Minggu, 21 Oktober 2012

Undang-Undang Perkoperasian


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                             NOMOR 12 TAHUN 1967
                                  TENTANG
                          POKOK-POKOK PERKOPRASIAN

                      DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                   KAMI, PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
1.   bahwa Undang-undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian mengandung pikiran-
     pikiran yang nyata-nyata hendak:
     a.   menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung daripada politik,
          sehingga mengabaikan Koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat;
     b.   menyelewengkan landasan-landasan azas-azas dan sendi- sendi dasar Koperasi
          dari kemurniannya;
2.   a.   bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang- undang baru yang sesuai
          dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana dituangkan dalam Ketetapan-
          ketetapan M.P.R.S. Sidang ke-IV dan Sidang istimewa untuk memungkinkan bagi
          Koperasi mendapatkan kedudukan hukum dan tempat yang semestinya sebagai
          wadah organisasi perjuangan ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan sebagai alat
          pendemokrasian ekonomi nasional;
     b.   bahwa Koperasi bersama-sama dengan sektor ekonomi Negara dan Swasta
          bergerak di segala sektor kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa dalam rangka
          memampukan dirinya bagi usaha-usaha mewujudkan masyarakat Sosialisme
          Indonesia berdasarkan Pancasila yang adil dan makmur diridhoi Tuhan Yang Maha
          Esa;
3.   bahwa berhubung dengan itu, maka Undang-undang No. 14 tahun 1965 perlu dicabut dan
     perlu disusun suatu Undang-undang baru yang mencerminkan jiwa, serta cita-cita yang
     terkandung dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) berikut penjelasannya.


Mengingat:
1.   Pasal 5 ayat 1 yo. pasal 20 dan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;
2.   Ketetapan M.P.R.S. No. XIX/MPRS/1966;
3.   Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966;
4.   Ketetapan M.P.R.S. No. XXXIII/MPRS/1967.

                             Dengan Persetujuan:
                  DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG-ROYONG,

                                    MEMUTUSKAN:

Mencabut:
Undang-undang No.14 tahun 1965 tentang Perkoperasian
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG POKOK-POKOK PERKOPERASIAN

                                      BAB I
                            KETENTUAN-KETENTUAN UMUM

                                           Pasal 1
Yang dimaksud di dalam Undang-undang ini dengan:
Koperasi: adalah organisasi ekonomi rakyat, termaksud dalam Bab III pasal 3 yang didirikan
menurut ketentuan di dalam Bab XII pasal 44 Undang-undang ini.
Perkoperasian: adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi yang meliputi
bidang-bidang idiil, organisasi dan usaha.
Menteri: adalah Menteri yang diserahi urusan Perkoperasian.
Pejabat: adalah Pejabat yang diangkat oleh dan mendapat kuasa khusus dari Pemerintah atau
Menteri untuk beberapa soal Perkoperasian.

                                      BAB II
                           LANDASAN-LANDASAN KOPERASI

                                           Pasal 2
(1)   Landasan idiil Koperasi Indonesia adalah Pancasila.
(2)   Landasan strukturil Koperasi Indonesia adalah Undang-undang Dasar 1945 dan
      landasan geraknya adalah pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 beserta
      penjelasannya.
(3)   Landasan mental Koperasi Indonesia adalah setia kawan dan kesadaran berpribadi.

                                     BAB III
                         PENGERTIAN DAN FUNGSI KOPERASI

                                       BAGIAN 1
                                   Pengertian Koperasi

                                          Pasal 3
Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial beranggotakan
orang-orang atau badan-badan hukum Koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi
sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.

                                       BAGIAN 2
                                     Fungsi Koperasi

                                         Pasal 4
Fungsi Koperasi Indonesia adalah:
(1)  alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat,
(2)  alat pendemokrasian ekonomi nasional,
(3)  sebagai salah satu urat nadi perekonomian Indonesia,
(4)   alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa
      Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat.

                                      BAB IV
                          AZAS DAN SENDI DASAR KOPERASI

                                       BAGIAN 3
                                     Azas Koperasi

                                         Pasal 5
Azas Koperasi Indonesia adalah kekeluargaan dan kegotongroyongan.

                                       BAGIAN 4
                               Sendi-sendi dasar Koperasi

                                          Pasal 6
Sendi-sendi dasar Koperasi Indonesia adalah:
(1)   sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara Indonesia,
(2)   rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi, sebagai pencerminan demokrasi dalam
      Koperasi,
(3)   pembagian sisa hasil usaha diatur menurut jasa masing-masing anggota,
(4)   adanya pembatasan bunga atas modal,
(5)   mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya,
(6)   usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka,
(7)   Swadaya, swakerta dan swasembada sebagai pencerminan dari pada prinsip dasar:
      percaya pada diri sendiri.

                                       BAB V
                                 PERANAN DAN TUGAS

                                          Pasal 7
Koperasi Indonesia, dalam rangka pembangunan ekonomi dan perkembangan kesejahteraan
anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, berperanan serta bertugas untuk:
(1)  mempersatukan, mengerahkan, membina dan mengembangkan potensi, daya kreasi,
     daya usaha rakyat untuk meningkatkan produksi dan mewujudkan tercapainya
     pendapatan yang adil dan kemakmuran yang merata,
(2)  mempertinggi taraf hidup dan tingkat kecerdasan rakyat,
(3)  membina kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi.

                                          Pasal 8
Di dalam melakukan peranan dan tugas dimaksud di atas, Koperasi Indonesia dapat bekerja
sama dengan sektor-sektor Perusahaan-perusahaan Negara dan Swasta.
Kerjasama tersebut diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengorbankan azas dan sendi-sendi
dasar Koperasi Indonesia sendiri.
Pengaturan selanjutnya dilakukan dengan peraturan Pemerintah.
                                  BAB VI
                  KEANGGOTAAN, KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA

                                           Pasal 9
(1)   Keanggotaan Koperasi terdiri dari orang-orang atau badan-badan hukum Koperasi-
      koperasi.
(2)   Keanggotaan Koperasi dibuktikan dengan pencatatan dalam Buku Daftar Anggota yang
      diselenggarakan oleh Pengurus menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
      Pejabat.

                                         Pasal 10
Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang:
(1)  mampu untuk melakukan tindakan hukum,
(2)  menerima landasan idiil, azas dan sendi dasar koperasi,
(3)  sanggup dan bersedia melakukan kewajiban-kewajiban dan hak sebagai anggota,
     sebagaimana tercantum dalam Undang-undang ini, Anggaran Dasar dan Anggaran
     Rumah Tangga serta Peraturan Koperasi lainnya.

                                         Pasal 11
(1)   Keanggotaan Koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan dalam usaha Koperasi.
(2)   Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah syarat-syarat di dalam
      Anggaran Dasar dipenuhi.
(3)   Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan dengan dalih atau jalan apapun.

                                         Pasal 12
Setiap anggota Koperasi mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang sama:
(1)   Dalam mengamalkan:
      a.    Landasan-landasan, azas dan sendi dasar koperasi;
      b.    Undang-undang, peraturan pelaksanaannya, Anggaran Dasar dan Anggaran
            Rumah Tangga Koperasi;
      c.    Keputusan-keputusan Rapat Anggota.
(2)   untuk hadir dan secara aktif mengambil bagian dalam Rapat-rapat Anggota.

                                          Pasal 13
Setiap anggota Koperasi mempunyai hak yang sama untuk:
(1)   menghadiri, menyatakan pendapat dan memberikan suara dalam rapat anggota,
(2)   memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus/Badan Pemeriksa,
(3)   meminta diadakannya rapat Anggota menurut ketentuan- ketentuan dalam Anggaran
      Dasar,
(4)   mengemukakan pendapat atau saran-saran kepada Pengurus di luar rapat, baik diminta
      atau tidak diminta,
(5)   mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota,
(6)   melakukan pengawasan atas jalannya organisasi dan usaha- usaha Koperasi menurut
      ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar.

                                        BAB VII
                           ORGANISASI DAN JENIS KOPERASI

                                        BAGIAN 5
                                    Organisasi Koperasi

                                          Pasal 14
(1)   Sekurang-kurangnya 20 (Dua puluh) orang yang telah memenuhi syarat-syarat
      termaksud di dalam pasal 10 dapat membentuk sebuah Koperasi.
(2)   Di dalam hal di mana syarat yang dimaksud di dalam ayat (1) pasal ini tidak dapat
      dipenuhi, Menteri dapat menentukan lain.

                                           Pasal 15
(1)   Sesuai dengan kebutuhan dan untuk maksud-maksud effisiensi, Koperasi-koperasi dapat
      memusatkan diri dalam Koperasi tingkat lebih atas.
(2)   Koperasi tingkat terbawah sampai dengan tingkat teratas dalam hubungan pemusatan
      sebagai tersebut dalam ayat (1) pasal ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
      dipisah- pisahkan.
(3)   Koperasi tingkat lebih atas berkewajiban dan berwenang menjalankan bimbingan dan
      pemeriksaan terhadap Koperasi tingkat bawah.
(4)   Hubungan antar tingkat Koperasi sejenis diatur dalam Anggaran Dasar masing-masing
      Koperasi sejenis.
(5)   Menteri mengatur lebih lanjut pelaksanaan dari ayat (1) pasal ini.

                                          Pasal 16
(1)   Daerah kerja Koperasi Indonesia pada dasarnya didasarkan pada kesatuan wilayah
      administrasi Pemerintahan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi.
(2)   Di dalam hal di mana ketentuan ayat (1) pasal ini tidak dapat dipenuhi, Menteri
      menentukan lain.

                                         BAGIAN 6
                                       Jenis Koperasi

                                           Pasal 17
(1)   Penjenisan Koperasi didasarkan pada kebutuhan dari dan untuk effisiensi suatu
      golongan dalam masyarakat yang homogeen karena kesamaan aktivitas/kepentingan
      ekonominya guna mencapai tujuan bersama anggota-anggotanya.
(2)   Untuk maksud effisiensi dan ketertiban, guna kepentingan dan perkembangan Koperasi
      Indonesia, di tiap daerah kerja hanya terdapat satu Koperasi yang sejenis dan setingkat.
(3)   Dalam hal ketentuan ayat (2) pasal ini tidak dapat dilaksanakan, Menteri dapat
      menentukan lain.

