksud dalam Bab III pasal 3 yang didirikan menurut ketentuan di dalam Bab XII pasal 44 Undang-undang ini. Perkoperasian: adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi yang meliputi bidang-bidang idiil, organisasi dan usaha. Menteri: adalah Menteri yang diserahi urusan Perkoperasian. Pejabat: adalah Pejabat yang diangkat oleh dan mendapat kuasa khusus dari Pemerintah atau Menteri untuk beberapa soal Perkoperasian. BAB II LANDASAN-LANDASAN KOPERASI Pasal 2 (1) Landasan idiil Koperasi Indonesia adalah Pancasila. (2) Landasan strukturil Koperasi Indonesia adalah Undang-undang Dasar 1945 dan landasan geraknya adalah pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya. (3) Landasan mental Koperasi Indonesia adalah setia kawan dan kesadaran berpribadi. BAB III PENGERTIAN DAN FUNGSI KOPERASI BAGIAN 1 Pengertian Koperasi Pasal 3 Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum Koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. BAGIAN 2 Fungsi Koperasi Pasal 4 Fungsi Koperasi Indonesia adalah: (1) alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat, (2) alat pendemokrasian ekonomi nasional, (3) sebagai salah satu urat nadi perekonomian Indonesia, (4) alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat. BAB IV AZAS DAN SENDI DASAR KOPERASI BAGIAN 3 Azas Koperasi Pasal 5 Azas Koperasi Indonesia adalah kekeluargaan dan kegotongroyongan. BAGIAN 4 Sendi-sendi dasar Koperasi Pasal 6 Sendi-sendi dasar Koperasi Indonesia adalah: (1) sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara Indonesia, (2) rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi, sebagai pencerminan demokrasi dalam Koperasi, (3) pembagian sisa hasil usaha diatur menurut jasa masing-masing anggota, (4) adanya pembatasan bunga atas modal, (5) mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya, (6) usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka, (7) Swadaya, swakerta dan swasembada sebagai pencerminan dari pada prinsip dasar: percaya pada diri sendiri. BAB V PERANAN DAN TUGAS Pasal 7 Koperasi Indonesia, dalam rangka pembangunan ekonomi dan perkembangan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, berperanan serta bertugas untuk: (1) mempersatukan, mengerahkan, membina dan mengembangkan potensi, daya kreasi, daya usaha rakyat untuk meningkatkan produksi dan mewujudkan tercapainya pendapatan yang adil dan kemakmuran yang merata, (2) mempertinggi taraf hidup dan tingkat kecerdasan rakyat, (3) membina kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi. Pasal 8 Di dalam melakukan peranan dan tugas dimaksud di atas, Koperasi Indonesia dapat bekerja sama dengan sektor-sektor Perusahaan-perusahaan Negara dan Swasta. Kerjasama tersebut diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengorbankan azas dan sendi-sendi dasar Koperasi Indonesia sendiri. Pengaturan selanjutnya dilakukan dengan peraturan Pemerintah. BAB VI KEANGGOTAAN, KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA Pasal 9 (1) Keanggotaan Koperasi terdiri dari orang-orang atau badan-badan hukum Koperasi- koperasi. (2) Keanggotaan Koperasi dibuktikan dengan pencatatan dalam Buku Daftar Anggota yang diselenggarakan oleh Pengurus menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Pejabat. Pasal 10 Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang: (1) mampu untuk melakukan tindakan hukum, (2) menerima landasan idiil, azas dan sendi dasar koperasi, (3) sanggup dan bersedia melakukan kewajiban-kewajiban dan hak sebagai anggota, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang ini, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan Koperasi lainnya. Pasal 11 (1) Keanggotaan Koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan dalam usaha Koperasi. (2) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah syarat-syarat di dalam Anggaran Dasar dipenuhi. (3) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan dengan dalih atau jalan apapun. Pasal 12 Setiap anggota Koperasi mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang sama: (1) Dalam mengamalkan: a. Landasan-landasan, azas dan sendi dasar koperasi; b. Undang-undang, peraturan pelaksanaannya, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi; c. Keputusan-keputusan Rapat Anggota. (2) untuk hadir dan secara aktif mengambil bagian dalam Rapat-rapat Anggota. Pasal 13 Setiap anggota Koperasi mempunyai hak yang sama untuk: (1) menghadiri, menyatakan pendapat dan memberikan suara dalam rapat anggota, (2) memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus/Badan Pemeriksa, (3) meminta diadakannya rapat Anggota menurut ketentuan- ketentuan dalam Anggaran Dasar, (4) mengemukakan pendapat atau saran-saran kepada Pengurus di luar rapat, baik diminta atau tidak diminta, (5) mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota, (6) melakukan pengawasan atas jalannya organisasi dan usaha- usaha Koperasi menurut ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar. BAB VII ORGANISASI DAN JENIS KOPERASI BAGIAN 5 Organisasi Koperasi Pasal 14 (1) Sekurang-kurangnya 20 (Dua puluh) orang yang telah memenuhi syarat-syarat termaksud di dalam pasal 10 dapat membentuk sebuah Koperasi. (2) Di dalam hal di mana syarat yang dimaksud di dalam ayat (1) pasal ini tidak dapat dipenuhi, Menteri dapat menentukan lain. Pasal 15 (1) Sesuai dengan kebutuhan dan untuk maksud-maksud effisiensi, Koperasi-koperasi dapat memusatkan diri dalam Koperasi tingkat lebih atas. (2) Koperasi tingkat terbawah sampai dengan tingkat teratas dalam hubungan pemusatan sebagai tersebut dalam ayat (1) pasal ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah- pisahkan. (3) Koperasi tingkat lebih atas berkewajiban dan berwenang menjalankan bimbingan dan pemeriksaan terhadap Koperasi tingkat bawah. (4) Hubungan antar tingkat Koperasi sejenis diatur dalam Anggaran Dasar masing-masing Koperasi sejenis. (5) Menteri mengatur lebih lanjut pelaksanaan dari ayat (1) pasal ini. Pasal 16 (1) Daerah kerja Koperasi Indonesia pada dasarnya didasarkan pada kesatuan wilayah administrasi Pemerintahan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi. (2) Di dalam hal di mana ketentuan ayat (1) pasal ini tidak dapat dipenuhi, Menteri menentukan lain. BAGIAN 6 Jenis Koperasi Pasal 17 (1) Penjenisan Koperasi didasarkan pada kebutuhan dari dan untuk effisiensi suatu golongan dalam masyarakat yang homogeen karena kesamaan aktivitas/kepentingan ekonominya guna mencapai tujuan bersama anggota-anggotanya. (2) Untuk maksud effisiensi dan ketertiban, guna kepentingan dan perkembangan Koperasi Indonesia, di tiap daerah kerja hanya terdapat satu Koperasi yang sejenis dan setingkat. (3) Dalam hal ketentuan ayat (2) pasal ini tidak dapat dilaksanakan, Menteri dapat menentukan lain. Pasal 18 (1) Koperasi-koperasi dari berbagai jenis dapat mendirikan organisasi Koperasi jenis lain untuk tujuan ekonomi. (2) Untuk memperjuangkan tercapainya cita-cita, tujuan dan kepentingan bersama Koperasi Indonesia, didirikan satu Badan oleh gerakan Koperasi, yang bentuk organisasinya tunggal. (3) Menteri memberikan pengesahan sebagai Badan Hukum bagi Badan yang dimaksud dalam ayat (2) di atas. (4) Badan tersebut pada ayat (3) tidak melakukan kegiatan ekonomi secara langsung. BAB VIII ALAT PERLENGKAPAN ORGANISASI KOPERASI Pasal 19 (1) Alat perlengkapan organisasi Koperasi terdiri dari: 1. Rapat Anggota, 2. Pengurus, 3. Badan Pemeriksa. (2) Bagi kepentingan Koperasi dapat diadakan Dewan Penasehat. BAGIAN 7 Rapat Anggota Pasal 20 (1) Rapat Anggota merupakan kekuasaan tertinggi dalam tata kehidupan Koperasi. (2) Keputusan Rapat Anggota sejauh mungkin diambil berdasarkan hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan. Dalam hal tidak tercapai kata mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. (3) Dalam hal diadakan pemungutan suara Rapat Anggota, maka tiap-tiap anggota mempunyai hak suara sama/satu. (4) Bagi Koperasi yang anggotanya Badan-badan Hukum Koperasi dan Koperasi-koperasi menurut tingkat atasnya, ketentuan dalam ayat (3) pasal ini dilakukan menurut suara berimbang yang pengaturannya lebih lanjut ditetapkan di dalam Anggaran Dasar. (5) Untuk menghadiri Rapat Anggota seseorang anggota tidak dapat mewakilkan kepada orang lain. Pasal 21 Rapat Anggota Koperasi Indonesia menetapkan: (1) Anggaran Dasar, (2) Kebijaksanaan umum serta pelaksanaan keputusan-keputusan Koperasi yang lebih atas, (3) Pemilihan/pengangkatan/pemberhentian Pengurus dan Badan Pemeriksa/Penasehat, (4) Rencana kerja, Anggaran Belanja, pengesahan Neraca dan kebijaksanaan Pengurus dalam bidang organisasi dan perusahaan, BAGIAN 8 Pengurus Koperasi Pasal 22 (1) Pengurus Koperasi dipilih dari dan oleh anggota dalam suatu Rapat Anggota, sedang bagi Koperasi yang beranggotakan Badan-badan Hukum Koperasi, Pengurusnya dipilih dari anggota-anggota Koperasi. (2) Syarat-syarat untuk dapat dipilih atau diangkat sebagai anggota Pengurus ialah: a. mempunyai sifat kejujuran dan keterampilan kerja; b. syarat-syarat lain yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. (3) Di dalam hal Rapat Anggota tidak berhasil memilih seluruh anggota Pengurus dari kalangan anggota menurut ketentuan ayat (1), maka Rapat Anggota dapat memilih untuk diangkat orang bukan anggota dengan memperhatikan syarat-syarat di dalam ayat (2) dengan jumlah maksimum sepertiga dari jumlah Pengurus. (4) Masa jabatan Pengurus ditentukan dalam Anggaran Dasar dengan ketentuan tidak boleh lebih dari 5 (lima) tahun. (5) Sebelum mulai memangku jabatannya, anggota Pengurus mengangkat sumpah atau janji. Pasal 23 (1) Tugas kewajiban Pengurus Koperasi adalah memimpin organisasi dan usaha Koperasi serta mewakilinya di muka dan di luar Pengadilan sesuai dengan keputusan-keputusan Rapat Anggota. (2) Pengurus dapat mempekerjakan seorang atau beberapa orang untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. (3) Pengurus bertanggung jawab dan wajib melaporkan kepada Rapat Anggota: a. Segala sesuatu yang menyangkut tata kehidupan Koperasi; b. Segala laporan pemeriksaan atas tata kehidupan Koperasi; khusus mengenai laporan tertulis daripada Badan Pemeriksa, Pengurus menyampaikan pula salinannya kepada Pejabat. (4) Tiap-tiap anggota Pengurus harus memberi bantuan kepada Pejabat yang sedang melakukan tugasnya; untuk keperluan itu ia diwajibkan memberi keterangan yang diminta oleh Pejabat dan memperlihatkan segala pembukuan, perbendaharaan, serta persediaan dan alat-alat inventaris yang menjadi dan merupakan kekayaan Koperasi. (5) Pengurus wajib menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan menurut ketentuan- ketentuan yang tercantum di dalam Anggaran Dasar. (6) Pengurus wajib mengadakan buku daftar Anggota Pengurus yang cara penyusunannya dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Pejabat. (7) Pengurus harus menjaga kerukunan anggota dan melayaninya sesuai dengan pasal 13 ayat (4) dan ayat (6). Pasal 24 Pengurus berwenang melakukan tindakan-tindakan dan upaya-upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan Keputusan-keputusan Rapat Anggota. Pasal 25 (1) Pengurus baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri menanggung kerugian yang diderita oleh Koperasi karena kelawan atau kesengajaan yang dilakukan oleh anggota- anggota Pengurus. (2) Jika kelalaian itu mengenai sesuatu yang termasuk pekerjaan beberapa orang anggota Pengurus, maka mereka bersama menanggung kerugian itu. (3) Seseorang anggota Pengurus bebas dari tanggungannya, jika ia dapat membuktikan bahwa kerugian tadi bukan oleh karena kelalaiannya, serta ia telah berusaha dengan segera dan secukupnya untuk mencegah akibat dari kelalaian tadi. (4) Terhadap penggantian kerugian oleh anggota/anggota-anggota Pengurus yang dilakukan karena kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan tuntutan. (5) Mengenai berlakunya ketetapan di dalam ayat (1) pasal ini, masing-masing anggota Pengurus dianggap telah mengetahui segala sesuatu yang semestinya patut diketahuinya. Pasal 26 Jika seseorang anggota Pengurus yang dituntut untuk memenuhi tanggungannya dapat membuktikan bahwa kerugian yang diderita oleh Koperasi. hanya untuk sebagian kecil disebabkan kelalaiannya, maka dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut Hakim Pengadilan Negeri dengan menyimpang dari ketentuan pasal 25 ayat (2), dapat menentukan lain. BAGIAN 9 Badan Pemeriksa Pasal 27 (1) Anggota Badan Pemeriksa dipilih dari dan oleh anggota di dalam suatu Rapat Anggota. (2) Jabatan sebagai anggota Badan Pemeriksa tidak dapat dirangkap dengan jabatan Pengurus. (3) Ketentuan-ketentuan mengenai Pengurus termaksud dalam pasal 22 kecuali yang tersebut dalam ayat (3) berlaku pula bagi Badan Pemeriksa. Pasal 28 Badan Pemeriksa bertugas untuk: (1) melakukan pemeriksaan terhadap tata kehidupan Koperasi, termasuk organisasi, usaha- usaha dan pelaksanaan kebijaksanaan Pengurus, (2) membuat laporan tertulis tentang hasil pemeriksaan. Pasal 29 Badan Pemeriksa berwenang sewaktu-waktu untuk: (1) meneliti segala catatan tentang, serta seluruh