                                           Pasal 18
(1)   Koperasi-koperasi dari berbagai jenis dapat mendirikan organisasi Koperasi jenis lain
      untuk tujuan ekonomi.
(2)   Untuk memperjuangkan tercapainya cita-cita, tujuan dan kepentingan bersama Koperasi
      Indonesia, didirikan satu Badan oleh gerakan Koperasi, yang bentuk organisasinya
      tunggal.
(3)   Menteri memberikan pengesahan sebagai Badan Hukum bagi Badan yang dimaksud
      dalam ayat (2) di atas.
(4)   Badan tersebut pada ayat (3) tidak melakukan kegiatan ekonomi secara langsung.

                                   BAB VIII
                    ALAT PERLENGKAPAN ORGANISASI KOPERASI

                                         Pasal 19
(1)   Alat perlengkapan organisasi Koperasi terdiri dari:
      1.    Rapat Anggota,
      2.    Pengurus,
      3.    Badan Pemeriksa.
(2)   Bagi kepentingan Koperasi dapat diadakan Dewan Penasehat.

                                        BAGIAN 7
                                      Rapat Anggota

                                          Pasal 20
(1)   Rapat Anggota merupakan kekuasaan tertinggi dalam tata kehidupan Koperasi.
(2)   Keputusan Rapat Anggota sejauh mungkin diambil berdasarkan hikmah kebijaksanaan
      dalam permusyawaratan.
      Dalam hal tidak tercapai kata mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(3)   Dalam hal diadakan pemungutan suara Rapat Anggota, maka tiap-tiap anggota
      mempunyai hak suara sama/satu.
(4)   Bagi Koperasi yang anggotanya Badan-badan Hukum Koperasi dan Koperasi-koperasi
      menurut tingkat atasnya, ketentuan dalam ayat (3) pasal ini dilakukan menurut suara
      berimbang yang pengaturannya lebih lanjut ditetapkan di dalam Anggaran Dasar.
(5)   Untuk menghadiri Rapat Anggota seseorang anggota tidak dapat mewakilkan kepada
      orang lain.

                                         Pasal 21

Rapat Anggota Koperasi Indonesia menetapkan:
(1)   Anggaran Dasar,
(2)   Kebijaksanaan umum serta pelaksanaan keputusan-keputusan Koperasi yang lebih atas,
(3)   Pemilihan/pengangkatan/pemberhentian Pengurus dan Badan Pemeriksa/Penasehat,
(4)   Rencana kerja, Anggaran Belanja, pengesahan Neraca dan kebijaksanaan Pengurus
      dalam bidang organisasi dan perusahaan,

                                        BAGIAN 8
                                    Pengurus Koperasi

                                           Pasal 22
(1)   Pengurus Koperasi dipilih dari dan oleh anggota dalam suatu Rapat Anggota, sedang
      bagi Koperasi yang beranggotakan Badan-badan Hukum Koperasi, Pengurusnya dipilih
      dari anggota-anggota Koperasi.
(2)   Syarat-syarat untuk dapat dipilih atau diangkat sebagai anggota Pengurus ialah:
      a.     mempunyai sifat kejujuran dan keterampilan kerja;
      b.     syarat-syarat lain yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.
(3)   Di dalam hal Rapat Anggota tidak berhasil memilih seluruh anggota Pengurus dari
      kalangan anggota menurut ketentuan ayat (1), maka Rapat Anggota dapat memilih untuk
      diangkat orang bukan anggota dengan memperhatikan syarat-syarat di dalam ayat (2)
      dengan jumlah maksimum sepertiga dari jumlah Pengurus.
(4)   Masa jabatan Pengurus ditentukan dalam Anggaran Dasar dengan ketentuan tidak boleh
      lebih dari 5 (lima) tahun.
(5)   Sebelum mulai memangku jabatannya, anggota Pengurus mengangkat sumpah atau
      janji.

                                           Pasal 23
(1)   Tugas kewajiban Pengurus Koperasi adalah memimpin organisasi dan usaha Koperasi
      serta mewakilinya di muka dan di luar Pengadilan sesuai dengan keputusan-keputusan
      Rapat Anggota.
(2)   Pengurus dapat mempekerjakan seorang atau beberapa orang untuk melakukan
      pekerjaan sehari-hari.
(3)   Pengurus bertanggung jawab dan wajib melaporkan kepada Rapat Anggota:
      a.     Segala sesuatu yang menyangkut tata kehidupan Koperasi;
      b.     Segala laporan pemeriksaan atas tata kehidupan Koperasi; khusus mengenai
             laporan tertulis daripada Badan Pemeriksa, Pengurus menyampaikan pula
             salinannya kepada Pejabat.
(4)   Tiap-tiap anggota Pengurus harus memberi bantuan kepada Pejabat yang sedang
      melakukan tugasnya; untuk keperluan itu ia diwajibkan memberi keterangan yang diminta
      oleh Pejabat dan memperlihatkan segala pembukuan, perbendaharaan, serta persediaan
      dan alat-alat inventaris yang menjadi dan merupakan kekayaan Koperasi.
(5)   Pengurus wajib menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan menurut ketentuan-
      ketentuan yang tercantum di dalam Anggaran Dasar.
(6)   Pengurus wajib mengadakan buku daftar Anggota Pengurus yang cara penyusunannya
      dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Pejabat.
(7)   Pengurus harus menjaga kerukunan anggota dan melayaninya sesuai dengan pasal 13
      ayat (4) dan ayat (6).

                                       Pasal 24
Pengurus berwenang melakukan tindakan-tindakan dan upaya-upaya bagi kepentingan dan
kemanfaatan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan Keputusan-keputusan Rapat
Anggota.

                                           Pasal 25
(1)   Pengurus baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri menanggung kerugian yang
      diderita oleh Koperasi karena kelawan atau kesengajaan yang dilakukan oleh anggota-
      anggota Pengurus.
(2)   Jika kelalaian itu mengenai sesuatu yang termasuk pekerjaan beberapa orang anggota
      Pengurus, maka mereka bersama menanggung kerugian itu.
(3)   Seseorang anggota Pengurus bebas dari tanggungannya, jika ia dapat membuktikan
      bahwa kerugian tadi bukan oleh karena kelalaiannya, serta ia telah berusaha dengan
      segera dan secukupnya untuk mencegah akibat dari kelalaian tadi.
(4)   Terhadap penggantian kerugian oleh anggota/anggota-anggota Pengurus yang dilakukan
      karena kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan
      tuntutan.
(5)   Mengenai berlakunya ketetapan di dalam ayat (1) pasal ini, masing-masing anggota
      Pengurus dianggap telah mengetahui segala sesuatu yang semestinya patut
      diketahuinya.

                                         Pasal 26
Jika seseorang anggota Pengurus yang dituntut untuk memenuhi tanggungannya dapat
membuktikan bahwa kerugian yang diderita oleh Koperasi. hanya untuk sebagian kecil
disebabkan kelalaiannya, maka dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut Hakim
Pengadilan Negeri dengan menyimpang dari ketentuan pasal 25 ayat (2), dapat menentukan
lain.

                                       BAGIAN 9
                                    Badan Pemeriksa

                                           Pasal 27
(1)   Anggota Badan Pemeriksa dipilih dari dan oleh anggota di dalam suatu Rapat Anggota.
(2)   Jabatan sebagai anggota Badan Pemeriksa tidak dapat dirangkap dengan jabatan
      Pengurus.
(3)   Ketentuan-ketentuan mengenai Pengurus termaksud dalam pasal 22 kecuali yang
      tersebut dalam ayat (3) berlaku pula bagi Badan Pemeriksa.

                                         Pasal 28
Badan Pemeriksa bertugas untuk:
(1)  melakukan pemeriksaan terhadap tata kehidupan Koperasi, termasuk organisasi, usaha-
     usaha dan pelaksanaan kebijaksanaan Pengurus,
(2)  membuat laporan tertulis tentang hasil pemeriksaan.

                                           Pasal 29
Badan Pemeriksa berwenang sewaktu-waktu untuk:
(1)  meneliti segala catatan tentang, serta seluruh harta kekayaan Koperasi dan kebenaran
     pembukuan,
(2)  mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan dari siapapun.

                                       Pasal 30
(1)   Badan Pemeriksa harus merahasiakan hasil-hasil pemeriksaannya terhadap pihak ketiga.
(2)   Badan Pemeriksa bertanggung jawab terhadap Rapat Anggota.

                                  BAB IX
              LAPANGAN USAHA, PERMODALAN DAN SISA HASIL USAHA

                                       BAGIAN 10
                                     Lapangan usaha

                                         Pasal 31
Lapangan usaha Koperasi adalah di bidang produksi dan di bidang ekonomi lainnya
berdasarkan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 dengan penjelasannya.

                                       BAGIAN 11
                                   Permodalan Koperasi

                                           Pasal 32
(1)   Modal Koperasi terdiri dan dipupuk dari simpanan-simpanan, pinjaman-pinjaman,
      penyisihan-penyisihan dari hasil usahanya termasuk cadangan serta sumber-sumber
      lain.
(2)   Simpanan anggota di dalam Koperasi terdiri atas:
      a.    simpanan pokok;
      b.    simpanan wajib;
      c.    simpanan sukarela;
(3)   Simpanan sukarela dapat diterima oleh Koperasi dari bukan anggota.

                                         Pasal 33
(1)   Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama anggota yang bersangkutan masih
      menjadi anggota Koperasi.
(2)   Simpanan wajib dapat diambil kembali dengan cara-cara yang diatur lebih lanjut di dalam
      Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga dan Keputusan-keputusan Rapat Anggota
      dengan mengutamakan kepentingan Koperasi.

                                        BAGIAN 12
                                 Sisa hasil usaha Koperasi

                                           Pasal 34
(1)   Sisa hasil usaha Koperasi adalah pendapatan Koperasi yang diperoleh di dalam satu
      tahun buku setelah dikurangi dengan penyusutan-penyusutan dan biaya-biaya dari tahun
      buku yang bersangkutan.
(2)   Sisa hasil usaha berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota dan juga bukan
      anggota.
(3)   Sisa hasil usaha yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota dibagi
      untuk:
      a.     Cadangan Koperasi;
      b.     Anggota sebanding dengan jasa yang diberikannya;
      c.     Dana Pengurus;
      d.     Dana pegawai/Karyawan;
      e.     Dana Pendidikan Koperasi;
      f.     Dana Sosial;
      g.     Dana Pembangunan Daerah Kerja.
(4)   Sisa hasil usaha yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk bukan anggota
      dibagi untuk:
      a.     Cadangan Koperasi;
      b.     Dana Pengurus;
      c.     Dana Pegawai/Karyawan;
      d.    Dana Pendidikan Koperasi;
      e.    Dana Sosial;
      f.    Dana Pembangunan Daerah Kerja.
(5)   Cara dan besarnya pembagian tersebut di dalam ayat (3) dan ayat (4) pasal ini diatur di
      dalam Anggaran Dasar.
(6)   Cara penggunaan sisa hasil usaha tersebut di dalam ayat (3) dan ayat (4) kecuali
      Cadangan Koperasi diatur di dalam Anggaran Dasar dengan mengutamakan
      kepentingan Koperasi.