harta kekayaan Koperasi dan kebenaran pembukuan, (2) mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan dari siapapun. Pasal 30 (1) Badan Pemeriksa harus merahasiakan hasil-hasil pemeriksaannya terhadap pihak ketiga. (2) Badan Pemeriksa bertanggung jawab terhadap Rapat Anggota. BAB IX LAPANGAN USAHA, PERMODALAN DAN SISA HASIL USAHA BAGIAN 10 Lapangan usaha Pasal 31 Lapangan usaha Koperasi adalah di bidang produksi dan di bidang ekonomi lainnya berdasarkan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 dengan penjelasannya. BAGIAN 11 Permodalan Koperasi Pasal 32 (1) Modal Koperasi terdiri dan dipupuk dari simpanan-simpanan, pinjaman-pinjaman, penyisihan-penyisihan dari hasil usahanya termasuk cadangan serta sumber-sumber lain. (2) Simpanan anggota di dalam Koperasi terdiri atas: a. simpanan pokok; b. simpanan wajib; c. simpanan sukarela; (3) Simpanan sukarela dapat diterima oleh Koperasi dari bukan anggota. Pasal 33 (1) Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama anggota yang bersangkutan masih menjadi anggota Koperasi. (2) Simpanan wajib dapat diambil kembali dengan cara-cara yang diatur lebih lanjut di dalam Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga dan Keputusan-keputusan Rapat Anggota dengan mengutamakan kepentingan Koperasi. BAGIAN 12 Sisa hasil usaha Koperasi Pasal 34 (1) Sisa hasil usaha Koperasi adalah pendapatan Koperasi yang diperoleh di dalam satu tahun buku setelah dikurangi dengan penyusutan-penyusutan dan biaya-biaya dari tahun buku yang bersangkutan. (2) Sisa hasil usaha berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota dan juga bukan anggota. (3) Sisa hasil usaha yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota dibagi untuk: a. Cadangan Koperasi; b. Anggota sebanding dengan jasa yang diberikannya; c. Dana Pengurus; d. Dana pegawai/Karyawan; e. Dana Pendidikan Koperasi; f. Dana Sosial; g. Dana Pembangunan Daerah Kerja. (4) Sisa hasil usaha yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk bukan anggota dibagi untuk: a. Cadangan Koperasi; b. Dana Pengurus; c. Dana Pegawai/Karyawan; d. Dana Pendidikan Koperasi; e. Dana Sosial; f. Dana Pembangunan Daerah Kerja. (5) Cara dan besarnya pembagian tersebut di dalam ayat (3) dan ayat (4) pasal ini diatur di dalam Anggaran Dasar. (6) Cara penggunaan sisa hasil usaha tersebut di dalam ayat (3) dan ayat (4) kecuali Cadangan Koperasi diatur di dalam Anggaran Dasar dengan mengutamakan kepentingan Koperasi. Pasal 35 (1) Koperasi mengatur pemupukan dan penggunaan cadangan yang cara-caranya ditetapkan di dalam Anggaran Dasar. (2) Pada pembubaran Koperasi sisa kekayaan Koperasi setelah dipergunakan untuk menutup kerugian-kerugian Koperasi dan biaya-biaya penyelesaian, diberikan kepada perkumpulan Koperasi atau kepada Badan lain yang azas dan tujuannya sesuai dengan Koperasi. BAB X TANGGUNGAN ANGGOTA Pasal 36 (1) Tanggungan anggota adalah kewajiban untuk menanggung bersama atas kerugian yang diderita, baik yang timbul pada penutupan tahun buku maupun pada pembubaran Koperasi. (2) Tanggungan anggota dapat bersifat tanggungan terbatas atau tanggungan tidak terbatas; setiap Anggaran Dasar Koperasi memuat salah satu sifat tanggungan tersebut di atas. (3) Dalam hal tanggungan anggota ditetapkan terbatas, maka kerugian yang timbul hanya dapat dibebankan kepada kekayaan Koperasi dan jumlah tanggungan anggota seperti yang ditetapkan di dalam Anggaran Dasar. (4) Pada waktu pembubaran Koperasi, anggota yang telah keluar tidak bebas dari kewajiban menanggung kerugian termaksud di dalam ayat (2) pasal ini, sepanjang kerugian ini timbul sebagai akibat dari salah satu kejadian di mana yang bersangkutan masih menjadi anggota dengan ketentuan bahwa saat keluarnya anggota tersebut belum lewat jangka waktu 12 bulan. (5) Dalam hal terdapat anggota/anggota-anggota sebagai penanggung kerugian Koperasi termaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, ternyata tidak mampu untuk membayar penuh jumlah tanggungannya, maka anggota-anggota yang lain diwajibkan menanggung kewajiban mereka yang tidak mampu itu, masing-masing sama besarnya. BAB XI PERANAN PEMERINTAH Pasal 37 Pemerintah berkewajiban untuk memberikan bimbingan, pengawasan, perlindungan dan fasilitas terhadap Koperasi serta memampukannya untuk melaksanakan pasal 33 Undang- undang Dasar 1945 beserta penjelasannya. Pasal 38 (1) Guna melaksanakan kewajiban tersebut pada pasal 37, dengan tidak mengurangi hak dan kewajiban Koperasi untuk mengatur diri sendiri, Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah menetapkan kebijaksanaan, mengatur pembinaan, bimbingan, pemberian fasilitas, perlindungan dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan Koperasi. (2) Menteri menunjuk Pejabat dan menetapkan batas-batas wewenang Pejabat yang diserahi tugas di bidang pembinaan, bimbingan dan pengawasan. (3) Pejabat senantiasa dapat menghadiri dan turut berbicara dalam Rapat Pengurus dan Rapat Anggota. Dalam keadaan luar biasa, Pejabat berwenang mengadakan Rapat Anggota, menentukan acaranya dan melakukan pembicaraan. Pasal 39 Pemeriksaan terhadap Koperasi oleh Pejabat dapat dilakukan sendiri, atau oleh orang lain atau oleh Badan yang ditunjuknya. Pejabat dan atau Pemeriksa wajib merahasiakan segala hasil pemeriksaannya. Pasal 40 Kredit dari Pemerintah dan kewajiban pajak bagi Koperasi ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan tersendiri, dengan mengingat fungsi Koperasi dan ciri-ciri khusus yang dimilikinya. BAB XII KEDUDUKAN HUKUM KOPERASI BAGIAN 13 Kedudukan Hukum Koperasi Pasal 41 Koperasi yang akta pendiriannya disahkan menurut ketentuan Undang-undang ini adalah Badan Hukum. Pasal 42 (1) Wewenang untuk memberikan Badan Hukum Koperasi ada pada Menteri. (2) Menteri dapat memberikan kepada Pejabat wewenang untuk memberikan Badan Hukum Koperasi dimaksud dalam ayat (1) di atas. Pasal 43 (1) Badan Hukum Koperasi termaksud dalam pasal 41 dinyatakan dalam akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar yang isinya tidak boleh bertentangan dengan Undang- undang ini. (2) Menteri menentukan pedoman tentang isi dan cara-cara penyusunan Anggaran Dasar Koperasi. BAGIAN 14 Cara-cara mendapatkan Badan Hukum Koperasi Pasal 44 (1) Untuk mendapat hak Badan Hukum, pendiri-pendiri Koperasi mengajukan akta pendirian kepada Pejabat. Akta pendirian yang dibuat dalam rangkap 2 (dua), di mana satu diantaranya bermeterai, bersama-sama petikan Berita Acara tentang Rapat Pembentukan yang memuat catatan tentang jumlah anggota dan nama mereka yang diberikan kuasa untuk menandatangani akta pendirian, dikirim kepada Pejabat. (2) Pada waktu menerima akta pendirian, Pejabat mengirim/menyerahkan sehelai tanda terima yang tertanggal kepada pendiri-pendiri Koperasi. (3) Jika Pejabat berpendapat bahwa isi akta pendirian itu tidak bertentangan dengan Undang-undang ini maka akta pendirian didaftar dengan memakai nomor urut dalam buku Daftar Umum yang disediakan untuk keperluan itu pada kantor Pejabat. (4) Tanggal pendaftaran akta pendirian berlaku sebagai tanggal resmi berdirinya Koperasi. (5) Kedua buah akta pendirian tersebut dalam ayat (1) pasal ini dibubuhi tanggal, nomor pendaftaran serta tanda pengesahan oleh Pejabat atas kuasa Menteri. Sebuah akta pendirian yang tidak bermeterai disimpan di kantor Pejabat, sedang sebuah lainnya yang bermeterai dikirimkan kepada pendiri-pendiri Koperasi. (6) Jika terdapat perbedaan antara kedua akta pendirian yang telah disahkan tersebut maka akta pendirian yang disimpan di kantor Pejabatlah yang dianggap benar. (7) Pejabat mengumumkan setiap pengesahan Koperasi di dalam Berita Negara. (8) Buku Daftar Umum beserta akta-akta yang disimpan pada kantor Pejabat, dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh umum; salinan ataupun petikan akta-akta dapat diperoleh dengan mengganti biaya. (9) Menteri dapat mengadakan pengecualian mengenai pembayaran bea meterai atas akta pendirian dimaksud dalam ayat (1) pasal ini. Pasal 45 Sejak tanggal pendaftaran sebagai dimaksud dalam pasal 44 ayat (3), Koperasi yang bersangkutan adalah Badan Hukum, sehingga segala hak dan kewajiban yang timbul serta ikatan yang diadakan atas namanya sebelum tanggal pendaftaran tersebut,seketika itu beralih kepadanya. Pasal 46 (1) Pejabat dalam waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan terhitung sejak Pejabat menerima permintaan pengesahan seperti tersebut dalam pasal 44 harus telah memberikan pengesahannya. (2) Dalam hal Pejabat berkeberatan atas isi akta pendirian yang diajukan oleh pendiri- pendiri, karena dianggapnya tidak sesuai dengan Undang-undang ini beserta ketentuan- ketentuan pelaksanaannya, maka 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, Pejabat harus telah memberikan penolakan tertulis yang memuat alasan-alasan, dikirim dengan pos tercatat atau dengan cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan kepada pendiri-pendiri, yang tembusannya dikirim kepada Pejabat yang lebih tinggi dan kepada Menteri. (3) Terhadap penolakan tersebut dalam ayat (2) pasal ini, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai hari berikutnya diterimanya surat penolakan oleh pendiri- pendiri, pendiri-pendiri dapat memajukan banding kepada Menteri. (4) Menteri memberikan keputusannya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai hari berikutnya diterimanya surat permohonan banding. (5) Keputusan Menteri merupakan keputusan terakhir. Pasal 47 (1) Dalam hal terjadi perubahan Anggaran Dasar, maka berlaku tata-cara dan kewajiban sebagaimana tersebut dalam pasal 44 dengan pengertian bahwa akta perubahan bersama-sama petikan Berita Acara tentang Rapat Anggota Perubahan Anggaran Dasar yang antara lain memuat jumlah anggota dan yang hadir pada Rapat Perubahan tersebut dan nama mereka yang diberi kuasa untuk menandatangani akta perubahan, dikirim kepada Pejabat. (2) Ketentuan-ketentuan di dalam pasal 46 berlaku pula terhadap akta perubahan yang dimaksud di dalam ayat (1) pasal ini. Pasal 48 (1) Perkumpulan atau badan perekonomian apa pun yang didirikan tidak menurut ketentuan Undang-undang ini dilarang memakai nama/istilah Koperasi kecuali dengan izin Menteri. (2) Ketentuan ayat (1) pasal ini tidak berlaku bagi Badan Pemerintah dan Badan-badan Keilmiahan. BAB XIII PEMBUBARAN KOPERASI BAGIAN 15 Cara pembubaran Koperasi Pasal 49 (1) Pembubaran Koperasi dilakukan bila dikehendaki oleh Rapat Anggota. (2) Pembubaran Koperasi dapat juga dilakukan oleh Pejabat bila: a. Terdapat bukti-bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak lagi memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini; b. Kegiatan-kegiatan Koperasi yang bersangkutan bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; c. Koperasi yang bersangkutan dalam keadaan sedemikian rupa sehingga tidak dapat diharapkan lagi kelangsungan hidupnya. (3) Keberatan terhadap alasan yang dipergunakan Pejabat untuk membubarkan Koperasi karena hal-hal yang tercantum dalam ayat (2) pasal ini, dapat diajukan kepada Menteri. (4) Pembubaran Koperasi dinyatakan dalam surat keputusan Pejabat, diumumkan dalam Berita Negara dan dicatat dalam Buku Daftar Umum dari kantor Pejabat di mana akta pendirian terdaftar. Pasal 50 (1) Pembubaran Koperasi atas kehendak Rapat Anggota seperti dimaksudkan dalam ayat (1) pasal 49 dilakukan oleh Pejabat setelah ia menerima permintaan resmi dari pengurus Koperasi yang bersangkutan atau mereka yang dikuasakan khusus untuk itu. (2) Di dalam surat permintaan itu harus disertakan petikan Berita Acara Rapat Anggota Pembubaran Koperasi yang bersangkutan yang memuat tentang keputusan Rapat Anggota untuk membubarkan Koperasi tersebut. Pasal 51 (1) Pembubaran Koperasi yang didasarkan atas salah satu alasan yang termuat dalam ayat (2) pasal 49 dilaksanakan oleh Pejabat setelah waktu 3 (tiga) bulan sejak ia memberitahukan maksudnya secara tertulis, dikirim dengan pos tercatat atau dengan cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Koperasi yang bersangkutan disertai alasan-alasannya, apabila Koperasi yang bersangkutan tidak menyatakan keberatannya. Tindasan dari surat tersebut harus dikirim kepada Menteri dan Pejabat yang lebih tinggi. (2) Dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat dari Pejabat termaksud dalam ayat (1) pasal ini, Pengurus atau sekurang-kurangnya sepersepuluh dari jumlah anggota Koperasi yang bersangkutan, berhak untuk menyatakan secara tertulis tentang keberatannya, dikirim dengan pos tercatat atau dengan cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Menteri, yang tindasannya harus dikirim kepada Pejabat yang bersangkutan. (3) Menteri harus menyatakan pendapatnya secepat-cepatnya terhadap keberatan tersebut dan mengirimkan segera pendapatnya itu kepada Pejabat yang bersangkutan, yang selanjutnya harus mengambil keputusan yang sesuai dengan pendapat Menteri. BAGIAN 16 Penyelesaian Pasal 52 (1) Dalam surat keputusan Pejabat tentang pembubaran Koperasi sekaligus dicantumkan nama (nama-nama) orang (orang- orang) atau Badan yang diberi