                                         Pasal 35
(1)   Koperasi mengatur pemupukan dan penggunaan cadangan yang cara-caranya
      ditetapkan di dalam Anggaran Dasar.
(2)   Pada pembubaran Koperasi sisa kekayaan Koperasi setelah dipergunakan untuk
      menutup kerugian-kerugian Koperasi dan biaya-biaya penyelesaian, diberikan kepada
      perkumpulan Koperasi atau kepada Badan lain yang azas dan tujuannya sesuai dengan
      Koperasi.

                                        BAB X
                                 TANGGUNGAN ANGGOTA

                                            Pasal 36
(1)   Tanggungan anggota adalah kewajiban untuk menanggung bersama atas kerugian yang
      diderita, baik yang timbul pada penutupan tahun buku maupun pada pembubaran
      Koperasi.
(2)   Tanggungan anggota dapat bersifat tanggungan terbatas atau tanggungan tidak terbatas;
      setiap Anggaran Dasar Koperasi memuat salah satu sifat tanggungan tersebut di atas.
(3)   Dalam hal tanggungan anggota ditetapkan terbatas, maka kerugian yang timbul hanya
      dapat dibebankan kepada kekayaan Koperasi dan jumlah tanggungan anggota seperti
      yang ditetapkan di dalam Anggaran Dasar.
(4)   Pada waktu pembubaran Koperasi, anggota yang telah keluar tidak bebas dari kewajiban
      menanggung kerugian termaksud di dalam ayat (2) pasal ini, sepanjang kerugian ini
      timbul sebagai akibat dari salah satu kejadian di mana yang bersangkutan masih menjadi
      anggota dengan ketentuan bahwa saat keluarnya anggota tersebut belum lewat jangka
      waktu 12 bulan.
(5)   Dalam hal terdapat anggota/anggota-anggota sebagai penanggung kerugian Koperasi
      termaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, ternyata tidak mampu untuk membayar
      penuh jumlah tanggungannya, maka anggota-anggota yang lain diwajibkan menanggung
      kewajiban mereka yang tidak mampu itu, masing-masing sama besarnya.

                                        BAB XI
                                  PERANAN PEMERINTAH

                                         Pasal 37
Pemerintah berkewajiban untuk memberikan bimbingan, pengawasan, perlindungan dan
fasilitas terhadap Koperasi serta memampukannya untuk melaksanakan pasal 33 Undang-
undang Dasar 1945 beserta penjelasannya.

                                          Pasal 38
(1)   Guna melaksanakan kewajiban tersebut pada pasal 37, dengan tidak mengurangi hak
      dan kewajiban Koperasi untuk mengatur diri sendiri, Pemerintah dengan Peraturan
      Pemerintah menetapkan kebijaksanaan, mengatur pembinaan, bimbingan, pemberian
      fasilitas, perlindungan dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan Koperasi.
(2)   Menteri menunjuk Pejabat dan menetapkan batas-batas wewenang Pejabat yang
      diserahi tugas di bidang pembinaan, bimbingan dan pengawasan.
(3)   Pejabat senantiasa dapat menghadiri dan turut berbicara dalam Rapat Pengurus dan
      Rapat Anggota. Dalam keadaan luar biasa, Pejabat berwenang mengadakan Rapat
      Anggota, menentukan acaranya dan melakukan pembicaraan.

                                         Pasal 39
Pemeriksaan terhadap Koperasi oleh Pejabat dapat dilakukan sendiri, atau oleh orang lain atau
oleh Badan yang ditunjuknya. Pejabat dan atau Pemeriksa wajib merahasiakan segala hasil
pemeriksaannya.

                                          Pasal 40
Kredit dari Pemerintah dan kewajiban pajak bagi Koperasi ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan tersendiri, dengan mengingat fungsi Koperasi dan ciri-ciri khusus yang
dimilikinya.

                                      BAB XII
                             KEDUDUKAN HUKUM KOPERASI

                                      BAGIAN 13
                               Kedudukan Hukum Koperasi

                                         Pasal 41
Koperasi yang akta pendiriannya disahkan menurut ketentuan Undang-undang ini adalah
Badan Hukum.

                                          Pasal 42
(1)   Wewenang untuk memberikan Badan Hukum Koperasi ada pada Menteri.
(2)   Menteri dapat memberikan kepada Pejabat wewenang untuk memberikan Badan Hukum
      Koperasi dimaksud dalam ayat (1) di atas.

                                       Pasal 43
(1)   Badan Hukum Koperasi termaksud dalam pasal 41 dinyatakan dalam akta pendirian
      yang memuat Anggaran Dasar yang isinya tidak boleh bertentangan dengan Undang-
      undang ini.
(2)   Menteri menentukan pedoman tentang isi dan cara-cara penyusunan Anggaran Dasar
      Koperasi.

                                     BAGIAN 14
                     Cara-cara mendapatkan Badan Hukum Koperasi

                                          Pasal 44
(1)   Untuk mendapat hak Badan Hukum, pendiri-pendiri Koperasi mengajukan akta pendirian
      kepada Pejabat. Akta pendirian yang dibuat dalam rangkap 2 (dua), di mana satu
      diantaranya bermeterai, bersama-sama petikan Berita Acara tentang Rapat
      Pembentukan yang memuat catatan tentang jumlah anggota dan nama mereka yang
      diberikan kuasa untuk menandatangani akta pendirian, dikirim kepada Pejabat.
(2)   Pada waktu menerima akta pendirian, Pejabat mengirim/menyerahkan sehelai tanda
      terima yang tertanggal kepada pendiri-pendiri Koperasi.
(3)   Jika Pejabat berpendapat bahwa isi akta pendirian itu tidak bertentangan dengan
      Undang-undang ini maka akta pendirian didaftar dengan memakai nomor urut dalam
      buku Daftar Umum yang disediakan untuk keperluan itu pada kantor Pejabat.
(4)   Tanggal pendaftaran akta pendirian berlaku sebagai tanggal resmi berdirinya Koperasi.
(5)   Kedua buah akta pendirian tersebut dalam ayat (1) pasal ini dibubuhi tanggal, nomor
      pendaftaran serta tanda pengesahan oleh Pejabat atas kuasa Menteri. Sebuah akta
      pendirian yang tidak bermeterai disimpan di kantor Pejabat, sedang sebuah lainnya yang
      bermeterai dikirimkan kepada pendiri-pendiri Koperasi.
(6)   Jika terdapat perbedaan antara kedua akta pendirian yang telah disahkan tersebut maka
      akta pendirian yang disimpan di kantor Pejabatlah yang dianggap benar.
(7)   Pejabat mengumumkan setiap pengesahan Koperasi di dalam Berita Negara.
(8)   Buku Daftar Umum beserta akta-akta yang disimpan pada kantor Pejabat, dapat dilihat
      dengan cuma-cuma oleh umum; salinan ataupun petikan akta-akta dapat diperoleh
      dengan mengganti biaya.
(9)   Menteri dapat mengadakan pengecualian mengenai pembayaran bea meterai atas akta
      pendirian dimaksud dalam ayat (1) pasal ini.

                                         Pasal 45
Sejak tanggal pendaftaran sebagai dimaksud dalam pasal 44 ayat (3), Koperasi yang
bersangkutan adalah Badan Hukum, sehingga segala hak dan kewajiban yang timbul serta
ikatan yang diadakan atas namanya sebelum tanggal pendaftaran tersebut,seketika itu beralih
kepadanya.

                                             Pasal 46
(1)   Pejabat dalam waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan terhitung sejak Pejabat
      menerima permintaan pengesahan seperti tersebut dalam pasal 44 harus telah
      memberikan pengesahannya.
(2)   Dalam hal Pejabat berkeberatan atas isi akta pendirian yang diajukan oleh pendiri-
      pendiri, karena dianggapnya tidak sesuai dengan Undang-undang ini beserta ketentuan-
      ketentuan pelaksanaannya, maka 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu
      sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, Pejabat harus telah memberikan penolakan
      tertulis yang memuat alasan-alasan, dikirim dengan pos tercatat atau dengan cara lain
      yang dapat dipertanggungjawabkan kepada pendiri-pendiri, yang tembusannya dikirim
      kepada Pejabat yang lebih tinggi dan kepada Menteri.
(3)   Terhadap penolakan tersebut dalam ayat (2) pasal ini, dalam waktu selambat-lambatnya
      3 (tiga) bulan terhitung mulai hari berikutnya diterimanya surat penolakan oleh pendiri-
      pendiri, pendiri-pendiri dapat memajukan banding kepada Menteri.
(4)   Menteri memberikan keputusannya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai
      hari berikutnya diterimanya surat permohonan banding.
(5)   Keputusan Menteri merupakan keputusan terakhir.

                                          Pasal 47
(1)   Dalam hal terjadi perubahan Anggaran Dasar, maka berlaku tata-cara dan kewajiban
      sebagaimana tersebut dalam pasal 44 dengan pengertian bahwa akta perubahan
      bersama-sama petikan Berita Acara tentang Rapat Anggota Perubahan Anggaran Dasar
      yang antara lain memuat jumlah anggota dan yang hadir pada Rapat Perubahan tersebut
      dan nama mereka yang diberi kuasa untuk menandatangani akta perubahan, dikirim
      kepada Pejabat.
(2)   Ketentuan-ketentuan di dalam pasal 46 berlaku pula terhadap akta perubahan yang
      dimaksud di dalam ayat (1) pasal ini.

                                            Pasal 48
(1)   Perkumpulan atau badan perekonomian apa pun yang didirikan tidak menurut ketentuan
      Undang-undang ini dilarang memakai nama/istilah Koperasi kecuali dengan izin Menteri.
(2)   Ketentuan ayat (1) pasal ini tidak berlaku bagi Badan Pemerintah dan Badan-badan
      Keilmiahan.