tugas melaksanakan penyelesaian, selanjutnya disebut Penyelesai, yang hak, wewenang dan kewajibannya diatur dalam pasal 53 Undang-undang ini. (2) Sejak tanggal dikeluarkannya surat keputusan oleh Pejabat, tentang pembubaran Koperasi sebagai tersebut dalam ayat (1) pasal ini, Penyelesai secara sah dapat melakukan tugasnya. (3) Penyelesai bertanggung jawab kepada Pejabat. (4) Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi yang bersangkutan masih tetap berstatus sebagai Badan Hukum. Pasal 53 Penyelesai mempunyai hak, wewenang dan kewajiban sebagai berikut: (1) Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama Koperasi serta mewakilinya di depan dan di luar Pengadilan, (2) Mengumpulkan segala keterangan-keterangan yang diperlukan, (3) Memanggil anggota dan bekas anggota termaksud di dalam pasal 36, satu persatu atau bersama-sama, (4) Menetapkan jumlah bagian tanggungan yang harus dibayar oleh masing-masing anggota dan bekas anggota termaksud dalam pasal 36, (5) Menetapkan oleh siapa dan menurut perbandingan bagaimana biaya penyelesaian harus dibayar, (6) Mempergunakan sisa kekayaan Koperasi sesuai dengan azas tujuan Koperasi atau keputusan Rapat Anggota terakhir atau sebagai tercantum di dalam Anggaran Dasar, (7) Menentukan penyimpanan dan penggunaan segala arsip Koperasi, (8) Menetapkan pembayaran biaya penyelesaian yang dilakukan dan pembayaran hutang lainnya, (9) Setelah berakhir penyelesaian menurut jangka waktu yang ditetapkan oleh Pejabat, maka Penyelesai membuat Berita Acara tentang penyelesaian itu. BAGIAN 17 Hapusnya Badan Hukum Koperasi Pasal 54 (1) Pejabat mengumumkan selesainya penyelesaian dalam Berita Negara. (2) Sejak tanggal pengumuman dalam Berita Negara tersebut dalam ayat (1) pasal ini hapuslah Status Badan Hukum Koperasi. BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 55 (1) Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya lima ratus rupiah anggota Pengurus yang dengan sengaja melanggar ketentuan pasal 9 ayat (2), atau pasal 23 ayat (6). (2) Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya lima ratus rupiah atau hukuman kurungan selama-lamanya empat belas hari barangsiapa yang dengan sengaja melanggar ketentuan pasal 23 ayat (4) atau ayat (5). (3) Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya seribu rupiah atau hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan barangsiapa yang dengan sengaja atau karena lalai melanggar ketentuan pasal 30 ayat (1) atau pasal 39. (4) Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya dua ribu rupiah atau hukuman kurungan selama-lamanya dua bulan barangsiapa yang dengan sengaja melanggar ketentuan di dalam pasal 48. (5) Perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman tersebut dalam ayat-ayat (1), (2), (3) dan (4) pasal ini dianggap sebagai pelanggaran. (6) Sanksi-sanksi lain di luar ketentuan-ketentuan tersebut di dalam pasal ini berupa sanksi- sanksi administratif diatur oleh Menteri. Pasal 56 Di samping mereka yang berdasarkan hukum acara pidana mempunyai wewenang penyidikan umum, Pejabat yang diangkat atas dasar pasal 1 Undang-undang ini juga berwenang melakukan penyidikan dan menentukan pelanggaran serta membuat Berita Acara dengan mengingat sumpah jabatan atas pelanggaran-pelanggaran seperti tersebut dalam ayat (1) sampai dengan ayat (4) pasal 55 Undang-undang ini. BAB XV KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN Pasal 57 (1) Semua Koperasi yang telah berdiri sebelum berlakunya Undang-undang ini, harus sudah menyesuaikannya dengan Undang-undang ini selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak dikeluarkannya Undang-undang ini. (2) Menteri mengatur segala ketentuan mengenai pelaksanaan penyesuaian dimaksud dalam ayat (1) pasal ini. (3) Segala ketentuan yang bertentangan dengan Undang- undang ini dinyatakan tidak berlaku lagi. (4) Menteri segera mengeluarkan ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari Undang-undang ini. BAB XVI KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP Pasal 58 Undang-undang ini disebut "Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Perkoperasian" dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 18 Desember 1967 Pd PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEHARTO Jenderal TNI Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 18 Desember 1967 SEKRETARIS KABINET AMPERA, Ttd. SUDHARMONO SH Brig Jen TNI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1967 NOMOR 23 PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1967 TENTANG POKOK-POKOK PERKOPERASIAN Dengan memanjatkan syukur setinggi-tingginya kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa rakyat Indonesia telah diberi kurnia dan rahmat suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbentuk Nusantara yang terletak di jalan silang antara dua benua dan dua samudera dengan kekayaan alamnya yang melimpah ruah. Bumi, air Indonesia dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu adalah kurnia Tuhan kepada rakyat Indonesia, yang menurut ketentuan Undang-undang Dasar 1945, pasal 33 harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, baik spiritual maupun materiil. Pemerintah dan rakyat Indonesia mempunyai kewajiban untuk menggali, mengolah dan membina kekayaan alam tersebut guna mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Tuhan sesuai dengan yang telah diperintahkan oleh Undang-undang Dasar 1945 pasal 33. Pemanfaatan kekayaan alam tersebut oleh rakyat Indonesia diselenggarakan dengan susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan kegotongroyongan. UMUM Sesungguhnya Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) beserta penjelasannya telah dengan jelas menyatakannya, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan Koperasi adalah satu bangunan usaha yang sesuai dengan susunan perekonomian yang dimaksud itu. Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina perkoperasian Indonesia dengan sikap "ing ngarsa sung tulada, ing madya bangun karsa, tut wuri handayani". Dalam rangka kembali kepada kemurnian pelaksanaan Undang- undang Dasar 1945, sesuai pula dengan Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966, tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, maka peninjauan serta perombakan Undang-undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian merupakan suatu keharusan, karena baik isi maupun jiwanya Undang-undang tersebut mengandung hal-hal yang bertentangan dengan azas-azas pokok, landasan kerja serta landasan idiil Koperasi, sehingga akan menghambat kehidupan dan perkembangan serta mengaburkan hakekat Koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang demokratis dan berwatak sosial. Peranan Pemerintah yang terlalu jauh dalam mengatur masalah perkoperasian Indonesia sebagaimana telah tercermin di masa yang lampau pada hakekatnya tidak bersifat melindungi, bahkan sangat membatasi gerak serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian yang tidak sesuai dengan jiwa dan makna Undang-undang Dasar 1945 pasal 33. Hal yang demikian itu akan menghambat langkah serta membatasi sifat-sifat keswadayaan, keswasembadaan serta keswakertaan yang sesungguhnya merupakan unsur pokok dari azas-azas percaya pada diri sendiri, yang gilirannya akan dapat merugikan masyarakat sendiri. Oleh karenanya sesuai dengan Ketetapan M.P.R.S. No. XIX/ MPRS/1966 dianggap perlu untuk mencabut dan mengganti Undang-undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian tersebut dengan Undang-undang yang baru yang benar-benar dapat menempatkan Koperasi pada fungsi yang semestinya yakni sebagai alat pelaksana dari Undang-undang Dasar 1945. Di bidang Idiil, Koperasi Indonesia merupakan satu-satunya wadah untuk menyusun perekonomian rakyat berazaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan yang merupakan ciri khas dari tata kehidupan bangsa Indonesia dengan tidak memandang golongan, aliran maupun kepercayaan yang dianut seseorang. Koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional dilaksanakan dalam rangka politik umum perjuangan Bangsa Indonesia. Di bidang organisasi Koperasi Indonesia menjamin adanya hak-hak individu serta memegang teguh azas-azas demokrasi. Rapat Anggota merupakan kekuasaan tertinggi di dalam tata kehidupan Koperasi. Koperasi mendasarkan geraknya pada aktivitas ekonomi dengan tidak meninggalkan azasnya yakni kekeluargaan dan gotong-royong. Dengan berpedoman kepada Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966 Pemerintah memberikan bimbingan kepada Koperasi dengan sikap seperti tersebut di atas serta memberikan perlindungan agar Koperasi tidak mengalami kekangan dari pihak manapun, sehingga Koperasi benar-benar mampu melaksanakan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya. Undang-undang ini dinamakan Undang-undang tentang Pokok- pokok Perkoperasian. PASAL DEMI PASAL BAB I KETENTUAN-KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dengan kuasa khusus adalah sebagian dari wewenang Menteri yang dilimpahkan kepada Pejabat untuk beberapa soal Perkoperasian. BAB II LANDASAN-LANDASAN KOPERASI Pasal 2 1. Pancasila. Kelima Sila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kedaulatan Rakyat dan Keadilan Sosial harus dijadikan dasar serta dilaksanakan. dalam kehidupan Koperasi, karena sila-sila tersebut memang menjadi sifat dan tujuan Koperasi dan selamanya merupakan aspirasi anggota-anggota Koperasi. Dasar idiil ini harus diamalkan oleh Koperasi disebabkan karena Pancasila memang menjadi falsafah Negara dan bangsa Indonesia. 2. Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1). Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 berbunyi: "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan". Penjelasannya berbunyi sebagai berikut: Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas usaha kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah Koperasi. 3. Setia kawan dan kesadaran berpribadi. Koperasi adalah unsur pendidikan yang baik untuk memperkuat ekonomi dan moral, karena Koperasi berdasarkan dua landasan mental, yaitu setia kawan dan kesadaran berpribadi yang satu sama lain memperkuat. Setia kawan telah ada dalam masyarakat Indonesia yang asli dan tampak keluar sebagai gotong-royong. Akan tetapi landasan setia kawan saja hanya dapat memelihara persekutuan dalam masyarakat yang statis, dan karenanya, tidak dapat mendorong kemajuan. Kesadaran berpribadi, keinsyafan akan harga diri sendiri, dan percaya pada diri sendiri, adalah mutlak untuk menaikkan derajat penghidupan dan kemakmuran. Dalam Koperasi harus bergabung kedua-dua landasan mental tadi yakni setia kawan dan kesadaran berpribadi sebagai dua unsur yang dorong-mendorong, hidup-menghidupi dan awas-mengawasi. BAB III PENGERTIAN DAN FUNGSI KOPERASI Bagian 1 Pengertian Koperasi Pasal 3 Koperasi Indonesia adalah kumpulan dari orang-orang yang sebagai manusia secara bersama- sama bergotong-royong berdasarkan persamaan, bekerja untuk memajukan kepentingan- kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat. Dari pengertian umum di atas, maka ciri-ciri seperti di bawah ini seharusnya selalu nampak: a. bahwa Koperasi Indonesia adalah kumpulan orang-orang dan bukan kumpulan modal. Pengaruh dan penggunaan modal dalam Koperasi Indonesia tidak boleh mengurangi makna dan tidak boleh mengaburkan pengertian Koperasi Indonesia sebagai perkumpulan orang-orang dan bukan sebagai perkumpulan modal. Ini berarti bahwa Koperasi Indonesia harus benar-benar mengabdikan kepada perikemanusiaan dan bukan kepada kebendaan; b. bahwa Koperasi Indonesia bekerja sama, bergotong-royong berdasarkan persamaan derajat, hak dan kewajiban yang berarti Koperasi adalah dan seharusnya merupakan wadah demokrasi ekonomi dan sosial. Karena dasar demokrasi ini maka harus dijamin benar-benar bahwa Koperasi adalah milik para anggota sendiri dan pada dasarnya harus diatur serta diurus sesuai dengan keinginan para anggota yang berarti bahwa hak tertinggi dalam Koperasi terletak pada Rapat Anggota; c. bahwa segala kegiatan Koperasi Indonesia harus didasarkan atas kesadaran para anggota. Dalam Koperasi tidak boleh dilakukan paksaan, ancaman, intimidasi dan campur tangan dari fihak-fihak lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan soal-soal intern Koperasi; d. bahwa tujuan Koperasi Indonesia harus benar-benar merupakan kepentingan bersama dari para anggotanya dan tujuan itu dicapai berdasarkan karya dan jasa yang disumbangkan para anggota masing-masing. Ikut sertanya anggota sesuai dengan besar kecilnya karya dan jasanya harus dicerminkan pula dalam hal pembagian pendapatan dalam Koperasi. Bagian 2 Fungsi Koperasi Pasal 4 Bahwa Koperasi itu berfungsi sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat dan sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional, dengan jelas dapat dilihat dari azas dan sendi-sendi dasarnya. Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa di samping Koperasi ada Perusahaan Negara atau Daerah dan Swasta. Ketiga sektor ekonomi tersebut harus bekerja sama secara teratur, karena satu sama lain saling kait-mengait, sehingga perlu adanya synkhronisasi. Kedudukan ekonomi bangsa Indonesia harus diperkokoh, tata laksana perekonomian rakyat dipersatukan dan diatur, segala itu untuk menghapuskan sisa-sisa penindasan dalam sektor perekonomian guna mempertinggi kesejahteraan rakyat. Fungsi-fungsi tersebut hanya akan tercapai bilamana Koperasi sendiri benar-benar melaksanakan pekerjaannya berdasarkan azas dan sendi-sendi dasarnya. Kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi perlu dibina, guna menjamin tidak adanya penghisapan di antara sesama manusia. Sisa-sisa penindasan dalam sektor perekonomian rakyat harus dihapuskan. Koperasi Indonesia yang berdasarkan kekeluargaan dan kegotongroyongan harus dapat mempertinggi taraf hidup anggotanya dan rakyat umumnya. Untuk mencapai tujuan ini kecerdasan rakyat harus ditingkatkan sehingga rakyat mengerti dan sadar akan perlunya berkoperasi. BAB IV AZAS DAN SENDI DASAR KOPERASI Bagian 3 Azas Koperasi Pasal 5 Dengan berpegang teguh pada azas kekeluargaan dan kegotongroyongan sesuai dengan kepribadian Indonesia, ini tidak berarti, bahwa Koperasi meninggalkan sifat dan syarat-syarat ekonominya, sehingga kehilangan effisiensinya. Koperasi Indonesia hendaknya menyadari bahwa di dalam dirinya terdapat suatu kepribadian Indonesia, sebagai pencerminan dari pada garis pertumbuhan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan dari bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh keadaan tempat lingkungan Indonesia serta suasana waktu sepanjang masa, dengan ciri-ciri Ketuhanan Yang Maha Esa, kegotongroyongan dan Kekeluargaan serta Bhineka Tunggal Ika. Bagi Koperasi azas gotong-royong berarti bahwa pada Koperasi terdapat keinsyafan dan kesadaran semangat bekerjasama dan tanggung jawab bersama terhadap akibat dari karya tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri, melainkan selalu untuk kebahagiaan bersama. Dalam membagi hasil karyanya, masing-masing anggota menerima bagiannya sesuai dengan sumbangan karya/jasanya. Azas kekeluargaan mencerminkan adanya kesadaran dari budi hati nurani manusia untuk mengerjakan segala sesuatu dalam Koperasi oleh semua untuk semua, di bawah pimpinan pengurus serta penilikan dari para anggota atas dasar keadilan dan kebenaran serta keberanian berkorban bagi kepentingan bersama. Dengan demikian azas gotong-royong dan kekeluargaan dalam Koperasi harus merupakan faham dinamis yang menggambarkan suatu karya amaliyah bersama yang bersifat bantu- membantu, berdasarkan rasa keadilan dan cinta kasih yang di dalam pelaksanaannya, menempuh segala daya serta karyabudi dan hati nurani manusia untuk mempertumbuhkannya, dan di mana perlu memberanikan diri guna mengurangi hak-haknya sendiri, dalam batas-batas rasa keadilan dan cinta kasih tersebut. Bagian 4 Sendi-Sendi Dasar Koperasi Pasal 6 Sendi-sendi dasar Koperasi Indonesia merupakan essensi dari dasar-dasar bekerja Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial. Dasar-dasar bekerja tersebut merupakan ciri khas dari Koperasi dan justru oleh karena itu membedakan Koperasi itu dari badan-badan ekonomi lainnya. (1) Sifat sukarela pada keanggotaan Koperasi mengandung pengertian bahwa setiap orang yang masuk menjadi anggota Koperasi haruslah berdasarkan kesadaran dan keyakinan untuk secara aktif turut di dalam dan dengan Koperasi bertekad untuk memperbaiki kehidupannya dan kehidupan masyarakat; (2) Rapat Anggota sebagai kekuasaan tertinggi dalam organisasi koperasi yang beranggotakan orang-orang tanpa mewakili aliran, golongan dan paham politik perorangan-perorangan dan hak suara yang sama/satu pada Koperasi Primer merupakan azas pokok dari penghidupan Koperasi tersebut; (3) Dasar ini berwatak non kapitalis, dan oleh karena Koperasi bukan merupakan perkumpulan modal, maka sisa dari hasil usaha bila dibagikan kepada anggota, dilakukan tidak berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam Koperasi tetapi berdasarkan perimbangan jasa/usaha dan kegiatannya dalam penghidupannya Koperasi itu. Jelaslah kiranya bahwa sisa hasil usaha yang berasal dari bukan anggota tidak dibagi-bagikan kepada anggota (pasal 34 ayat 4); (4) Modal dalam Koperasi, yang walaupun merupakan unsur yang tidak dapat diabaikan sebagai faktor produksi, dipergunakan untuk kebahagiaan anggota-anggotanya dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan uang (profit-motive), dan oleh karenanya tidak menentukan dalam pembagian sisa usaha sebagaimana lazimnya dalam bentuk dividend; (5) Watak sosial dari Koperasi itu diantaranya terbukti dari dasar ini, sehingga Koperasi walaupun pada pokok usahanya berupa organisasi ekonomi yang dibina oleh dan untuk anggota-anggotanya juga harus turut membangun masyarakat pada umumnya, sehingga pengabdian Koperasi itu semakin nyata adanya; (6) Koperasi sebagai perkumpulan orang-orang yang bergerak dalam lapangan ekonomi harus terbuka terutama untuk anggota-anggotanya, dan oleh karena itu usaha-usaha Koperasi dibina oleh anggota-anggotanya serta ketatalaksanaannya diawasi pula oleh anggota-anggotanya secara terbuka. Ini tidak berarti bahwa masyarakat tidak dapat menilai hasil-hasil Koperasi; (7) Sendi ini merupakan faktor pendorong bagi setiap cipta, karya dan karsa Koperasi. Tanpa modal kepercayaan/keyakinan, atas kemampuan dan kekuatan diri sendiri maka tidaklah mungkin timbul suatu kegiatan dalam Koperasi. Setiap kegiatannya mendasarkan kepada prinsip swadaya, swakerta dan swasembada yang artinya: Swadaya: kekuatan atau usaha sendiri, dari kata swa = milik sendiri, daya = sesuatu yang harus dikerjakan. Swakerta: buatan sendiri. kerta = sesuatu yang telah dikerjakan. kr. (sansekerta) = bekerja atau membuat. Swasembada: kemampuan sendiri. sembada = teman yang seikatan. BAB V PERANAN DAN TUGAS Pasal 7 Peranan dan tugas Koperasi untuk membina kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi adalah bertujuan menciptakan masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu perlu ditanamkan dan ditingkatkan kesadaran berkoperasi. Pasal 8 Kerjasama dengan Perusahaan-perusahaan Negara dan Swasta termasuk modal asing, jika diperlukan oleh Koperasi dilakukan dengan tidak mengorbankan azas dan sendi dasar Koperasi sendiri, sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/1966, maka bentuk, luas serta cara-cara kerja sama itu harus segera diatur dalam Peraturan Perundang-undangan. BAB VI KEANGGOTAAN, KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA Pasal 9 (1) Perorangan sebagai anggota Koperasi berlaku untuk Koperasi Primer, sedangkan Koperasi-koperasi yang dimaksud dalam pasal ini ialah Badan Koperasi yang memperoleh hak Badan Hukumnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini. (2) Untuk mencatat masuk atau berhentinya anggota, Koperasi mengadakan di kantornya Buku Daftar Anggota yang bentuk serta cara pengisiannya ditentukan oleh Pejabat. Penyelenggaraannya dan pemeliharaan Buku yang dimaksud menjadi salah satu tugas Pengurus. Pasal 10 Walaupun keanggotaan Koperasi terbuka bagi setiap orang, namun untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya Koperasi perlu mengadakan persyaratan bagi penerimaan anggota. Pasal 11 Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindah tangankan artinya Anggota tidak dapat mewakilkan kepada siapapun. Dalam hal Anggota meninggal dunia, keanggotaannya tidak dengan sendirinya berpindah tangan, tetapi atas permintaan ahli waris dapat berpindah tangan kepada ahli waris. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. BAB VII ORGANISASI DAN JENIS KOPERASI Bagian 5 Organisasi Koperasi Pasal 14 Ada kemungkinan bahwa dalam suatu daerah kerja jumlah orang untuk mendirikan Koperasi tidak dapat terpenuhi, karena di dalam daerah kerja tersebut memang tidak terdapat calon anggota lainnya. Di dalam hal yang sedemikian berdasarkan pertimbangan kemanfaatan Koperasi, Menteri dapat mengizinkan berdirinya Koperasi yang bersangkutan kurang dari jumlah 20 orang. Pasal 15 Yang dimaksudkan di sini ialah Koperasi-koperasi Primer memusatkan dirinya dalam Koperasi Pusat. Adanya empat tingkat organisasi yang lazim dikenal, seperti Primer, Pusat, Gabungan dan Induk tidak perlu selalu digunakan dalam mengatur tingkat-tingkat organisasi: a. Sekurang-kurangnya 5 (lima) Koperasi Primer yang telah berbadan hukum dapat membentuk pusat Koperasi, b. Sekurang-kurangnya 3 (tiga) pusat Koperasi yang telah berbadan hukum dapat membentuk gabungan Koperasi, c. Sekurang-kurangnya 3 (tiga) gabungan Koperasi yang telah berbadan hukum dapat membentuk induk Koperasi. Pilihan jumlah tingkat kurang dari empat harus pula terbuka. Sesuai dengan azas demokrasi, tata kehidupan Koperasi ditentukan oleh anggota-anggotanya; dilihat dari sudut tata laksana, Koperasi harus memiliki kebijaksanaan yang mengikat antara Koperasi bawahan dengan Koperasi atasan dan sebaliknya. Dengan tidak mengurangi hak Koperasi tingkat bawahan untuk mengawasi Koperasi tingkat atasan, Koperasi tingkat atasan berkewajiban dan berwenang menjalankan bimbingan dan pemeriksaan terhadap Koperasi tingkat bawahannya; ketentuan ini diadakan untuk menjaga tetap sehatnya pertumbuhan Koperasi dengan jalan pemberian bimbingan oleh tingkat atasannya. Kewajiban dan wewenang tersebut dicantumkan dalam Anggaran Dasar dari Koperasi tingkat atasan tadi. Tanggung jawab mengenai jalannya Koperasi bawahan tetap pada Koperasi bawahan yang bersangkutan. Pasal 16 Daerah kerja Koperasi pada dasarnya harus cukup memiliki potensi ekonomi bagi perkembangan Koperasi yang bersangkutan. Guna kelancaran tugas pengawasan dan pembinaan, daerah kerja Koperasi didasarkan pada wilayah administrasi Pemerintahan. Koperasi-koperasi yang beranggotakan orang-orang pada umumnya harus berada di wilayah administrasi Pemerintahan yang terendah, umpamanya Desa-desa. Ada kemungkinan bahwa hal tersebut tidak mungkin dapat dipenuhi, misalnya bagi Koperasi Pegawai Negeri dan Koperasi di lingkungan Angkatan Bersenjata yang mendasarkan daerah kerjanya pada lingkungan pekerjaan para anggotanya. Ketentuan mengenai ini diatur lebih lanjut oleh Menteri. Bagian 6 Jenis Koperasi Pasal 17 (1) Dasar penjenisan adalah kebutuhan dari dan untuk maksud effisiensi karena kesamaan aktivitas kepentingan ekonominya, misalnya Koperasi-koperasi Kopra di daerah yang mata pencaharian penduduknya tergantung pada pembuatan Kopra, Koperasi-koperasi golongan fungsional Angkatan Bersenjata dan Koperasi bagi Pegawai Negeri bagi lingkungannya masing-masing golongan tersebut, dan begitu selanjutnya. Khusus bagi Koperasi di lingkungan Angkatan Bersenjata sepanjang tidak menyimpang dari sendi-sendi dasar Koperasi, Menteri dapat mengadakan penentuan-penentuan tersendiri. Ketentuan-ketentuan yang dimaksudkan perlu diberikan atas dasar pertimbangan bahwa Koperasi Angkatan Bersenjata yang merupakan salah satu wadah penampungan kegiatan-kegiatan kekaryaan anggota Angkatan, tidak dapat dilepaskan dari kebijaksanaan Pimpinan Angkatan/Komandan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan anggota-anggota beserta keluarganya dan agar supaya unsur-unsur rantai komando dan disiplin sebagai anggota Angkatan dapat tetap terpelihara; (2) Koperasi mendasarkan perkembangan pada potensi ekonomi daerah kerjanya. Pendirian lebih dari satu Koperasi yang setingkat dan sejenis di dalam satu daerah kerja akan mengurangi effisiensi ekonomi dari Koperasi-koperasi yang bersangkutan. Oleh karenanya dan demi ketertiban harus diusahakan adanya hanya satu Koperasi yang setingkat dan sejenis untuk satu daerah kerja; (3) Tidak dapat dipastikan secara umum dan seragam jenis Koperasi yang mana yang diperlukan bagi setiap bidang. Penjenisan Koperasi seharusnya diadakan berdasarkan kebutuhan dan mengikat akan tujuan effisiensi. Meskipun Koperasi dapat digolongkan dalam Koperasi Produksi. Koperasi Konsumsi, Koperasi Kredit, Koperasi Jasa, akan tetapi keluwesan harus tetap diadakan dalam usaha mengadakan pemilihan jenis Koperasi yang lebih mengkhususkan seperti Koperasi Karet, Koperasi Batik, Bank Koperasi, Koperasi Pengangkutan (air/darat), Koperasi desa dan sebagainya. Pasal 18 Yang dimaksud di sini dengan organisasi Koperasi jenis lain ialah Koperasi yang dibutuhkan oleh Koperasi-koperasi yang mendirikannya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya termasuk kesejahteraan misalnya mendirikan Bank Koperasi, atau Koperasi asuransi dan lain sebagainya. Untuk memperjuangkan cita-cita idiilnya gerakan Koperasi membentuk suatu Badan yang berbentuk organisasi tunggal. Badan ini tidak bersifat perusahaan. BAB VIII ALAT PERLENGKAPAN ORGANISASI KOPERASI Pasal 19 Selain dari pada alat-alat perlengkapan organisasi Koperasi sebagai tersebut dalam pasal ini (Rapat Anggota, Pengurus dan Badan Pemeriksa) dapat dibentuk badan lain seperti Dewan Penasehat yang anggota-anggotanya terdiri dari ahli-ahli yang diperlukan dan bukan merupakan alat perlengkapan organisasi. Badan-badan ini tidak dapat mengurangi hak dan wewenang dari ketiga alat-alat perlengkapan