                                      BAB XIII
                                PEMBUBARAN KOPERASI

                                       BAGIAN 15
                                Cara pembubaran Koperasi

                                           Pasal 49
(1)   Pembubaran Koperasi dilakukan bila dikehendaki oleh Rapat Anggota.
(2)   Pembubaran Koperasi dapat juga dilakukan oleh Pejabat bila:
      a.     Terdapat bukti-bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak lagi memenuhi
             ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini;
      b.     Kegiatan-kegiatan Koperasi yang bersangkutan bertentangan dengan ketertiban
             umum dan/atau kesusilaan;
      c.     Koperasi yang bersangkutan dalam keadaan sedemikian rupa sehingga tidak
             dapat diharapkan lagi kelangsungan hidupnya.
(3)   Keberatan terhadap alasan yang dipergunakan Pejabat untuk membubarkan Koperasi
      karena hal-hal yang tercantum dalam ayat (2) pasal ini, dapat diajukan kepada Menteri.
(4)   Pembubaran Koperasi dinyatakan dalam surat keputusan Pejabat, diumumkan dalam
      Berita Negara dan dicatat dalam Buku Daftar Umum dari kantor Pejabat di mana akta
      pendirian terdaftar.

                                           Pasal 50
(1)   Pembubaran Koperasi atas kehendak Rapat Anggota seperti dimaksudkan dalam ayat
      (1) pasal 49 dilakukan oleh Pejabat setelah ia menerima permintaan resmi dari pengurus
      Koperasi yang bersangkutan atau mereka yang dikuasakan khusus untuk itu.
(2)   Di dalam surat permintaan itu harus disertakan petikan Berita Acara Rapat Anggota
      Pembubaran Koperasi yang bersangkutan yang memuat tentang keputusan Rapat
      Anggota untuk membubarkan Koperasi tersebut.

                                          Pasal 51
(1)   Pembubaran Koperasi yang didasarkan atas salah satu alasan yang termuat dalam ayat
      (2) pasal 49 dilaksanakan oleh Pejabat setelah waktu 3 (tiga) bulan sejak ia
      memberitahukan maksudnya secara tertulis, dikirim dengan pos tercatat atau dengan
      cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Koperasi yang bersangkutan
      disertai alasan-alasannya, apabila Koperasi yang bersangkutan tidak menyatakan
      keberatannya.
      Tindasan dari surat tersebut harus dikirim kepada Menteri dan Pejabat yang lebih tinggi.
(2)   Dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat dari Pejabat
      termaksud dalam ayat (1) pasal ini, Pengurus atau sekurang-kurangnya sepersepuluh
      dari jumlah anggota Koperasi yang bersangkutan, berhak untuk menyatakan secara
      tertulis tentang keberatannya, dikirim dengan pos tercatat atau dengan cara lain yang
      dapat dipertanggungjawabkan kepada Menteri, yang tindasannya harus dikirim kepada
      Pejabat yang bersangkutan.
(3)   Menteri harus menyatakan pendapatnya secepat-cepatnya terhadap keberatan tersebut
      dan mengirimkan segera pendapatnya itu kepada Pejabat yang bersangkutan, yang
      selanjutnya harus mengambil keputusan yang sesuai dengan pendapat Menteri.

                                         BAGIAN 16
                                        Penyelesaian

                                          Pasal 52
(1)   Dalam surat keputusan Pejabat tentang pembubaran Koperasi sekaligus dicantumkan
      nama (nama-nama) orang (orang- orang) atau Badan yang diberi tugas melaksanakan
      penyelesaian, selanjutnya disebut Penyelesai, yang hak, wewenang dan kewajibannya
      diatur dalam pasal 53 Undang-undang ini.
(2)   Sejak tanggal dikeluarkannya surat keputusan oleh Pejabat, tentang pembubaran
      Koperasi sebagai tersebut dalam ayat (1) pasal ini, Penyelesai secara sah dapat
      melakukan tugasnya.
(3)   Penyelesai bertanggung jawab kepada Pejabat.
(4)   Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi yang bersangkutan masih tetap berstatus
      sebagai Badan Hukum.

                                        Pasal 53
Penyelesai mempunyai hak, wewenang dan kewajiban sebagai berikut:
(1)  Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama Koperasi serta mewakilinya di
     depan dan di luar Pengadilan,
(2)  Mengumpulkan segala keterangan-keterangan yang diperlukan,
(3)  Memanggil anggota dan bekas anggota termaksud di dalam pasal 36, satu persatu atau
     bersama-sama,
(4)  Menetapkan jumlah bagian tanggungan yang harus dibayar oleh masing-masing anggota
     dan bekas anggota termaksud dalam pasal 36,
(5)  Menetapkan oleh siapa dan menurut perbandingan bagaimana biaya penyelesaian harus
     dibayar,
(6)  Mempergunakan sisa kekayaan Koperasi sesuai dengan azas tujuan Koperasi atau
     keputusan Rapat Anggota terakhir atau sebagai tercantum di dalam Anggaran Dasar,
(7)  Menentukan penyimpanan dan penggunaan segala arsip Koperasi,
(8)  Menetapkan pembayaran biaya penyelesaian yang dilakukan dan pembayaran hutang
     lainnya,
(9)  Setelah berakhir penyelesaian menurut jangka waktu yang ditetapkan oleh Pejabat,
     maka Penyelesai membuat Berita Acara tentang penyelesaian itu.

                                         BAGIAN 17
                             Hapusnya Badan Hukum Koperasi

                                      Pasal 54
(1)   Pejabat mengumumkan selesainya penyelesaian dalam Berita Negara.
(2)   Sejak tanggal pengumuman dalam Berita Negara tersebut dalam ayat (1) pasal ini
      hapuslah Status Badan Hukum Koperasi.

                                         BAB XIV
                                    KETENTUAN PIDANA

                                            Pasal 55
(1)   Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya lima ratus rupiah anggota Pengurus
      yang dengan sengaja melanggar ketentuan pasal 9 ayat (2), atau pasal 23 ayat (6).
(2)   Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya lima ratus rupiah atau hukuman
      kurungan selama-lamanya empat belas hari barangsiapa yang dengan sengaja
      melanggar ketentuan pasal 23 ayat (4) atau ayat (5).
(3)   Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya seribu rupiah atau hukuman
      kurungan selama-lamanya satu bulan barangsiapa yang dengan sengaja atau karena
      lalai melanggar ketentuan pasal 30 ayat (1) atau pasal 39.
(4)   Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya dua ribu rupiah atau hukuman
      kurungan selama-lamanya dua bulan barangsiapa yang dengan sengaja melanggar
      ketentuan di dalam pasal 48.
(5)   Perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman tersebut dalam ayat-ayat (1), (2),
      (3) dan (4) pasal ini dianggap sebagai pelanggaran.
(6)   Sanksi-sanksi lain di luar ketentuan-ketentuan tersebut di dalam pasal ini berupa sanksi-
      sanksi administratif diatur oleh Menteri.

                                        Pasal 56
Di samping mereka yang berdasarkan hukum acara pidana mempunyai wewenang penyidikan
umum, Pejabat yang diangkat atas dasar pasal 1 Undang-undang ini juga berwenang
melakukan penyidikan dan menentukan pelanggaran serta membuat Berita Acara dengan
mengingat sumpah jabatan atas pelanggaran-pelanggaran seperti tersebut dalam ayat (1)
sampai dengan ayat (4) pasal 55 Undang-undang ini.

                                     BAB XV
                          KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN

                                          Pasal 57
(1)   Semua Koperasi yang telah berdiri sebelum berlakunya Undang-undang ini, harus sudah
      menyesuaikannya dengan Undang-undang ini selambat-lambatnya dalam waktu satu
      tahun sejak dikeluarkannya Undang-undang ini.
(2)   Menteri mengatur segala ketentuan mengenai pelaksanaan penyesuaian dimaksud
      dalam ayat (1) pasal ini.
(3)   Segala ketentuan yang bertentangan dengan Undang- undang ini dinyatakan tidak
      berlaku lagi.
(4)   Menteri segera mengeluarkan ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari Undang-undang ini.

                                           BAB XVI
                         KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

                                        Pasal 58
Undang-undang ini disebut "Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Perkoperasian" dan mulai
berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



                                 Disahkan Di Jakarta,
                            Pada Tanggal 18 Desember 1967
                         Pd PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                                         Ttd.
                                     SOEHARTO
                                     Jenderal TNI

                              Diundangkan Di Jakarta,
                           Pada Tanggal 18 Desember 1967
                           SEKRETARIS KABINET AMPERA,
                                        Ttd.
                                 SUDHARMONO SH
                                    Brig Jen TNI

         LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1967 NOMOR 23
                                 PENJELASAN
                       UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                             NOMOR 12 TAHUN 1967
                                   TENTANG
                          POKOK-POKOK PERKOPERASIAN

Dengan memanjatkan syukur setinggi-tingginya kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa rakyat
Indonesia telah diberi kurnia dan rahmat suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berbentuk Nusantara yang terletak di jalan silang antara dua benua dan dua samudera dengan
kekayaan alamnya yang melimpah ruah.
Bumi, air Indonesia dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu adalah kurnia Tuhan
kepada rakyat Indonesia, yang menurut ketentuan Undang-undang Dasar 1945, pasal 33 harus
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, baik spiritual maupun materiil.
Pemerintah dan rakyat Indonesia mempunyai kewajiban untuk menggali, mengolah dan
membina kekayaan alam tersebut guna mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridhoi
Tuhan sesuai dengan yang telah diperintahkan oleh Undang-undang Dasar 1945 pasal 33.
Pemanfaatan kekayaan alam tersebut oleh rakyat Indonesia diselenggarakan dengan susunan
ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan kegotongroyongan.

UMUM
Sesungguhnya Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) beserta penjelasannya telah
dengan jelas menyatakannya, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas azas kekeluargaan dan Koperasi adalah satu bangunan usaha yang sesuai
dengan susunan perekonomian yang dimaksud itu. Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk
mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina
perkoperasian Indonesia dengan sikap "ing ngarsa sung tulada, ing madya bangun karsa, tut
wuri handayani".
Dalam rangka kembali kepada kemurnian pelaksanaan Undang- undang Dasar 1945, sesuai
pula dengan Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966, tentang Pembaharuan Kebijaksanaan
Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, maka peninjauan serta perombakan
Undang-undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian merupakan suatu keharusan,
karena baik isi maupun jiwanya Undang-undang tersebut mengandung hal-hal yang
bertentangan dengan azas-azas pokok, landasan kerja serta landasan idiil Koperasi, sehingga
akan menghambat kehidupan dan perkembangan serta mengaburkan hakekat Koperasi
sebagai organisasi ekonomi rakyat yang demokratis dan berwatak sosial.
Peranan Pemerintah yang terlalu jauh dalam mengatur masalah perkoperasian Indonesia
sebagaimana telah tercermin di masa yang lampau pada hakekatnya tidak bersifat melindungi,
bahkan sangat membatasi gerak serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian yang tidak
sesuai dengan jiwa dan makna Undang-undang Dasar 1945 pasal 33. Hal yang demikian itu
akan menghambat langkah serta membatasi sifat-sifat keswadayaan, keswasembadaan serta
keswakertaan yang sesungguhnya merupakan unsur pokok dari azas-azas percaya pada diri
sendiri, yang gilirannya akan dapat merugikan masyarakat sendiri.
Oleh karenanya sesuai dengan Ketetapan M.P.R.S. No. XIX/ MPRS/1966 dianggap perlu untuk
mencabut dan mengganti Undang-undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian tersebut
dengan Undang-undang yang baru yang benar-benar dapat menempatkan Koperasi pada
fungsi yang semestinya yakni sebagai alat pelaksana dari Undang-undang Dasar 1945.
Di bidang Idiil, Koperasi Indonesia merupakan satu-satunya wadah untuk menyusun
perekonomian rakyat berazaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan yang merupakan ciri
khas dari tata kehidupan bangsa Indonesia dengan tidak memandang golongan, aliran maupun
kepercayaan yang dianut seseorang. Koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional
dilaksanakan dalam rangka politik umum perjuangan Bangsa Indonesia.
Di bidang organisasi Koperasi Indonesia menjamin adanya hak-hak individu serta memegang
teguh azas-azas demokrasi. Rapat Anggota merupakan kekuasaan tertinggi di dalam tata
kehidupan Koperasi.
Koperasi mendasarkan geraknya pada aktivitas ekonomi dengan tidak meninggalkan azasnya
yakni kekeluargaan dan gotong-royong.
Dengan berpedoman kepada Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966 Pemerintah
memberikan bimbingan kepada Koperasi dengan sikap seperti tersebut di atas serta
memberikan perlindungan agar Koperasi tidak mengalami kekangan dari pihak manapun,
sehingga Koperasi benar-benar mampu melaksanakan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945
beserta penjelasannya.
Undang-undang ini dinamakan Undang-undang tentang Pokok- pokok Perkoperasian.

PASAL DEMI PASAL

                                     BAB I
                           KETENTUAN-KETENTUAN UMUM

                                         Pasal 1
Yang dimaksud dengan kuasa khusus adalah sebagian dari wewenang Menteri yang
dilimpahkan kepada Pejabat untuk beberapa soal Perkoperasian.

                                     BAB II
                          LANDASAN-LANDASAN KOPERASI

                                        Pasal 2
1.   Pancasila.
     Kelima Sila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kedaulatan
     Rakyat dan Keadilan Sosial harus dijadikan dasar serta dilaksanakan. dalam kehidupan
     Koperasi, karena sila-sila tersebut memang menjadi sifat dan tujuan Koperasi dan
     selamanya merupakan aspirasi anggota-anggota Koperasi.
     Dasar idiil ini harus diamalkan oleh Koperasi disebabkan karena Pancasila memang
     menjadi falsafah Negara dan bangsa Indonesia.
2.   Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1).
     Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 berbunyi:
     "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan".
     Penjelasannya berbunyi sebagai berikut:
     Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua
     untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat.
     Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang.
     Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas usaha
     kekeluargaan.
     Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah Koperasi.
3.   Setia kawan dan kesadaran berpribadi.
     Koperasi adalah unsur pendidikan yang baik untuk memperkuat ekonomi dan moral,
     karena Koperasi berdasarkan dua landasan mental, yaitu setia kawan dan kesadaran
     berpribadi yang satu sama lain memperkuat.
     Setia kawan telah ada dalam masyarakat Indonesia yang asli dan tampak keluar sebagai
     gotong-royong. Akan tetapi landasan setia kawan saja hanya dapat memelihara
      persekutuan dalam masyarakat yang statis, dan karenanya, tidak dapat mendorong
      kemajuan.
      Kesadaran berpribadi, keinsyafan akan harga diri sendiri, dan percaya pada diri sendiri,
      adalah mutlak untuk menaikkan derajat penghidupan dan kemakmuran.
      Dalam Koperasi harus bergabung kedua-dua landasan mental tadi yakni setia kawan dan
      kesadaran berpribadi sebagai dua unsur yang dorong-mendorong, hidup-menghidupi dan
      awas-mengawasi.

                                      BAB III
                          PENGERTIAN DAN FUNGSI KOPERASI

                                         Bagian 1
                                    Pengertian Koperasi

                                             Pasal 3
Koperasi Indonesia adalah kumpulan dari orang-orang yang sebagai manusia secara bersama-
sama bergotong-royong berdasarkan persamaan, bekerja untuk memajukan kepentingan-
kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat.
Dari pengertian umum di atas, maka ciri-ciri seperti di bawah ini seharusnya selalu nampak:
a.    bahwa Koperasi Indonesia adalah kumpulan orang-orang dan bukan kumpulan modal.
      Pengaruh dan penggunaan modal dalam Koperasi Indonesia tidak boleh mengurangi
      makna dan tidak boleh mengaburkan pengertian Koperasi Indonesia sebagai
      perkumpulan orang-orang dan bukan sebagai perkumpulan modal. Ini berarti bahwa
      Koperasi Indonesia harus benar-benar mengabdikan kepada perikemanusiaan dan
      bukan kepada kebendaan;
b.    bahwa Koperasi Indonesia bekerja sama, bergotong-royong berdasarkan persamaan
      derajat, hak dan kewajiban yang berarti Koperasi adalah dan seharusnya merupakan
      wadah demokrasi ekonomi dan sosial.
      Karena dasar demokrasi ini maka harus dijamin benar-benar bahwa Koperasi adalah
      milik para anggota sendiri dan pada dasarnya harus diatur serta diurus sesuai dengan
      keinginan para anggota yang berarti bahwa hak tertinggi dalam Koperasi terletak pada
      Rapat Anggota;
c.    bahwa segala kegiatan Koperasi Indonesia harus didasarkan atas kesadaran para
      anggota. Dalam Koperasi tidak boleh dilakukan paksaan, ancaman, intimidasi dan
      campur tangan dari fihak-fihak lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan soal-soal
      intern Koperasi;
d.    bahwa tujuan Koperasi Indonesia harus benar-benar merupakan kepentingan bersama
      dari para anggotanya dan tujuan itu dicapai berdasarkan karya dan jasa yang
      disumbangkan para anggota masing-masing. Ikut sertanya anggota sesuai dengan besar
      kecilnya karya dan jasanya harus dicerminkan pula dalam hal pembagian pendapatan
      dalam Koperasi.

                                         Bagian 2
                                      Fungsi Koperasi

                                            Pasal 4
Bahwa Koperasi itu berfungsi sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi
kesejahteraan rakyat dan sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional, dengan jelas dapat
dilihat dari azas dan sendi-sendi dasarnya.
Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa di samping Koperasi ada Perusahaan Negara atau Daerah
dan Swasta. Ketiga sektor ekonomi tersebut harus bekerja sama secara teratur, karena satu
sama lain saling kait-mengait, sehingga perlu adanya synkhronisasi.
Kedudukan ekonomi bangsa Indonesia harus diperkokoh, tata laksana perekonomian rakyat
dipersatukan dan diatur, segala itu untuk menghapuskan sisa-sisa penindasan dalam sektor
perekonomian guna mempertinggi kesejahteraan rakyat.
Fungsi-fungsi tersebut hanya akan tercapai bilamana Koperasi sendiri benar-benar
melaksanakan pekerjaannya berdasarkan azas dan sendi-sendi dasarnya.
Kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi perlu dibina, guna menjamin tidak
adanya penghisapan di antara sesama manusia.
Sisa-sisa penindasan dalam sektor perekonomian rakyat harus dihapuskan.
Koperasi Indonesia yang berdasarkan kekeluargaan dan kegotongroyongan harus dapat
mempertinggi taraf hidup anggotanya dan rakyat umumnya.
Untuk mencapai tujuan ini kecerdasan rakyat harus ditingkatkan sehingga rakyat mengerti dan
sadar akan perlunya berkoperasi.

                                       BAB IV
                           AZAS DAN SENDI DASAR KOPERASI

                                         Bagian 3
                                       Azas Koperasi

                                              Pasal 5
Dengan berpegang teguh pada azas kekeluargaan dan kegotongroyongan sesuai dengan
kepribadian Indonesia, ini tidak berarti, bahwa Koperasi meninggalkan sifat dan syarat-syarat
ekonominya, sehingga kehilangan effisiensinya.
Koperasi Indonesia hendaknya menyadari bahwa di dalam dirinya terdapat suatu kepribadian
Indonesia, sebagai pencerminan dari pada garis pertumbuhan bangsa Indonesia yang
ditentukan oleh kehidupan dari bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh keadaan tempat
lingkungan Indonesia serta suasana waktu sepanjang masa, dengan ciri-ciri Ketuhanan Yang
Maha Esa, kegotongroyongan dan Kekeluargaan serta Bhineka Tunggal Ika.
Bagi Koperasi azas gotong-royong berarti bahwa pada Koperasi terdapat keinsyafan dan
kesadaran semangat bekerjasama dan tanggung jawab bersama terhadap akibat dari karya
tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri, melainkan selalu untuk kebahagiaan bersama.
Dalam membagi hasil karyanya, masing-masing anggota menerima bagiannya sesuai dengan
sumbangan karya/jasanya.
Azas kekeluargaan mencerminkan adanya kesadaran dari budi hati nurani manusia untuk
mengerjakan segala sesuatu dalam Koperasi oleh semua untuk semua, di bawah pimpinan
pengurus serta penilikan dari para anggota atas dasar keadilan dan kebenaran serta
keberanian berkorban bagi kepentingan bersama.
Dengan demikian azas gotong-royong dan kekeluargaan dalam Koperasi harus merupakan
faham dinamis yang menggambarkan suatu karya amaliyah bersama yang bersifat bantu-
membantu, berdasarkan rasa keadilan dan cinta kasih yang di dalam pelaksanaannya,
menempuh segala daya serta karyabudi dan hati nurani manusia untuk mempertumbuhkannya,
dan di mana perlu memberanikan diri guna mengurangi hak-haknya sendiri, dalam batas-batas
rasa keadilan dan cinta kasih tersebut.