tersebut terdahulu. Bagian 7 Rapat Anggota Pasal 20 Pasal ini mengatur tentang kekuasaan tertinggi dalam tata- kehidupan Koperasi, sesuai dengan ayat (2) pasal 6, Undang- undang ini yang berada dalam tangan Rapat Anggota. Cara hikmah kebijaksanaan musyawarah untuk mufakat senantiasa diusahakan, akan tetapi dasar ini tidak menutup kemungkinan bagi Koperasi untuk mengambil keputusan dengan pemungutan suara. Pemungutan suara hanya dilakukan dalam hal-hal yang tidak dapat dihindarkan. Quorum rapat anggota dan suara terbanyak ditentukan dalam Anggaran Dasar. Ayat (4) dari pasal ini mengatur tentang perimbangan suara dalam Rapat Anggota dari Koperasi tingkat lebih atas yang secara formil beranggotakan Badan Hukum Koperasi. Dalam hal serupa ini, maka perimbangan suara tersebut dilakukan menurut jumlah anggota manusia yang terhimpun oleh Koperasi masing-masing, menurut ketentuan di dalam Anggaran Dasar. Pasal 21 Cukup jelas. Bagian 8 Pengurus Koperasi Pasal 22 Walaupun pengurus dipilih oleh dan dari kalangan anggota sendiri sebagai azas demokrasi data Koperasi, akan tetapi ada kemungkinan bahwa anggota Koperasi yang berhak dipilih tidak senantiasa memiliki kesanggupan atau keahlian yang diperlukan untuk memimpin Koperasi; untuk maksud inilah dibuka kemungkinan untuk mengangkat seseorang menjadi Pengurus yang bukan berasal dari kalangan anggota sendiri, dengan ketentuan bahwa jabatan Ketua sedapat mungkin dipegang oleh anggota sendiri. Jelas kiranya bahwa keadaan serupa itu bersifat sementara. Dan adalah kewajiban dari Koperasi untuk mendidik para anggotanya supaya data waktu yang sesingkat-singkatnya kepengurusan Koperasi dapat berada di data tangan anggota sendiri. Pengangkatan sumpah atau janji dari anggota Pengurus sebagai diatur dalam ayat (5) ini diperlukan demi meyakinkan kepada yang bersangkutan bahwa tugas Pengurus adalah murni dan penuh tanggung jawab. Pengangkatan sumpah atau janji tersebut dapat dilakukan di hadapan Rapat Anggota atau menurut ketentuan atas keputusan Rapat Anggota. Pasal 23 Pengurus berkewajiban menyampaikan segala laporan pemeriksaan atas tata kehidupan Koperasi kepada Rapat Anggota Khusus mengenai laporan tertulis dari Badan Pemeriksa, Pengurus menyampaikan pula salinannya kepada Pejabat. Ketentuan ini diadakan untuk menjamin agar setiap anggota mengetahui keadaan Koperasinya, baik laporan Pengurus maupun laporan Badan Pemeriksa. Pengurus bertanggung jawab secara bersama-sama kepada Rapat Anggota. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Setiap usaha dalam lapangan perekonomian senantiasa menghadapi kemungkinan mengalami kerugian. Jika hal ini terjadi maka ada dua kemungkinan untuk membebankan pertanggungan kerugian, yaitu kepada pengurus (termasuk juga anggota-anggota secara tersendiri), ataupun kepada Koperasi sebagai Badan Hukum. Jika Koperasi sendiri sebagai suatu Badan Hukum ternyata tidak dapat menutupi kerugian, maka anggota dapat dibebani tanggungan sebagai lebih lanjut diatur dalam pasal 36 Undang-undang ini. Pasal 26 Cukup jelas. Bagian 9 Badan Pemeriksa Pasal 27 Jabatan anggota Badan Pemeriksa tidak dapat dirangkap dengan jabatan anggota Pengurus. Ketentuan ini diadakan untuk mengadakan pemisahan yang tegas antara tugas pengawasan dan tugas pelaksanaan. Untuk kepentingan pendidikan para anggota dan menjaga kesegaran tugas pengawasan maka masa jabatan Badan Pemeriksa sebaiknya diatur lebih pendek dari pada masa jabatan Pengurus. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. BAB IX LAPANGAN USAHA, PERMODALAN DAN SISA HASIL USAHA Bagian 10 Lapangan Usaha Pasal 31 Perekonomian Indonesia dibagi dalam sektor Pemerintah,sektor Koperasi dan sektor Swasta. Dalam sektor Koperasi, Koperasi dapat bergerak ke dalam segala kegiatan ekonomi tetapi hal ini tidak berarti, bahwa sesuatu Koperasi dapat bergerak dalam kegiatan-kegiatan ekonomi yang terlepas sama sekali dari kepentingan-kepentingan anggota-anggotanya dan azas serta sendi dasar Koperasi, hingga anggota-anggota Koperasi yang bersangkutan akan dapat memperoleh kemanfaatan dari usaha-usaha yang mereka sendiri tidak sumbangkan karya/jasanya untuk memperoleh kemanfaatan tersebut. Penjenisan Koperasi pada dasarnya mempunyai peranan yang menentukan dalam pengaturan usaha pokoknya, hingga dapat diperoleh kemanfaatan bersama yang benar-benar dicapai berdasarkan sumbangan karya/jasanya para anggota-anggota. Lapangan Usaha Koperasi pada dasarnya dapat meliputi seluruh bidang ekonomi, termasuk usaha perbankan dan perasuransian. Dalam menjalankan peranan dan tugas sebagai yang dimaksud dalam pasal 7 Undang-undang ini, Koperasi sebagai badan ekonomi dapat mendirikan dan memiliki perusahaan atau unit produksi yang langsung berada di bawah tanggung jawab dan pengawasan Pengurus Koperasi yang bersangkutan. Perusahaan dan unit produksi dimaksud di atas ini yang merupakan satu kesatuan dengan dan yang oleh karenanya tidak dapat dipisahkan dari ketatalaksanaan (management) seluruh kegiatan Usaha Koperasi yang bersangkutan, tidak memerlukan pengesahan tersendiri sebagai badan hukum (atau tidak merupakan badan hukum tersendiri). Semua perusahaan yang merupakan, bahagian dari Koperasi yang bersangkutan tidak dapat menjalankan usaha yang bertentangan dengan Undang-undang ini. Bagian 11 Permodalan Koperasi Pasal 32 (1) Mengenai permodalan ditegaskan agar rakyat suka mengumpulkan modal dengan teratur dalam organisasi Koperasi sehingga merupakan modal nasional yang kuat, dengan tidak mengubah inti azas Koperasi bahwa Koperasi adalah kumpulan orang, bukan kumpulan modal; (2) Simpanan pokok adalah jumlah nilai uang tertentu yang sama banyaknya yang diwajibkan kepada anggota untuk menyerahkan kepada Koperasi pada waktu masuk menjadi anggota; (3) Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota membayar dalam waktu dan kesempatan yang tertentu, simpanan mana hanya boleh diminta kembali dengan cara dan waktu yang telah ditentukan oleh Koperasi; (4) Simpanan sukarela ialah suatu jumlah tertentu dalam nilai uang yang diserahkan oleh anggota/bukan anggota terhadap Koperasi atas kehendak sendiri sebagai simpanan; (5) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut tentang simpanan ini dan simpanan lainnya diatur di dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga serta ketentuan-ketentuan lain dari Koperasi. Demikian pula tentang pemupukan modal dalam Koperasi. Pasal 33 Cukup jelas. Bagian 12 Sisa Hasil Usaha Koperasi Pasal 34 Pada dasarnya harus diadakan pemisahan antara penggunaan pendapatan yang diperoleh dari pelayanan terhadap anggota sendiri dan terhadap fihak ketiga termasuk bukan anggota. Bagian sisa hasil usaha yang diperoleh dari pelayanan terhadap fihak ketiga, termasuk bukan anggota, tidak boleh dibagikan kepada anggota, karena bagian pendapatan ini bukan diperoleh dari jasa anggota. Penggunaan Dana sosial diatur oleh rapat anggota dan dapat diberikan antara lain kepada fakir miskin, yatim piatu atau usaha-usaha sosial lainnya. Perihal zakat dapat diatur oleh Koperasi yang bersangkutan dalam Anggaran Dasar maupun ketentuan-ketentuan lain dari Koperasi. Penggunaan dana pembangunan Daerah seyogyanya dilakukan setelah mengadakan konsultasi dengan Pemerintah Daerah. Atas modal yang disimpan dalam koperasi diberi juga modal yang jumlahnya terbatas pada tingkat bunga yang ditetapkan oleh Rapat Anggota. Pasal 35 Cadangan di dalam Koperasi dimaksudkan untuk memupuk modal Koperasi sendiri dan untuk menutup kerugian Koperasi bila diperlukan. Oleh karenanya cadangan tidak boleh dibagikan kepada anggota walaupun di waktu pembubaran. BAB X TANGGUNGAN ANGGOTA Pasal 36 Koperasi pada dasarnya diberi kebebasan memilih ketentuan di antara tanggungan terbatas dan tanggungan tidak terbatas di dalam menentukan tanggungan anggota. Tanggungan terbatas pada umumnya dinyatakan dengan menetapkan sesuatu jumlah uang beberapa kali jumlah simpanan pokok anggota dan menyatakannya dalam Anggaran Dasarnya. Tanggungan tidak terbatas mengandung tanggungan yang dapat meliputi harta benda milik pribadi anggota jika ternyata kekayaan Koperasi sendiri tidak mampu menutupi kerugian pada waktu koperasi terpaksa dibubarkan. Ketentuan pada ayat (4) tentang jangka waktu 12 (dua belas) bulan dimaksud memupuk rasa solidaritas di kalangan anggota, sehingga dengan tidak membatasi hak asasi anggota untuk memundurkan diri dari Koperasi, keberhentiannya itu jangan sampai menimbulkan kerugian pada kelanjutan usaha Koperasi. Masih turutnya seseorang anggota tersebut menanggung selama 12 (dua belas) bulan sesudah dia berhenti harus ditinjau dari sudut itu, dengan jangka waktu 12 (dua belas) bulan tersebut, dimaksud 12 (dua belas) bulan sesudah tahun buku yang menyusul setelah tanggal pemberhentiannya tersebut. Kerugian-kerugian yang timbul sebagai akibat sesuatu kejadian sesudah tanggal pemberhentiannya tidak dapat dibebaskan pada anggota yang bersangkutan walaupun kejadian tadi berlangsung dalam waktu 12 (dua belas) bulan dimaksud tadi. Jika Koperasi dibubarkan dan ternyata masih ada sisa kekayaan yang dibagikan di kalangan anggota, kekayaan yang tertulis atas nama seseorang anggota yang telah meninggal dunia diserahkan kepada ahli warisnya. BAB XI PERANAN PEMERINTAH Pasal 37 Dalam menunaikan kewajiban seperti tersebut pada pasal 37 ini, Pemerintah selalu bersikap aktif sebagai tersimpul dalam kata-kata sangsekerta sebagai berikut: "ing ngarsa sung tulada ing madya mbangun karsa tut wuri handayani" Yang artinya ialah: 1. Ing ngarsa sung tulada (= di depan memberi contoh), maksudnya: sebagai pemimpin atau pemuka hendaklah kita selalu memberi contoh yang baik, 2. ing madya mbangun karsa (= di tengah-tengah, membangunkan kemauan), maksudnya: Bila kita berada di tengah-tengah rakyat, hendaklah kita jangan tinggal diam saja, melainkan harus membangunkan semangat rakyat dan memberikan inisiatif-inisiatif yang baik. 3. tut wuri handayani (= di belakang memberi kekuatan), maksudnya: Meskipun kita berada di belakang, kita harus memberikan kekuatan/daya serta memberikan petunjuk mana yang salah dan mana yang benar. Ini berarti bahwa Pemerintah pada hakekatnya memberikan kebebasan yang wajar bagi Koperasi untuk mengatur kehidupannya sendiri dalam rangka mewujudkan landasan idiil, pelaksanaan azas serta sendi dasarnya. Akan tetapi bilamana perlu, setiap saat Pemerintah akan turun tangan guna memberikan pengamanan terhadap azas dan sendi dasar Koperasi serta kebijaksanaan Pemerintah, baik guna kepentingan gerakan Koperasi sendiri maupun bagi keperluan masyarakat. Berdasarkan pertimbangan itu dan dengan tidak mengurangi wewenang Menteri untuk merumuskan pokok kebijaksanaannya di bidang perkoperasian lebih lanjut, maka pasal ini mewajibkan Pemerintah untuk memberikan kepada gerakan Koperasi: a. Bimbingan: dengan maksud untuk menciptakan iklim dan kondisi seumumnya yang memungkinkan Gerakan Koperasi akan tumbuh dan berkembang antara lain dengan jalan pendidikan dan penyuluhan, b. Pengawasan yang bermaksud untuk mengamankan dan menyelamatkan kepentingan, baik bagi perkumpulan Koperasi itu sendiri maupun guna kepentingan fihak lain, c. Fasilitas yang dapat dituangkan dalam bentuk: 1. pemberian sesuatu, baik yang berupa uang (subsidi), barang atau jasa, 2. keistimewaan, baik yang berupa keringanan ataupun kekuatan dalam lalu-lintas hukum, misalnya: meterai, keringanan bea meterai bagi Koperasi tertentu seperti Koperasi- koperasi pertanian, persamaan nilai pembukuan perkumpulan Koperasi-koperasi dengan buku- buku Dagang yang ditentukan dalam Kitab Hukum Dagang, hak didahulukan (preferent) terhadap panenan yang dijaminkan bagi pinjaman yang diperoleh dari Koperasi Pertanian, dan sebagainya, 3. Kebijaksanaan yang tersendiri tentang perkreditan termasuk syarat-syarat kredit yang mudah dan ringan untuk memajukan usaha-usaha koperasi, fasilitas- fasilitas dalam bidang produksi dan distribusi dan sebagainya. Pada umumnya bantuan-bantuan ini dimaksudkan untuk membangkitkan tenaga dan kemampuan sendiri agar perkumpulan Koperasi untuk selanjutnya menolong dirinya sendiri. Oleh sebab itu bila perlu, bantuan semacam ini hanya boleh diberikan dengan persyaratan tertentu, misalnya: untuk sekali saja, untuk sementara yang berangsur-angsur dikurangi sesuai dengan pertumbuhan kemampuan sendiri, jumlahnya hanya sampai yang benar-benar diperlukan saja, sedangkan penggunaan bantuan itu patut diawasi agar supaya sungguh-sungguh membawa akibat pertumbuhan "selfhelp and mutual aid". Sudah tentu jenis-jenis bantuan ini tidak mungkin ditentukan dalam Undang-undang ini melainkan harus ditentukan dalam perundangan terpisah apabila dan sampai batas yang sudah dirasakan perlunya. d. Perlindungan yang ditujukan untuk mengamankan dan menyelamatkan kepentingan Koperasi, misalnya perlindungan pada Koperasi yang telah ditentukan dalam pasal Undang-undang ini untuk menghindarkan penyalahgunaan, ketentuan-ketentuan tersendiri dalam bidang tata niaga dan distribusi dengan tujuan untuk memungkinkan berkembangnya Koperasi. Pasal 38 Pejabat dapat menghindari dan turut berbicara dalam Rapat Anggota dan Rapat Pengurus. Dalam keadaan luar biasa dapat pula mengadakan Rapat Anggota, menetapkan acara dan melakukan pembicaraan. Yang dimaksud dengan keadaan luar biasa antara lain misalnya: 1. Keadaan di mana -Pengurus tidak mampu atau tidak bersedia mengadakan rapat Anggota, 2. Pengurus tidak ada lagi, 3. Keadaan darurat. Pasal 39 Pemeriksaan secara periodik ataupun sewaktu-waktu diatur oleh Menteri. Pemeriksaan yang dilakukan atas permintaan Pemerintah biayanya ditanggung oleh Pemerintah. Pemeriksaan atas permintaan Koperasi biayanya ditanggung oleh Koperasi sendiri. Pasal 40 Mengingat bahwa Koperasi Indonesia pada umumnya beranggotakan orang-orang yang ekonominya lemah, maka perlu adanya Peraturan Perundang-undangan tersendiri yang mengatur perkreditan dan perpajakan bagi Koperasi. Dimaksud untuk mempermudah mendapatkan kredit yang diperlukan dan mendapatkan keringanan pajak. BAB XII KEDUDUKAN HUKUM KOPERASI Bagian 13 Kedudukan Hukum Koperasi Pasal 41 Pasal ini menegaskan bahwa Koperasi memperoleh hak sebagai Badan Hukum karena ketentuan Undang-undang ini, yang lebih lanjut diatur dalam pasal 42 dan berikutnya. Badan Hukum dimaksudkan di atas memungkinkan Koperasi untuk melaksanakan segala tindakan hukum Indonesia termasuk hak pemilikan atas tanah dan bangunan-bangunan sebagai diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang agraria, serta melakukan usaha- usaha dalam bidang perekonomian tanpa memperoleh izin khusus untuk itu terlebih dahulu. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Pada dasarnya Koperasi harus menyusun sendiri Anggaran Dasarnya. Untuk menghindari kekeliruan di dalam penyusunannya Menteri mengatur cara penyusunannya yang memuat ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut: 1. Nama, pekerjaan serta tempat tinggal para pendiri Koperasi; 2. Nama lengkap dan nama singkatan dari Koperasi; 3. Tempat kedudukan Koperasi dan daerah kerjanya; 4. Maksud dan tujuan; 5. Ketegasan usaha; 6. Syarat-syarat keanggotaan; 7. Ketetapan tentang permodalan; 8. Peraturan tentang tanggungan anggota; 9. Peraturan tentang Pimpinan Koperasi dan kekuasaan Anggota. 10. Ketentuan tentang quorum Rapat Anggota; 11. Penetapan tahun buku; 12. Ketentuan tentang sisa hasil usaha pada akhir tahun buku; 13. Ketentuan mengenai sisa kekayaan bila Koperasi dibubarkan. Bagian 14 CARA-CARA MENDAPATKAN BADAN HUKUM KOPERASI Pasal 44 Pembebasan biaya meterai pada dasarnya hanya berlaku bagi Koperasi Primer. Tanggal pendaftaran akte pendirian berlaku sebagai tanggal resmi berdirinya Koperasi. Sejak saat itu Koperasi adalah Badan Hukum. Pengumuman dalam Berita Negara adalah pengumuman resmi. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Pejabat berhak menolak permintaan Badan Hukum dari Koperasi bila ia berpendapat bahwa isi Anggaran Dasar dari Koperasi yang bersangkutan tidak mencerminkan azas dan sendi dasar Koperasi atau menurut penilaian yang obyektif, pendirian Koperasi yang bersangkutan tidak akan mendatangkan manfaat bagi anggota-anggotanya. Terhadap penolakan tersebut pendiri berhak naik banding pada Menteri. Apabila selambat-lambatnya 6 (enam) bulan tidak ada khabar dari pejabat maka pendiri-pendiri dapat memajukan persoalan kepada Pejabat lebih atas atau kepada Menteri. Sambil menunggu pengesahan sebagai Badan Hukum, para pendiri dapat menjalankan usaha atas nama Koperasi. Pasal 47 Mendahului pengesahan formil menurut Undang-undang ini pejabat dapat secara de facto menyatakan pengesahannya atas keputusan Rapat Anggota yang bersangkutan sehingga perubahan Anggaran Dasar tersebut dapat langsung. dipergunakan. Hal yang demikian hanya dapat dilakukan apabila Pejabat sendiri turut menghadiri rapat. Pasal 48 Agar nama Koperasi tidak dipergunakan untuk maksud menyalahi azas dan sendi dasar Koperasi dan nama baik dari Koperasi maka pemakaian nama/istilah Koperasi perlu mendapat perlindungan; sebaliknya agar setiap orang dengan segera mengetahui sifatnya maka Koperasi yang bersangkutan perlu memakai nama yang menunjukkan golongan atau usaha Koperasi. BAB XIII PEMBUBARAN KOPERASI Bagian 15 Cara Pembubaran Koperasi Pasal 49 Koperasi bubar sejak tanggal tercantum dalam surat Keputusan Pejabat dan tercatat dalam Buku Daftar Umum. Ini tidak berarti bahwa Koperasi telah kehilangan hak Badan Hukumnya. Dalam hal Pejabat lalai membubarkan sesuatu Koperasi yang menurut ketentuan Undang- undang ini seyogyanya sudah dibubarkan, maka Menteri mengambil tindakan seperlunya. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Maksud dan alasan Pembubaran oleh Pejabat disampaikan kepada Anggota melalui Pengurus. Apabila Pengurusnya tidak berfungsi lagi maka Pejabat mengadakan pengumuman setempat. Pasal 52 Sesuai dengan namanya, Penyelesai mengurus seluruh penyelesaian atas nama Koperasi yang bersangkutan hingga tidak terdapat lagi urusan yang masih menjadi tanggungan Koperasi. Sejak tanggal dikeluarkan surat keputusan Pembukuan maka Pengurus Koperasi tidak berfungsi lagi, oleh karena pada saat bersamaan wewenang dan kewajiban Pengurus beralih kepada Penyelesai. Penyelesai menyerahkan segala pertanggungan jawab dari pelaksanaan tugasnya kepada Pejabat. Dalam hal pembubaran Koperasi itu terjadi menurut ayat (1) pasal 49 penunjukan Penyelesai oleh Pejabat dilakukan berdasarkan Rapat Anggota pembubaran Koperasi yang bersangkutan. Pasal 53 Sesuai dengan namanya, Penyelesai mengurus seluruh penyelesaian atas nama Koperasi yang bersangkutan hingga tidak terdapat lagi urusan yang masih menjadi tanggungan Koperasi. Sejak tanggal dikeluarkan surat keputusan Pembukuan maka Pengurus Koperasi tidak berfungsi lagi, oleh karena pada saat bersamaan wewenang dan kewajiban Pengurus beralih kepada Penyelesai. Penyelesai menyerahkan segala pertanggungan jawab dari pelaksanaan tugasnya kepada Pejabat. Dalam hal pembubaran Koperasi itu terjadi menurut ayat (1) pasal 49 penunjukan Penyelesai oleh Pejabat dilakukan berdasarkan Rapat Anggota pembubaran Koperasi yang bersangkutan. Bagian 16 Hapusnya Badan Hukum Koperasi Pasal 54 Cukup jelas. BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Dalam pasal ini ditentukan pasal-pasal mana yang dianggap perlu dinyatakan sebagai ketentuan. Selain ketentuan tersebut, Menteri juga dapat mengadakan sanksi-sanksi administratif, umpamanya pencabutan pengesahan Koperasi sebagai Badan Hukum (lihat pasal 49), pembekuan kegiatan Pengurus seluruh atau sebagian, dan tindakan terhadap Pejabat. Pasal 56 Karena pada umumnya Pejabat tidak mempunyai keahlian dalam pengajuan perkara, maka dalam melaksanakan ketentuan dalam pasal 56, Pejabat perlu berhubungan dengan instansi yang lebih ahli (Kepolisian dan/atau Kejaksaan). BAB XV KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN Pasal 57 (1) Dengan adanya ketentuan pada ayat (1) pasal ini, maka Koperasi yang belum menyesuaikan diri dengan Undang-undang ini termasuk juga Koperasi yang belum sempat menyesuaikan diri dengan Undang-undang Perkoperasian No. 14 tahun 1965 langsung menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan tentang pasal 58 Undang- undang Perkoperasian No. 14 tahun 1965 tersebut. (2) Segala peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Menteri sebelum berlakunya Undang-undang ini, yang masih dapat dipergunakan dalam waktu peralihan dan yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dengan sendirinya tetap dapat dipergunakan. BAB XVI KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP Pasal 58 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2832
ratueksa
Minggu, 21 Oktober 2012
Undang-Undang Perkoperasian
Sabtu, 20 Oktober 2012
Koperasi di Sekitar Kita
Disini saya akan membahas mengenai Koperasi yang ada di SMA Negeri 2 Cirebon, tempat saya bersekolah dahulu. Saya mewawancarai ketua dari koperasi tersebut dimana dia adalah adik kelas saya yang masih duduk di bangku SMA kelas 12 yang bernama Dinda Ayu. Koperasi tersebut bernama "Koperasi Siswa Eksis Smanda". Jenis koperasinya adalah koperasi sekolah. Berikut adalah wawancara saya dengan Dinda.
Ratu : kapan koperasi ini didirikan?
Dinda : koperasi ini berdiri sejak tahun 1975.
Ratu : apa visi dan misi dari koperasi ini?
Dinda : Visinya yaitu terwujudnya koperasi siswa yang nyaman serta mampu memenuhi berbagai kebutuhan anggota dan mensejahterakan anggota. Misinya yaitu:
- meningkatkan profesionalisme dan kejujuran pengurus
- meningkatkan kerjasama dengan organisasi-organisasi yang ada
- meningkatkan modal koperasi
- meningkatkan ragam barang dagang
- meningkatkan sisa hasil usaha
Dinda : sebagai sarana untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan warga sekolah, serta sebagai tempat untuk menyimpan modal anggota yang akan dikembalikan dalam bentuk SHU, selain itu juga sebagai sarana untuk belajar berorganisasi dan berwirausaha bagi pengurus.
Ratu : kalau begitu apa target dari koperasi ini?
Dinda : targetnya itu agar adanya peningkatan SHU, adanya peningkatan kinerja pengurus, penambahan ragam barang dagang, serta peningkatan usaha simpan pinjam.
Ratu : berapa simpanan wajib dan pokok di koperasi ini?
Dinda : simpanan wajibnya Rp 125.000,- sedangkan simpanan pokoknya Rp 25.000,-
Ratu : berapa anggota dari koperasi ini?
Dinda : anggotanya kurang lebih terdiri dari 1000 orang, yang semuanya adalah siswa-siswi SMA Negeri 2 Cirebon
Ratu : bagaimana dengan pengurusnya?
Dinda : pengurusnya terdiri dari 10 orang, untuk pejabat terasnya sendiri terdiri dari :
- Ketua : Dinda Ayu
- Wakil Ketua : Izhar Fathurrohim
- Sekertaris : Haris Nasrullah
- Bendahara 1 : Lusi Martha
- Bendahara 2 : Hebbie Agus Kurnia
Dinda : iya ka sama-sama ya...
Rabu, 20 Juni 2012
Exercise
1.
Since
edison invite a lamp which conducted electricity, gas had been the chief means
of lighting home and streets.
2.
I saw an old friend of mine when I was entering the building.
3.
Because
his car was much too small, he decided to sell it.
4.
He won’t pass the examination unless he study harder.
5.
Wherever
he went, he was warmly received.
6.
That executive actc because he owns the company.
7.
Unless
I get the money on time, I can go on my vacation.
8.
Although
she spend a lot of money on clothes, they never seem to suit her.
9.
I have a lot of extra work to do while my assistant is on
vacation.
10.
After
they moved into an expensive apartment, they have become very snobbish.
11.
While
someone broke into her house and stole her jewelry, she was next door chatting
with her neighbour.
12.
It’s while
warm today when I’m going to
the beach.
13.
Although
my uncle has worked hard all his life, he could never save up enough money to
go on a long vacation.
14.
We will go to the theatre with you tonight if we can get a baby-sitter.
15.
Don’t give this package to him before he sign a receipt for it.
16.
We’re since
pleased with these new towels so that
we’re going to buy some more.
17.
Since
hitler believed that Germans were the master race, he set out to conquer all of
Europe.
18.
Althogh
I was in south America last year, I learned to speak Spanish.
19.
He looks so
that he hasn’t ever changed his clothes.
20.
Repairs will be made while they are necessary
Senin, 04 Juni 2012
Potret Kebangkitan Perempuan Indonesia
Pendahuluan
Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu mengenang jasa para pahlawannya, selain itu juga sangat melindungi dan melestarikan budayanya, termasuk adat-istiadat bangsanya. Hal ini merupakan modal berharga bagi upaya pemantapan ketahanan mental spiritual dalam menghadapi pengaruh negatif yang dibawa oleh arus globalisasi yang terjadi pada saat ini. Apabila tidak kita waspadai, bukan tidak mungkin bahwa hal itu akan bisa menimbulkan erosi terhadap budaya bangsa kita.Pada tahun 2008 ini kita melakukan refleksi perjalanan sejarah bangsa sejak Kebangkitan Nasional tahun 1908 sampai saat ini. Perempuan merupakan bagian dari bangsa Indonesia yang sejak dahulu kala berkiprah dalam berbagai bidang kehidupan. Karena itu membicarakan tentang kebangkitan Nasional, kita tidak boleh melupakan pula kebangkitan perempuan Indonesia sebagai bagian dari kebangkitan nasional.Setelah 100 tahun semangat kebangkitan nasional dikumandangkan dan menjelang 63 tahun Indonesia merdeka, kita masih harus mengejar pencapaian cita-cita para pendiri bangsa sebagai tujuan Pembangunan Nasional, yakni masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera secara merata. Kita masih harus meningkatkan lagi mutu pendidikan, kesehatan masyarakat dan tingkat ekonomi serta menghadapi berbagai tantangan baru dalam kehidupan kita.Perempuan adalah bagian dari masyarakat yang berhubungan sangat erat dengan masalah kesejahteraan masyarakat. Dalam keadaan krisis perekonomian, perempuanlah yang paling merasakan akibat dari krisis tersebut. Akan tetapi, dalam keadaan yang kritis, seringkali perempuan lebih mempunyai inisiatif, bangkit dan menggerakkan masyarakat sekitarnya untuk memperbaiki kondisi perekonomian, mulai dari perekonomian keluarga, meluas sampai ke perekonomian rakyat.
Kebangkitan Perempuan Indonesia
Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi.Gerakan kebangkitan nasional berhubungan dengan politik etis Hindia-Belanda yang memberi kesempatan bagi para bumiputera untuk bersekolah. Sebenarnya maksud pemerintah Hindia Belanda adalah untuk menghasilkan buruh-buruh terdidik, guru-guru, birokrat rendahan yang cukup terdidik, dokter-dokter yang mampu menangani penyakit menular pada bangsa pribumi. Tindakan ini dilakukan karena Hindia Belanda harus menekan biaya operasional tanah jajahan (Indonesia) yang terlalu mahal bila menggunakan tenaga impor dari Belanda.Meskipun yang diizinkan memasuki sekolah Belanda saat itu hanyalah kaum bangsawan, priyayi, dan kaum elite, ternyata para pemuda bumiputera kemudian berbondong-bondong memasuki Sekolah Rakyat, HIS, MULO dan HBS, hingga sekolah dokter (STOVIA), dan sekolah guru (Kweekschool). Dengan bersekolah mereka mampu membaca buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris. Buku-buku ini membuka mata dan hati pelajar dan mahasiswa tentang perjuangan pembebasan nasional di seluruh negeri di bumi ini. Dibukanya sekolah-sekolah Belanda untuk elite pribumi dan para ningrat, telah menghasilkan sekumpulan orang-orang muda berpendidikan Barat yang kelak menjadi tulang punggung gerakan pembebasan nasional.Pencerahan dalam dunia pendidikan tersebut menggugat orang-orang muda untuk berkumpul, berbicara, berdiskusi dan menentukan. Tahun 1908 lahirlah organisasi yang dinamakan Budi Utomo. Sebelum Budi Utomo berdiri, telah lahir seorang pejuang perempuan, yaitu R.A. Kartini (1879-1904). Beliau adalah pelopor dan pendahulu perjuangan untuk pendidikan perempuan dan persamaan hak perempuan. Kartini berpendapat bahwa bila perempuan ingin maju dan mandiri, maka perempuan harus mendapat pendidikan. Kartini selama ini kita kenal sebagai seorang pejuang emansipasi perempuan, terutama di bidang pendidikan. Kartinilah yang membangun pola pikir kemajuan, dengan cara menggugah kesadaran orang-orang sejamannya, bahwa kaum perempuan harus bersekolah. Tidak hanya di Sekolah Rendah, melainkan harus dapat meneruskan ke sekolah yang lebih tinggi, sejajar dengan saudara-saudaranya yang laki-laki.Bagi Kartini, perempuan harus terpelajar sehingga dapat bekerja sendiri, mencari nafkah sendiri, mengembangkan seluruh kemampuan dirinya, dan tidak tergantung pada siapa pun, termasuk suaminya. Mengingat suasana pada waktu itu, ketika adat feodal masih sangat kental di sekeliling R.A. Kartini, maka dapat kita bayangkan, betapa maju dan progresifnya pikiran R.A. Kartini tersebut. Selain itu, meskipun dalam situasi pingitan, terisolasi, dan merasa sunyi, Kartini mampu membangun satu gagasan politik yang progresif pada jaman itu, baik untuk kepentingan kaum perempuan maupun bagi para kawula miskin di tanah jajahan.Namun sayang, selama ini ada bias gender dalam penulisan sejarah tentang perjuangan R.A. Kartini. Sebagai sosok perempuan cerdas dengan cara pandang yang sangat hebat pada saat itu, penulisan sejarah tentang beliau lebih banyak menonjolkan sisi keperempuanan R.A. Kartini dibandingkan dengan sisi intelektualnya. Penggambaran tokoh perempuan sedemikian rupa sehingga tidak dapat dilepaskan dari konstruksi sosial yang berlaku di masyarakat, yaitu menempatkan perempuan dalam konteks keterbatasan yang dianggap telah sesuai dengan "kodratnya" sebagai seorang perempuan, beliau bukan dianggap sebagai salah satu perintis nasionalisme etnis di Nusantara (Jawa), yang berdampak pada era pra-kemerdekaan Indonesia (lihat: Arbaningsih, 2005: 6).Gagasan-gagasan brilian dari Kartini tersebut kemudian diikuti oleh beberapa tokoh perempuan lainnya, seperti Raden Dewi Sartika yang mendirikan Sekolah Keutamaan Isteri di Bandung dan Rohanna Kudus yang mendirikan perusahaan penerbitan koran Soenting Malajoe. Namun Kartini sendiri tetap sebagai Sang Pemula. Beliau adalah simbol gerakan perempuan Indonesia yang mengawali seluruh tradisi dan intelektual gerakan perempuan Indonesia, berikut gagasan paling awal dalam melihat ketertindasan rakyat di bawah feodalisme dan kapitalisme. Mungkin saja bahwa gagasan dari R.A. Kartini ini turut menginspirasi Dr. Soetomo untuk membentuk pergerakan kebangsaan yang berbentuk Kebangkitan Nasional.Namun, jauh sebelum sejumlah priyayi terdidik Jawa mengumumkan berdirinya Budi Utomo, perjuangan melawan Belanda telah dimulai di mana-mana. Perjuangan saat itu bukan untuk pembebasan Indonesia, karena gagasan pembebasan Indonesia belum lahir sebagai sebuah realitas, tetapi masih untuk pembebasan tanah leluhur, gunung-gunung, bukit, sungai, pulau dan rakyatnya. Di akhir abad ke-19, perempuan-perempuan muda mulai terlibat dalam perjuangan bersenjata melawan penjajah. Meskipun awalnya hanya sebatas membantu suami atau saudara laki-lakinya, tetapi kemudian para perempuan ini sungguh-sungguh menjadi pemimpin pasukannya. Cut Nyak Dhien dan Cut Nyak Meutia bersama Teuku Umar, Martha Christina Tiahahu bersama Kapitan Pattimura, Emmy Saelan mendampingi Walter Monginsidi, serta Roro Gusik bersama Suropati. Pada era selanjutnya, muncul Maria Walanda Maramis dan Nyi Ageng Serang. Pada perjuangan mereka saat itu adalah untuk memajukan kaum perempuan sehingga terdidik dan terpelajar, sehingga mampu mandiri.Setelah kebangkitan nasional, perjuangan perempuan semakin terorganisir. Seiring dengan terbentuknya berbagai organisasi nasional atau pun partai politik, maka pergerakan perempuan pun mulai terbentuk, baik sebagai sayap atau bagian dari organisasi perempuan yang sudah ada, atau pun membentuk wadah organisasi perempuan tersendiri yang dilaksanakan oleh perjuangan perempuan di satu sektor atau tingkat tertentu. Di sisi lain, perkembangan gerakan berbasiskan agama, seperti Muhammadiyah, turut pula membentuk polarisasi dalam gerakan perempuan, yaitu Aisyiah. Berbagai karya jurnalisme pun bertebaran, bukan hanya dalam Bahasa Belanda, melainkan terutama dalam bahasa Melayu. Sejalan dengan itu, kiprah sejumlah sastrawati mulai muncul ke permukaan. Gairah nasionalisme tengah mencari jalan untuk memodernisasikan dirinya.Gerakan perempuan pun terus berkembang dan menyesuaikan dinamikanya dengan perkembangan perjuangan kebangkitan bangsa. Nasionalisme menjadi gagasan yang diterima di seluruh kekuatan politik yang ada, sehingga konsepsi persatuan menjadi lebih mudah untuk diwujudkan. Karena itu, setelah Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, Kongres Perempuan Indonesia tingkat nasional pertama kali diadakan di Yogyakarta pada tanggal 22 Desember 1928 yang dihadiri oleh hampir 30 organisasi perempuan. Kongres ini merupakan fondasi pertama gerakan perempuan, dan sebagai upaya konsolidasi dari berbagai organisasi perempuan yang ada. Kongres Pertama ini menghasilkan federasi oganisasi perempuan yang bernama Persatoean Perempoean Indonesia (PPI). Setahun kemudian PPI diubah menjadi PPII (Perikatan Perhimpunan Isteri Indonesia). PPII sangat giat di bidang pendidikan dan usaha penghapusan perdagangan perempuan. Pada tahun 1932, dalam kongresnya, PPII mengangkat isu perjuangan melawan perdagangan perempuan dan salah satu keputusan penting yang diambil adalah mendirikan Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak (P4A).2Setelah Kongres Perempuan Indonesia tingkat nasional pertama, organisasi perempuan semakin berkembang, yang ditandai dengan makin banyaknya jenis gerakan perempuan dan semakin terbuka wawasannya. Pada periode sebelumnya, lingkup kegiatan hampir semua organisasi perempuan hanya meliputi masalah emansipasi dan usaha menjadikan perempuan lebih sempurna dalam menjalankan peran tradisionalnya sebagai perempuan. Pada periode ini mulai muncul organisasi-organisasi yang membuka wawasan perempuan melampaui lingkup rumah tangga dan keluarga. Organisasi-organisasi baru ini menjadikan masalah-masalah politik dan agama sebagai pokok perhatiannya. Padahal sebelumnya semua organisasi yang bergabung dalam PPPI (Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia) menolak mencampuri urusan politik dan agama.Organisasi "Isteri Sedar" yang didirikan di Bandung pada tahun 1930, selain berjuang untuk kemerdekaan Indonesia juga memperjuangkan penghargaan dan kedudukan perempuan dan laki-laki agar sama dan sejajar. Organisasi ini juga bersikap kritis terhadap norma-norma adat, tradisi dan agama yang pada prakteknya merugikan kaum perempuan. Isteri Sedar bersikap anti dan selalu dengan pedas menyerang imperialisme dan kolonialisme.Pada bulan Juni 1932 beberapa organisasi yang tidak beazaskan agama bergabung menjadi satu dengan nama "Isteri Indonesia" yang memperjuangkan Indonesia merdeka dengan dasar demokrasi. Organisasi baru ini giat berusaha agar perempuan bisa duduk dalam dewan-dewan kota. Selain itu juga memperhatikan masalah perkawinan dan perceraian yang pada waktu itu pengaturannya banyak merugikan kaum perempuan.Pada kongresnya yang kedua, ketiga dan keempat (1935, 1938, dan 1941), PPPI membicarakan berbagai isu sekitar kewajiban kebangsaan (walaupun tetap dengan tekanan pada kewajiban menjadi Ibu Bangsa), masalah hak memilih dalam badan-badan perwakilan dan dewan kota, serta beberapa masalah politik lainnya.Selain organisasi-organisasi tersebut di atas, mulai muncul juga organisasi yang anggotanya terdiri dari para perempuan yang bekerja di luar rumah. Demikianlah pada tahun 1940 untuk pertama kalinya dibentuk di Jakarta, sebuah perkumpulan yang bernama Perkumpulan Pekerja Perempuan Indonesia, yang beranggotakan para perempuan yang bekerja di kantor, baik pemerintah ataupun swasta, sebagai guru, perawat, pegawai kantor, dan sebagainya. Namun, dilihat dari kegiatannya, organisasi organisasi tersebut belum dapat dikatakan sebagai organisasi profesi, karena pada umumnya kegiatan mereka ditekankan pada pendidikan keterampilan keperempuanan dan pemupukan kesadaran kebangsaan, sehingga tidak berbeda jauh dengan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi perempuan lainnya.Pada jaman Pendudukan Bala Tentara Jepang (1942-1945), penjajah Jepang melarang semua bentuk organisasi, termasuk organisasi perempuan dan membubarkannya. Kemudian dibentuk organisasi-organisasi baru dengan dalih sebagai propaganda untuk kepentingan dan kemakmuran bangsa-bangsa Asia Timur Raya. Untuk organisasi perempuan yang dibentuk oleh para isteri pegawai di daerah-daerah, dan diketuai oleh isteri masing-masing kepala daerah, dan disebut Fujinkai. Kegiatan Fujinkai dibatasi hanya pada urusan-urusan keperempuanan dan peningkatan keterampilan domestik, selain kegiatan menghibur tentara yang sakit dan kursus buta huruf. Bagi para perempuan yang mempunyai wawasan luas, pembatasan ini merisaukan dan mereka tidak ikut masuk Fujinkai. Kenyataan ini menjadikan adanya dua jenis orientasi di kalangan aktivis perempuan, yaitu mereka yang berkooperasi dengan pemerintah bala tentara Dai Nippon dan yang non-kooperatif atau memilih bergerak diam-diam di bawah tanah.Setelah kemerdekaan, organisasi perempuan kembali bergerak, akan tetapi karena pada awal kemerdekaan Negara Republik Indonesia masih diliputi oleh perjuangan mempertahankan kemerdekaan, maka perjuangan perempuan Indonesia adalah mendukung para pejuang dalam gerilya atau pertempuran. Selanjutnya setelah di Indonesia diperbolehkan mendirikan partai politik, maka sejumlah perempuan masuk menjadi anggota partai politik, bahkan pada tahun 1948 sempat berdiri Partai Wanita Rakyat atas inisiatif Ibu Sri Mangunsarkoro di Yogyakarta. Partai ini berazaskan ketuhanan, kerakyatan, kebangsaan dan mempunyai program perjuangan yang sangat militan. Demikian juga dengan keputusan kongres Kowani pada tahun 1948 dan 1949, sangat sarat dengan muatan politis dan dengan semangat yang militan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sampai dengan tahun 1950, hasil politik yang dicapai kaum perempuan cukup banyak. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat pun meningkat. Hal inilah yang memungkinkan perempuan untuk turut dalam pengambilan keputusan dan pembuatan undang-undang. Demikian juga di bidang eksekutif, pada tahun 1950 telah diangkat dua orang menteri perempuan, yaitu Ny. Maria Ulfah Santoso sebagai Menteri Sosial dan Ny. S.K. Trimurti sebagai Menteri Perburuhan.Setelah tahun 1950, organisasi perempuan berkembang seiring dengan berkembangnya partai-partai di Indonesia. Banyak organisasi perempuan yang menjadi bagian perempuan dari suatu partai, seperti Wanita Marhaenis, Gerakan Wanita Sosial, Gerwani, dan lain-lain.