                                         Bagian 4
                                Sendi-Sendi Dasar Koperasi
                                             Pasal 6
Sendi-sendi dasar Koperasi Indonesia merupakan essensi dari dasar-dasar bekerja Koperasi
sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial.
Dasar-dasar bekerja tersebut merupakan ciri khas dari Koperasi dan justru oleh karena itu
membedakan Koperasi itu dari badan-badan ekonomi lainnya.
(1)   Sifat sukarela pada keanggotaan Koperasi mengandung pengertian bahwa setiap orang
      yang masuk menjadi anggota Koperasi haruslah berdasarkan kesadaran dan keyakinan
      untuk secara aktif turut di dalam dan dengan Koperasi bertekad untuk memperbaiki
      kehidupannya dan kehidupan masyarakat;
(2)   Rapat Anggota sebagai kekuasaan tertinggi dalam organisasi koperasi yang
      beranggotakan orang-orang tanpa mewakili aliran, golongan dan paham politik
      perorangan-perorangan dan hak suara yang sama/satu pada Koperasi Primer
      merupakan azas pokok dari penghidupan Koperasi tersebut;
(3)   Dasar ini berwatak non kapitalis, dan oleh karena Koperasi bukan merupakan
      perkumpulan modal, maka sisa dari hasil usaha bila dibagikan kepada anggota,
      dilakukan tidak berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam Koperasi tetapi
      berdasarkan perimbangan jasa/usaha dan kegiatannya dalam penghidupannya Koperasi
      itu. Jelaslah kiranya bahwa sisa hasil usaha yang berasal dari bukan anggota tidak
      dibagi-bagikan kepada anggota (pasal 34 ayat 4);
(4)   Modal dalam Koperasi, yang walaupun merupakan unsur yang tidak dapat diabaikan
      sebagai faktor produksi, dipergunakan untuk kebahagiaan anggota-anggotanya dan
      bukan untuk sekedar mencari keuntungan uang (profit-motive), dan oleh karenanya tidak
      menentukan dalam pembagian sisa usaha sebagaimana lazimnya dalam bentuk
      dividend;
(5)   Watak sosial dari Koperasi itu diantaranya terbukti dari dasar ini, sehingga Koperasi
      walaupun pada pokok usahanya berupa organisasi ekonomi yang dibina oleh dan untuk
      anggota-anggotanya juga harus turut membangun masyarakat pada umumnya, sehingga
      pengabdian Koperasi itu semakin nyata adanya;
(6)   Koperasi sebagai perkumpulan orang-orang yang bergerak dalam lapangan ekonomi
      harus terbuka terutama untuk anggota-anggotanya, dan oleh karena itu usaha-usaha
      Koperasi dibina oleh anggota-anggotanya serta ketatalaksanaannya diawasi pula oleh
      anggota-anggotanya secara terbuka. Ini tidak berarti bahwa masyarakat tidak dapat
      menilai hasil-hasil Koperasi;
(7)   Sendi ini merupakan faktor pendorong bagi setiap cipta, karya dan karsa Koperasi.
      Tanpa modal kepercayaan/keyakinan, atas kemampuan dan kekuatan diri sendiri maka
      tidaklah mungkin timbul suatu kegiatan dalam Koperasi. Setiap kegiatannya
      mendasarkan kepada prinsip swadaya, swakerta dan swasembada yang artinya:
      Swadaya: kekuatan atau usaha sendiri, dari kata swa = milik sendiri, daya = sesuatu
      yang harus dikerjakan.
      Swakerta: buatan sendiri.
      kerta = sesuatu yang telah dikerjakan. kr. (sansekerta) = bekerja atau membuat.
      Swasembada: kemampuan sendiri.
      sembada = teman yang seikatan.

                                       BAB V
                                 PERANAN DAN TUGAS

                                          Pasal 7
Peranan dan tugas Koperasi untuk membina kelangsungan dan perkembangan demokrasi
ekonomi adalah bertujuan menciptakan masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Tuhan Yang
Maha Esa.
Untuk itu perlu ditanamkan dan ditingkatkan kesadaran berkoperasi.

                                           Pasal 8
Kerjasama dengan Perusahaan-perusahaan Negara dan Swasta termasuk modal asing, jika
diperlukan oleh Koperasi dilakukan dengan tidak mengorbankan azas dan sendi dasar Koperasi
sendiri, sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/1966,
maka bentuk, luas serta cara-cara kerja sama itu harus segera diatur dalam Peraturan
Perundang-undangan.

                                   BAB VI
                   KEANGGOTAAN, KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA

                                         Pasal 9
(1)   Perorangan sebagai anggota Koperasi berlaku untuk Koperasi Primer, sedangkan
      Koperasi-koperasi yang dimaksud dalam pasal ini ialah Badan Koperasi yang
      memperoleh hak Badan Hukumnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
(2)   Untuk mencatat masuk atau berhentinya anggota, Koperasi mengadakan di kantornya
      Buku Daftar Anggota yang bentuk serta cara pengisiannya ditentukan oleh Pejabat.
      Penyelenggaraannya dan pemeliharaan Buku yang dimaksud menjadi salah satu tugas
      Pengurus.

                                       Pasal 10
Walaupun keanggotaan Koperasi terbuka bagi setiap orang, namun untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya Koperasi perlu mengadakan persyaratan bagi penerimaan anggota.

                                           Pasal 11
Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindah tangankan artinya Anggota tidak dapat mewakilkan
kepada siapapun. Dalam hal Anggota meninggal dunia, keanggotaannya tidak dengan
sendirinya berpindah tangan, tetapi atas permintaan ahli waris dapat berpindah tangan kepada
ahli waris.

                                         Pasal 12
Cukup jelas.

                                         Pasal 13
Cukup jelas.

                                      BAB VII
                           ORGANISASI DAN JENIS KOPERASI

                                        Bagian 5
                                   Organisasi Koperasi

                                         Pasal 14
Ada kemungkinan bahwa dalam suatu daerah kerja jumlah orang untuk mendirikan Koperasi
tidak dapat terpenuhi, karena di dalam daerah kerja tersebut memang tidak terdapat calon
anggota lainnya. Di dalam hal yang sedemikian berdasarkan pertimbangan kemanfaatan
Koperasi, Menteri dapat mengizinkan berdirinya Koperasi yang bersangkutan kurang dari
jumlah 20 orang.

                                           Pasal 15
Yang dimaksudkan di sini ialah Koperasi-koperasi Primer memusatkan dirinya dalam Koperasi
Pusat. Adanya empat tingkat organisasi yang lazim dikenal, seperti Primer, Pusat, Gabungan
dan Induk tidak perlu selalu digunakan dalam mengatur tingkat-tingkat organisasi:
a.     Sekurang-kurangnya 5 (lima) Koperasi Primer yang telah berbadan hukum dapat
       membentuk pusat Koperasi,
b.     Sekurang-kurangnya 3 (tiga) pusat Koperasi yang telah berbadan hukum dapat
       membentuk gabungan Koperasi,
c.     Sekurang-kurangnya 3 (tiga) gabungan Koperasi yang telah berbadan hukum dapat
       membentuk induk Koperasi.
Pilihan jumlah tingkat kurang dari empat harus pula terbuka. Sesuai dengan azas demokrasi,
tata kehidupan Koperasi ditentukan oleh anggota-anggotanya; dilihat dari sudut tata laksana,
Koperasi harus memiliki kebijaksanaan yang mengikat antara Koperasi bawahan dengan
Koperasi atasan dan sebaliknya.
Dengan tidak mengurangi hak Koperasi tingkat bawahan untuk mengawasi Koperasi tingkat
atasan, Koperasi tingkat atasan berkewajiban dan berwenang menjalankan bimbingan dan
pemeriksaan terhadap Koperasi tingkat bawahannya; ketentuan ini diadakan untuk menjaga
tetap sehatnya pertumbuhan Koperasi dengan jalan pemberian bimbingan oleh tingkat
atasannya.
Kewajiban dan wewenang tersebut dicantumkan dalam Anggaran Dasar dari Koperasi tingkat
atasan tadi.
Tanggung jawab mengenai jalannya Koperasi bawahan tetap pada Koperasi bawahan yang
bersangkutan.

                                         Pasal 16
Daerah kerja Koperasi pada dasarnya harus cukup memiliki potensi ekonomi bagi
perkembangan Koperasi yang bersangkutan. Guna kelancaran tugas pengawasan dan
pembinaan, daerah kerja Koperasi didasarkan pada wilayah administrasi Pemerintahan.
Koperasi-koperasi yang beranggotakan orang-orang pada umumnya harus berada di wilayah
administrasi Pemerintahan yang terendah, umpamanya Desa-desa.
Ada kemungkinan bahwa hal tersebut tidak mungkin dapat dipenuhi, misalnya bagi Koperasi
Pegawai Negeri dan Koperasi di lingkungan Angkatan Bersenjata yang mendasarkan daerah
kerjanya pada lingkungan pekerjaan para anggotanya. Ketentuan mengenai ini diatur lebih
lanjut oleh Menteri.

                                          Bagian 6
                                       Jenis Koperasi

                                         Pasal 17
(1)   Dasar penjenisan adalah kebutuhan dari dan untuk maksud effisiensi karena kesamaan
      aktivitas kepentingan ekonominya, misalnya Koperasi-koperasi Kopra di daerah yang
      mata pencaharian penduduknya tergantung pada pembuatan Kopra, Koperasi-koperasi
      golongan fungsional Angkatan Bersenjata dan Koperasi bagi Pegawai Negeri bagi
      lingkungannya masing-masing golongan tersebut, dan begitu selanjutnya.
      Khusus bagi Koperasi di lingkungan Angkatan Bersenjata sepanjang tidak menyimpang
      dari sendi-sendi dasar Koperasi, Menteri dapat mengadakan penentuan-penentuan
      tersendiri.
      Ketentuan-ketentuan yang dimaksudkan perlu diberikan atas dasar pertimbangan bahwa
      Koperasi Angkatan Bersenjata yang merupakan salah satu wadah penampungan
      kegiatan-kegiatan kekaryaan anggota Angkatan, tidak dapat dilepaskan dari
      kebijaksanaan Pimpinan Angkatan/Komandan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan
      anggota-anggota beserta keluarganya dan agar supaya unsur-unsur rantai komando dan
      disiplin sebagai anggota Angkatan dapat tetap terpelihara;
(2)   Koperasi mendasarkan perkembangan pada potensi ekonomi daerah kerjanya. Pendirian
      lebih dari satu Koperasi yang setingkat dan sejenis di dalam satu daerah kerja akan
      mengurangi effisiensi ekonomi dari Koperasi-koperasi yang bersangkutan. Oleh
      karenanya dan demi ketertiban harus diusahakan adanya hanya satu Koperasi yang
      setingkat dan sejenis untuk satu daerah kerja;
(3)   Tidak dapat dipastikan secara umum dan seragam jenis Koperasi yang mana yang
      diperlukan bagi setiap bidang. Penjenisan Koperasi seharusnya diadakan berdasarkan
      kebutuhan dan mengikat akan tujuan effisiensi. Meskipun Koperasi dapat digolongkan
      dalam Koperasi Produksi. Koperasi Konsumsi, Koperasi Kredit, Koperasi Jasa, akan
      tetapi keluwesan harus tetap diadakan dalam usaha mengadakan pemilihan jenis
      Koperasi yang lebih mengkhususkan seperti Koperasi Karet, Koperasi Batik, Bank
      Koperasi, Koperasi Pengangkutan (air/darat), Koperasi desa dan sebagainya.