Ada pula partai yang bergerak dan merupakan bagian dari organisasi keagamaan, seperti Aisyiah, Wanita Katolik, selain itu juga organisasi perempuan yang berdiri sendiri tanpa ikatan dengan partai lain, seperti Perwari, dan banyak lagi organisasi perempuan yang bergerak di bidang sosial dan kesejahteraan masyarakat.Pada tahun 1952, lahir organisasi yang menghimpun para isteri Kementerian Dalam Negeri yang sifatnya nonpolitik, namun tetap mengikuti perkembangan jaman. Selain dari isteri pegawai Departemen Dalam Negeri, masing-masing departemen juga membentuk perkumpulan isteri pegawainya, sehingga seluruhnya ada 19 organisasi isteri pegawai di masing-masing departemen, misalnya, Artha Kencana (Dep.Keuangan), Idhata (Dep. Pendidikan dan Kebudayaan), dan lain-lain.Pada perkembangan selanjutnya, pada masa Orde Baru semua organisasi isteri karyawan departemen bergabung dan melebur menjadi Dharma Wanita yang didirikan pada 5 Agustus 1974. Isteri dari Angkatan Bersenjata pun berhimpun menurut kesatuan suaminya masing-masing, seperti Persit, Bayangkari.Selain organisasi perempuan sebagai isteri pegawai, banyak juga organisasi perempuan yang berdiri berdasarkan profesi dari masing-masing karier dan profesi, termasuk dalam Angkatan Bersenjata, seperti perkumpulan perempuan dalam bidang jurnalistik, arkheologi, kesenian, pertanian dan lain-lain, sedangkan dalam Angkatan Bersenjata perempuan bergabung dalam Polisi Wanita, Wanita Angkatan Udara, Korps Wanita Angkatan Darat, dan Korps Wanita Angkatan Laut.Pada jaman Orde Baru, pemerintah telah menyadari bahwa perempuan perlu diberi peran dalam pembangunan. Untuk itu, perempuan dihimpun dalam tiga organisasi utama, yaitu PKK, Dharma Wanita, dan Dharma Pertiwi, yang menyebar mulai dari pusat sampai ke daerah pedesaan. Dharma Wanita adalah organisasi yang dimaksudkan bagi para isteri pegawai sipil, sedangkan Dharma Pertiwi adalah wadah berorganisasi bagi para isteri tentara dan polisi, sedangkan PKK atau Pembinaan Kesejahteraan Keluarga untuk kaum perempuan di masyarakat.Khusus untuk PKK, sebenarnya sasaran organisasi ini adalah untuk seluruh keluarga, namun pada perkembangannya, terpusat pada peran perempuan. Hal ini disebabkan oleh pentingnya peran serta perempuan dalam pembinaan keluarga, yang nantinya akan berdampak pula pada pembinaan dan kesejahteraan masyarakat, bangsa, dan negara.3
Kegiatan ketiga organisasi ini di samping untuk mengabdi pada program-program pemerintah, juga untuk membangun kaum perempuan lainnya dalam menjalankan peran perempuan Indonesia yang saat itu belum merasakan manfaat dari peran sertanya dalam pembangunan.Pada dekade akhir pemerintahan Orde Baru, isu gender mulai muncul, sehingga disadari bahwa perempuan harus diberdayakan. Dalam pembangunan yang bernuansa gender, perempuan dan laki-laki harus selalu mendapat akses yang sama dalam pembangunan, dapat berpartisipasi dan dapat mempunyai kesempatan yang sama dalam penetapan keputusan dan akhirnya dapat menikmati keuntungan dari pembangunan tersebut secara bersama-sama.
Kegiatan ketiga organisasi ini di samping untuk mengabdi pada program-program pemerintah, juga untuk membangun kaum perempuan lainnya dalam menjalankan peran perempuan Indonesia yang saat itu belum merasakan manfaat dari peran sertanya dalam pembangunan.Pada dekade akhir pemerintahan Orde Baru, isu gender mulai muncul, sehingga disadari bahwa perempuan harus diberdayakan. Dalam pembangunan yang bernuansa gender, perempuan dan laki-laki harus selalu mendapat akses yang sama dalam pembangunan, dapat berpartisipasi dan dapat mempunyai kesempatan yang sama dalam penetapan keputusan dan akhirnya dapat menikmati keuntungan dari pembangunan tersebut secara bersama-sama.
Keadaan Perempuan Indonesia Masa Kini
Keadaan perempuan masa kini, berkat inspirasi dari R.A. Kartini, telah banyak mendorong perempuan Indonesia untuk mencapai pendidikan tinggi. Perempuan telah mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk bersekolah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah murid perempuan dan laki-laki seimbang pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP). Akan tetapi jumlah perempuan makin berkurang seiring dengan meningkatnya jenjang sekolah. Hal ini disebabkan oleh masih adanya diskriminasi dalam keluarga terhadap anak perempuan untuk bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini terkait pada masih kuatnya budaya patriarki, yang menganggap bahwa "setinggi-tinggi perempuan bersekolah, akhirnya akan masuk dapur juga." Dengan adanya diskriminasi terhadap anak perempuan untuk bersekolah, maka persentase anak perempuan yang mencapai pendidikan minimal (Wajar 9 tahun) jauh lebih rendah dari anak laki-laki; begitu juga jumlah buta huruf perempuan pada umur 15-45 tahun jumlahnya 2-3 kali lebih banyak dari laki-laki. Rendahnya pendidikan perempuan berakibat pada usaha untuk mencari nafkah dan pemeliharaan kesehatan individu dan keluarganya. Semua ini mengakibatkan rendahnya Kualitas Hidup Perempuan (KHP).Diskriminasi terhadap perempuan setelah kemerdekaan 63 tahun ini tidak hanya terjadi pada kesempatan bersekolah bagi anak perempuan saja, melainkan masih pula terjadi pada dunia pekerjaan, untuk peningkatan karier dan dalam dunia politik praktis. Kita semua mengetahui bahwa prestasi anak perempuan di semua tingkat pendidikan (mulai SD sampai universitas) selalu menduduki peringkat yang tertinggi. Meskipun penelitian mengenai hal ini belum dilakukan, akan tetapi berdasarkan pengalaman, dari 10 peringkat tertinggi dari tiap jenjang pendidikan, ternyata 60%-70% adalah murid atau mahasiswa perempuan. Perempuan juga sudah mampu mencapai pendidikan tertinggi, seperti S1, S2, S3. Tenaga pengajar perempuan bergelar guru besar juga telah semakin meningkat. Juga perempuan masa kini sudah mampu melaksanakan tugas-tugas yang sebelumnya dianggap sebagai tugas laki-laki seperti pilot, sopir bus, satpam, insinyur perminyakan, insinyur mesin, insinyur tambang, dan lain-lain.Meskipun demikian, ternyata masih banyak hambatan bagi perempuan untuk mencapai kedudukan atau peningkatan prestasi seperti yang diharapkan, apalagi untuk kedudukan pimpinan atau pengambil keputusan lainnya. Untuk mencapai kedudukan yang setara dengan kedudukan laki-laki, seperti kedudukan pimpinan, dan pengambil keputusan, perempuan dituntut untuk mempunyai kelebihan prestasi yang lebih menonjol, serta harus melalui perjuangan yang sangat berat, padahal tuntutan semacam ini bagi laki-laki pun tidak dirasa perlu. Perjuangan perempuan yang berat untuk mencapai suatu kedudukan, disebabkan karena masih banyak masyarakat Indonesia yang masih menganut paham patriarki, sehingga menghasilkan keputusan dan sikap yang bias gender. Keadaan ini menjadi lebih parah dengan adanya penafsiran yang salah dari hukum agama yang mempertajam keadaan bias gender.Ketimpangan dan kurangnya peran serta perempuan dan rendahnya Kualitas Hidup Perempuan (KHP), secara umum mengakibatkan lambatnya keberhasilan dalam Pembangunan Nasional. Bila KHP perempuan rendah dan tidak diajak untuk berperan serta dalam pembangunan, maka perempuan akan menjadi beban pembangunan. Sebaliknya, bila perempuan diberi kepercayaan untuk berperan dalam pembangunan nasional, maka perempuan akan menjadi mitra sejajar bagi laki-laki yang ikut bahu-membahu dan meringankan beban pembangunan.Berdasarkan laporan Program Pembangunan PBB (UNDP) dalamHuman Development Report tahun 2006, yang mengukur pembangunan kualitas manusia melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI), ternyata nilai IPM Indonesia 2005 adalah 69,6. Angka yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara Asean, dan berada dalam ranking sepertiga terakhir. Untuk mengukur pembangunan berdasarkan gender, dipakai Indeks Pembangunan Gender (IPG). IPG Indonesia tahun 2005 adalah 65,1, jadi IPG lebih rendah dari IPM, yang berarti masih terjadi kesenjangan gender dan menandakan bahwa kualitas hidup perempuan masih sangat tertinggal dari kualitas hidup laki-laki. Nilai IPG adalah perbedaan kualitas hidup antara perempuan dan laki-laki.Pengukuran IPM dan IPG berdasarkan tiga kategori, yaitu tingkat pendidikan, kesehatan, dan kemampuan ekonomi masyarakat. Bedanya, pada IPG memakai pengukuran dibedakan antara perempuan dan laki-laki. Pengukuran lain yang menunjukkan ketimpangan peran laki-laki dan perempuan ditunjukkan juga dengan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), yaitu indeks yang memperlihatkan peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik serta pengambilan keputusan. Semua kategori pengukuran IPM, IPG maupun IDG di Indonesia masih sangat tertinggal, keadaan ini diperparah dengan terjadinya konflik antarsuku, budaya agama dan lain-lain. Kejadian kekerasan terhadap perempuan juga dapat menghambat pembangunan, karena dengan adanya kekerasan ini perempuan makin terpuruk dan makin tertinggal, sedangkan jumlah penduduk Indonesia, perempuan dan laki-laki hampir sama.Diskriminasi terhadap perempuan juga masih terjadi di Indonesia, keadaan ini ditandai oleh:
- Tradisi yang mewajibkan perempuan mengurus urusan rumah tangga, atau tradisi yang melarang perempuan mengemukakan pendapat dalam kondisi apa pun.
- Dalam bidang pendidikan, meskipun kesempatan sudah sangat terbuka bagi perempuan untuk sekolah setinggi-tingginya, namun bila biaya pendidikan dalam keluarga terbatas, maka anak perempuan harus mengalah kepada anak laki-laki. Bila beasiswa didapat oleh seorang perempuan bersuami, maka ijin dari suami mutlak didapatkan oleh sang isteri. Demikian pula, ketika seorang perempuan sudah menikah dan mempunyai anak, maka pendidikan pun biasanya dihentikan demi kepentingan keluarga.
- Dalam bidang ekonomi, menurut survei terakhir, pendapatan perempuan biasanya hanya 60% dari pendapatan pria untuk waktu kerja dan posisi yang sama, ditambah kesalahan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam mendata pelaku ekonomi di sebuah keluarga. Bila sebuah keluarga, di mana seorang isteri berusaha di rumah seperti membuat kue atau pisang goreng untuk dijual, biasanya BPS hanya mendata isteri tersebut sebagai Ibu Rumah Tangga saja sehingga secara statistik, perempuan sedikit sekali berperan dalam sektor ekonomi. Padahal kenyataannya tidaklah demikian.
- Dalam peningkatan karier di pekerjaan, meskipun perempuan mempunyai prestasi yang baik di sekolah maupun dalam pekerjaan, dalam penentuan kenaikan jabatan atau peningkatan karier perempuan, selalu dikalahkan dengan alasan yang sangat bias gender.
- Partisipasi politik perempuan di Indonesia hanya 11% di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan 22% di DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
- Dalam bidang kesehatan, Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan di Indonesia sangat tinggi karena gizi yang buruk, anemia dan aborsi. Aborsi pun banyak dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga di Indonesia karena sudah terlalu banyak anak. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian masyarakat, keluarga, dan para pejabat terhadap usaha pemberdayaan perempuan.
Penutup
Ketertinggalan kaum perempuan ternyata menjadi permasalahan yang tidak saja merugikan perempuan itu sendiri, akan tetapi juga merugikan pembangunan nasional/daerah secara keseluruhan. Jumlah penduduk perempuan adalah hampir sama dengan penduduk laki-laki, karena itu peran perempuan sangat berarti. Saya dapat mengatakan bahwa lambatnya pembangunan Indonesia selama hampir 63 tahun merdeka ini disebabkan karena kaum perempuan kurang berperan atau tidak diberi kesempatan untuk berperan dalam pembangunan, baik nasional maupun daerah. Sebagaimana telah saya singgung di atas, dalam melaksanakan program pembangunan, bila perempuan mempunyai kualitas hidup yang optimal, maka perempuan akan dapat bekerjasama dengan baik sebagai mitra sejajar laki-laki dalam pembangunan nasional/daerah. Sebaliknya, bila perempuan dibiarkan tidak berdaya atau kualitas hidupnya dibiarkan rendah, maka perempuan akan menjadi beban pembangunan, sehingga pembangunan akan terhambat.Perempuan Indonesia harus menjadi manusia Indonesia yang bermartabat dan maju, tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain, juga harus mampu berperan aktif dalam pergaulan nasional maupun internasional. Diperlukan motivator untuk mendorong kaum perempuan untuk lebih berprestasi. Visi pembangunan pemberdayaan perempuan adalah tercapainya keadilan dan kesetaraan gender dalam keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dalam pencapaiannya perlu dilaksanakan berbagai ragam kegiatan. Salah satu upaya yang ingin dicapai adalah meningkatkan kualitas hidup perempuan serta perlindungan perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan. Secara nyata dan kita sadari bersama bahwa seiring dengan perkembangan globalisasi, maka reformasi dan kehidupan yang demokratis dalam melaksanakan pemberdayaan perempuan di masa-masa mendatang akan menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Secara obyektif, hingga saat ini kendala dan tantangan di lapangan nampak semakin jelas dan menunjukkan betapa kesenjangan peran antara laki-laki dan perempuan nampak begitu kentara. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya kebijakan-kebijakan publik yang masih sering mengabaikan perempuan sebagai titik perhatiannya, yang disebabkan oleh konsep gender yang belum banyak dipahami oleh berbagai pihak.Kita semua memahami bahwa apa yang kita upayakan selama ini untuk memberikan yang terbaik bagi peningkatan kualitas kaum perempuan, bukanlah hal yang mudah dan sederhana. Kami menyadari bahwa pemahaman akan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) masih sangat bervariasi tingkatannya. Pelaksanaan pengarusutamaan gender yang merupakan strategi untuk mengintegrasikan gender ke dalam kebijakan dan program pembangunan di seluruh sektor pembangunan memerlukan suatu mekanisme kerja yang kuat, yang didukung dengan kualitas sumber daya manusianya.Kaum perempuan Indonesia, menurut pengamatan saya, bila diberi kesempatan akan mampu meningkatkan kualitasnya. Mereka adalah aset dan potensi pembangunan, dan kita harus terus melakukan strategi kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dalam pembangunan nasional agar mereka tidak menjadi beban pembangunan. Bila perempuan dihambat untuk diberdayakan, maka dengan sendirinya juga akan menghambat upaya optimal untuk memajukan Pembangunan Nasional kita.
Langganan:
Postingan (Atom)