                                            Pasal 18
Yang dimaksud di sini dengan organisasi Koperasi jenis lain ialah Koperasi yang dibutuhkan
oleh Koperasi-koperasi yang mendirikannya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya termasuk
kesejahteraan misalnya mendirikan Bank Koperasi, atau Koperasi asuransi dan lain
sebagainya.
Untuk memperjuangkan cita-cita idiilnya gerakan Koperasi membentuk suatu Badan yang
berbentuk organisasi tunggal. Badan ini tidak bersifat perusahaan.

                                   BAB VIII
                    ALAT PERLENGKAPAN ORGANISASI KOPERASI

                                           Pasal 19
Selain dari pada alat-alat perlengkapan organisasi Koperasi sebagai tersebut dalam pasal ini
(Rapat Anggota, Pengurus dan Badan Pemeriksa) dapat dibentuk badan lain seperti Dewan
Penasehat yang anggota-anggotanya terdiri dari ahli-ahli yang diperlukan dan bukan
merupakan alat perlengkapan organisasi.
Badan-badan ini tidak dapat mengurangi hak dan wewenang dari ketiga alat-alat perlengkapan
tersebut terdahulu.

                                        Bagian 7
                                      Rapat Anggota

                                           Pasal 20
Pasal ini mengatur tentang kekuasaan tertinggi dalam tata- kehidupan Koperasi, sesuai dengan
ayat (2) pasal 6, Undang- undang ini yang berada dalam tangan Rapat Anggota. Cara hikmah
kebijaksanaan musyawarah untuk mufakat senantiasa diusahakan, akan tetapi dasar ini tidak
menutup kemungkinan bagi Koperasi untuk mengambil keputusan dengan pemungutan suara.
Pemungutan suara hanya dilakukan dalam hal-hal yang tidak dapat dihindarkan. Quorum rapat
anggota dan suara terbanyak ditentukan dalam Anggaran Dasar.
Ayat (4) dari pasal ini mengatur tentang perimbangan suara dalam Rapat Anggota dari
Koperasi tingkat lebih atas yang secara formil beranggotakan Badan Hukum Koperasi. Dalam
hal serupa ini, maka perimbangan suara tersebut dilakukan menurut jumlah anggota manusia
yang terhimpun oleh Koperasi masing-masing, menurut ketentuan di dalam Anggaran Dasar.

                                         Pasal 21
Cukup jelas.

                                       Bagian 8
                                   Pengurus Koperasi

                                          Pasal 22
Walaupun pengurus dipilih oleh dan dari kalangan anggota sendiri sebagai azas demokrasi
data Koperasi, akan tetapi ada kemungkinan bahwa anggota Koperasi yang berhak dipilih tidak
senantiasa memiliki kesanggupan atau keahlian yang diperlukan untuk memimpin Koperasi;
untuk maksud inilah dibuka kemungkinan untuk mengangkat seseorang menjadi Pengurus
yang bukan berasal dari kalangan anggota sendiri, dengan ketentuan bahwa jabatan Ketua
sedapat mungkin dipegang oleh anggota sendiri. Jelas kiranya bahwa keadaan serupa itu
bersifat sementara. Dan adalah kewajiban dari Koperasi untuk mendidik para anggotanya
supaya data waktu yang sesingkat-singkatnya kepengurusan Koperasi dapat berada di data
tangan anggota sendiri. Pengangkatan sumpah atau janji dari anggota Pengurus sebagai diatur
dalam ayat (5) ini diperlukan demi meyakinkan kepada yang bersangkutan bahwa tugas
Pengurus adalah murni dan penuh tanggung jawab. Pengangkatan sumpah atau janji tersebut
dapat dilakukan di hadapan Rapat Anggota atau menurut ketentuan atas keputusan Rapat
Anggota.

                                        Pasal 23
Pengurus berkewajiban menyampaikan segala laporan pemeriksaan atas tata kehidupan
Koperasi kepada Rapat Anggota Khusus mengenai laporan tertulis dari Badan Pemeriksa,
Pengurus menyampaikan pula salinannya kepada Pejabat. Ketentuan ini diadakan untuk
menjamin agar setiap anggota mengetahui keadaan Koperasinya, baik laporan Pengurus
maupun laporan Badan Pemeriksa. Pengurus bertanggung jawab secara bersama-sama
kepada Rapat Anggota.

                                         Pasal 24
Cukup jelas.

                                             Pasal 25
Setiap usaha dalam lapangan perekonomian senantiasa menghadapi kemungkinan mengalami
kerugian. Jika hal ini terjadi maka ada dua kemungkinan untuk membebankan pertanggungan
kerugian, yaitu kepada pengurus (termasuk juga anggota-anggota secara tersendiri), ataupun
kepada Koperasi sebagai Badan Hukum. Jika Koperasi sendiri sebagai suatu Badan Hukum
ternyata tidak dapat menutupi kerugian, maka anggota dapat dibebani tanggungan sebagai
lebih lanjut diatur dalam pasal 36 Undang-undang ini.

                                         Pasal 26
Cukup jelas.
                                       Bagian 9
                                    Badan Pemeriksa

                                        Pasal 27
Jabatan anggota Badan Pemeriksa tidak dapat dirangkap dengan jabatan anggota Pengurus.
Ketentuan ini diadakan untuk mengadakan pemisahan yang tegas antara tugas pengawasan
dan tugas pelaksanaan.
Untuk kepentingan pendidikan para anggota dan menjaga kesegaran tugas pengawasan maka
masa jabatan Badan Pemeriksa sebaiknya diatur lebih pendek dari pada masa jabatan
Pengurus.

                                        Pasal 28
Cukup jelas.

                                        Pasal 29
Cukup jelas.

                                        Pasal 30
Cukup jelas.

                                   BAB IX
               LAPANGAN USAHA, PERMODALAN DAN SISA HASIL USAHA

                                       Bagian 10
                                    Lapangan Usaha

                                            Pasal 31
Perekonomian Indonesia dibagi dalam sektor Pemerintah,sektor Koperasi dan sektor Swasta.
Dalam sektor Koperasi, Koperasi dapat bergerak ke dalam segala kegiatan ekonomi tetapi hal
ini tidak berarti, bahwa sesuatu Koperasi dapat bergerak dalam kegiatan-kegiatan ekonomi
yang terlepas sama sekali dari kepentingan-kepentingan anggota-anggotanya dan azas serta
sendi dasar Koperasi, hingga anggota-anggota Koperasi yang bersangkutan akan dapat
memperoleh kemanfaatan dari usaha-usaha yang mereka sendiri tidak sumbangkan
karya/jasanya untuk memperoleh kemanfaatan tersebut. Penjenisan Koperasi pada dasarnya
mempunyai peranan yang menentukan dalam pengaturan usaha pokoknya, hingga dapat
diperoleh kemanfaatan bersama yang benar-benar dicapai berdasarkan sumbangan
karya/jasanya para anggota-anggota.
Lapangan Usaha Koperasi pada dasarnya dapat meliputi seluruh bidang ekonomi, termasuk
usaha perbankan dan perasuransian. Dalam menjalankan peranan dan tugas sebagai yang
dimaksud dalam pasal 7 Undang-undang ini, Koperasi sebagai badan ekonomi dapat
mendirikan dan memiliki perusahaan atau unit produksi yang langsung berada di bawah
tanggung jawab dan pengawasan Pengurus Koperasi yang bersangkutan.
Perusahaan dan unit produksi dimaksud di atas ini yang merupakan satu kesatuan dengan dan
yang oleh karenanya tidak dapat dipisahkan dari ketatalaksanaan (management) seluruh
kegiatan Usaha Koperasi yang bersangkutan, tidak memerlukan pengesahan tersendiri sebagai
badan hukum (atau tidak merupakan badan hukum tersendiri).
Semua perusahaan yang merupakan, bahagian dari Koperasi yang bersangkutan tidak dapat
menjalankan usaha yang bertentangan dengan Undang-undang ini.

                                       Bagian 11
                                   Permodalan Koperasi

                                           Pasal 32
(1)   Mengenai permodalan ditegaskan agar rakyat suka mengumpulkan modal dengan teratur
      dalam organisasi Koperasi sehingga merupakan modal nasional yang kuat, dengan tidak
      mengubah inti azas Koperasi bahwa Koperasi adalah kumpulan orang, bukan kumpulan
      modal;
(2)   Simpanan pokok adalah jumlah nilai uang tertentu yang sama banyaknya yang
      diwajibkan kepada anggota untuk menyerahkan kepada Koperasi pada waktu masuk
      menjadi anggota;
(3)   Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota
      membayar dalam waktu dan kesempatan yang tertentu, simpanan mana hanya boleh
      diminta kembali dengan cara dan waktu yang telah ditentukan oleh Koperasi;
(4)   Simpanan sukarela ialah suatu jumlah tertentu dalam nilai uang yang diserahkan oleh
      anggota/bukan anggota terhadap Koperasi atas kehendak sendiri sebagai simpanan;
(5)   Ketentuan-ketentuan lebih lanjut tentang simpanan ini dan simpanan lainnya diatur di
      dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga serta ketentuan-ketentuan lain dari
      Koperasi.
      Demikian pula tentang pemupukan modal dalam Koperasi.

                                          Pasal 33
Cukup jelas.

                                        Bagian 12
                                Sisa Hasil Usaha Koperasi

                                           Pasal 34
Pada dasarnya harus diadakan pemisahan antara penggunaan pendapatan yang diperoleh dari
pelayanan terhadap anggota sendiri dan terhadap fihak ketiga termasuk bukan anggota. Bagian
sisa hasil usaha yang diperoleh dari pelayanan terhadap fihak ketiga, termasuk bukan anggota,
tidak boleh dibagikan kepada anggota, karena bagian pendapatan ini bukan diperoleh dari jasa
anggota.
Penggunaan Dana sosial diatur oleh rapat anggota dan dapat diberikan antara lain kepada fakir
miskin, yatim piatu atau usaha-usaha sosial lainnya.
Perihal zakat dapat diatur oleh Koperasi yang bersangkutan dalam Anggaran Dasar maupun
ketentuan-ketentuan lain dari Koperasi.
Penggunaan dana pembangunan Daerah seyogyanya dilakukan setelah mengadakan
konsultasi dengan Pemerintah Daerah.
Atas modal yang disimpan dalam koperasi diberi juga modal yang jumlahnya terbatas pada
tingkat bunga yang ditetapkan oleh Rapat Anggota.

                                          Pasal 35
Cadangan di dalam Koperasi dimaksudkan untuk memupuk modal Koperasi sendiri dan untuk
menutup kerugian Koperasi bila diperlukan. Oleh karenanya cadangan tidak boleh dibagikan
kepada anggota walaupun di waktu pembubaran.

                                        BAB X
                                 TANGGUNGAN ANGGOTA

                                           Pasal 36
Koperasi pada dasarnya diberi kebebasan memilih ketentuan di antara tanggungan terbatas
dan tanggungan tidak terbatas di dalam menentukan tanggungan anggota. Tanggungan
terbatas pada umumnya dinyatakan dengan menetapkan sesuatu jumlah uang beberapa kali
jumlah simpanan pokok anggota dan menyatakannya dalam Anggaran Dasarnya.
Tanggungan tidak terbatas mengandung tanggungan yang dapat meliputi harta benda milik
pribadi anggota jika ternyata kekayaan Koperasi sendiri tidak mampu menutupi kerugian pada
waktu koperasi terpaksa dibubarkan.
Ketentuan pada ayat (4) tentang jangka waktu 12 (dua belas) bulan dimaksud memupuk rasa
solidaritas di kalangan anggota, sehingga dengan tidak membatasi hak asasi anggota untuk
memundurkan diri dari Koperasi, keberhentiannya itu jangan sampai menimbulkan kerugian
pada kelanjutan usaha Koperasi. Masih turutnya seseorang anggota tersebut menanggung
selama 12 (dua belas) bulan sesudah dia berhenti harus ditinjau dari sudut itu, dengan jangka
waktu 12 (dua belas) bulan tersebut, dimaksud 12 (dua belas) bulan sesudah tahun buku yang
menyusul setelah tanggal pemberhentiannya tersebut. Kerugian-kerugian yang timbul sebagai
akibat sesuatu kejadian sesudah tanggal pemberhentiannya tidak dapat dibebaskan pada
anggota yang bersangkutan walaupun kejadian tadi berlangsung dalam waktu 12 (dua belas)
bulan dimaksud tadi.
Jika Koperasi dibubarkan dan ternyata masih ada sisa kekayaan yang dibagikan di kalangan
anggota, kekayaan yang tertulis atas nama seseorang anggota yang telah meninggal dunia
diserahkan kepada ahli warisnya.

                                        BAB XI
                                  PERANAN PEMERINTAH

                                           Pasal 37
Dalam menunaikan kewajiban seperti tersebut pada pasal 37 ini, Pemerintah selalu bersikap
aktif sebagai tersimpul dalam kata-kata sangsekerta sebagai berikut:
"ing ngarsa sung tulada
ing madya mbangun karsa
tut wuri handayani"

Yang artinya ialah:
1.   Ing ngarsa sung tulada (= di depan memberi contoh), maksudnya: sebagai pemimpin
     atau pemuka hendaklah kita selalu memberi contoh yang baik,
2.   ing madya mbangun karsa (= di tengah-tengah, membangunkan kemauan), maksudnya:
     Bila kita berada di tengah-tengah rakyat, hendaklah kita jangan tinggal diam saja,
     melainkan harus membangunkan semangat rakyat dan memberikan inisiatif-inisiatif yang
     baik.
3.   tut wuri handayani (= di belakang memberi kekuatan), maksudnya: Meskipun kita berada
     di belakang, kita harus memberikan kekuatan/daya serta memberikan petunjuk mana
     yang salah dan mana yang benar.
Ini berarti bahwa Pemerintah pada hakekatnya memberikan kebebasan yang wajar bagi
Koperasi untuk mengatur kehidupannya sendiri dalam rangka mewujudkan landasan idiil,
pelaksanaan azas serta sendi dasarnya.
Akan tetapi bilamana perlu, setiap saat Pemerintah akan turun tangan guna memberikan
pengamanan terhadap azas dan sendi dasar Koperasi serta kebijaksanaan Pemerintah, baik
guna kepentingan gerakan Koperasi sendiri maupun bagi keperluan masyarakat. Berdasarkan
pertimbangan itu dan dengan tidak mengurangi wewenang Menteri untuk merumuskan pokok
kebijaksanaannya di bidang perkoperasian lebih lanjut, maka pasal ini mewajibkan Pemerintah
untuk memberikan kepada gerakan Koperasi:
a.     Bimbingan: dengan maksud untuk menciptakan iklim dan kondisi seumumnya yang
       memungkinkan Gerakan Koperasi akan tumbuh dan berkembang antara lain dengan
       jalan pendidikan dan penyuluhan,
b.     Pengawasan yang bermaksud untuk mengamankan dan menyelamatkan kepentingan,
       baik bagi perkumpulan Koperasi itu sendiri maupun guna kepentingan fihak lain,
c.     Fasilitas yang dapat dituangkan dalam bentuk:
       1.     pemberian sesuatu, baik yang berupa uang (subsidi), barang atau jasa,
       2.     keistimewaan, baik yang berupa keringanan ataupun kekuatan dalam lalu-lintas
              hukum, misalnya:
                     meterai, keringanan bea meterai bagi Koperasi tertentu seperti Koperasi-
              
                     koperasi pertanian,
                  persamaan nilai pembukuan perkumpulan Koperasi-koperasi dengan buku-
            
                  buku Dagang yang ditentukan dalam Kitab Hukum Dagang,
                    hak didahulukan (preferent) terhadap panenan yang dijaminkan bagi
            
                    pinjaman yang diperoleh dari Koperasi Pertanian, dan sebagainya,
      3.    Kebijaksanaan yang tersendiri tentang perkreditan termasuk syarat-syarat kredit
            yang mudah dan ringan untuk memajukan usaha-usaha koperasi, fasilitas- fasilitas
            dalam bidang produksi dan distribusi dan sebagainya.
            Pada umumnya bantuan-bantuan ini dimaksudkan untuk membangkitkan tenaga
            dan kemampuan sendiri agar perkumpulan Koperasi untuk selanjutnya menolong
            dirinya sendiri. Oleh sebab itu bila perlu, bantuan semacam ini hanya boleh
            diberikan dengan persyaratan tertentu, misalnya: untuk sekali saja, untuk
            sementara yang berangsur-angsur dikurangi sesuai dengan pertumbuhan
            kemampuan sendiri, jumlahnya hanya sampai yang benar-benar diperlukan saja,
            sedangkan penggunaan bantuan itu patut diawasi agar supaya sungguh-sungguh
            membawa akibat pertumbuhan "selfhelp and mutual aid". Sudah tentu jenis-jenis
            bantuan ini tidak mungkin ditentukan dalam Undang-undang ini melainkan harus
            ditentukan dalam perundangan terpisah apabila dan sampai batas yang sudah
            dirasakan perlunya.
d.    Perlindungan yang ditujukan untuk mengamankan dan menyelamatkan kepentingan
      Koperasi, misalnya perlindungan pada Koperasi yang telah ditentukan dalam pasal
      Undang-undang ini untuk menghindarkan penyalahgunaan, ketentuan-ketentuan
      tersendiri dalam bidang tata niaga dan distribusi dengan tujuan untuk memungkinkan
      berkembangnya Koperasi.

                                          Pasal 38
Pejabat dapat menghindari dan turut berbicara dalam Rapat Anggota dan Rapat Pengurus.
Dalam keadaan luar biasa dapat pula mengadakan Rapat Anggota, menetapkan acara dan
melakukan pembicaraan.
Yang dimaksud dengan keadaan luar biasa antara lain misalnya:
1.   Keadaan di mana -Pengurus tidak mampu atau tidak bersedia mengadakan rapat
     Anggota,
2.    Pengurus tidak ada lagi,
3.    Keadaan darurat.

                                         Pasal 39
Pemeriksaan secara periodik ataupun sewaktu-waktu diatur oleh Menteri. Pemeriksaan yang
dilakukan atas permintaan Pemerintah biayanya ditanggung oleh Pemerintah. Pemeriksaan
atas permintaan Koperasi biayanya ditanggung oleh Koperasi sendiri.

                                         Pasal 40
Mengingat bahwa Koperasi Indonesia pada umumnya beranggotakan orang-orang yang
ekonominya lemah, maka perlu adanya Peraturan Perundang-undangan tersendiri yang
mengatur perkreditan dan perpajakan bagi Koperasi. Dimaksud untuk mempermudah
mendapatkan kredit yang diperlukan dan mendapatkan keringanan pajak.

                                      BAB XII
                             KEDUDUKAN HUKUM KOPERASI

                                        Bagian 13
                                 Kedudukan Hukum Koperasi

                                          Pasal 41
Pasal ini menegaskan bahwa Koperasi memperoleh hak sebagai Badan Hukum karena
ketentuan Undang-undang ini, yang lebih lanjut diatur dalam pasal 42 dan berikutnya.
Badan Hukum dimaksudkan di atas memungkinkan Koperasi untuk melaksanakan segala
tindakan hukum Indonesia termasuk hak pemilikan atas tanah dan bangunan-bangunan
sebagai diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang agraria, serta melakukan usaha-
usaha dalam bidang perekonomian tanpa memperoleh izin khusus untuk itu terlebih dahulu.

                                         Pasal 42
Cukup jelas.

                                          Pasal 43
Pada dasarnya Koperasi harus menyusun sendiri Anggaran Dasarnya. Untuk menghindari
kekeliruan di dalam penyusunannya Menteri mengatur cara penyusunannya yang memuat
ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut:
1.     Nama, pekerjaan serta tempat tinggal para pendiri Koperasi;
2.     Nama lengkap dan nama singkatan dari Koperasi;
3.     Tempat kedudukan Koperasi dan daerah kerjanya;
4.     Maksud dan tujuan;
5.     Ketegasan usaha;
6.     Syarat-syarat keanggotaan;
7.     Ketetapan tentang permodalan;
8.     Peraturan tentang tanggungan anggota;
9.     Peraturan tentang Pimpinan Koperasi dan kekuasaan Anggota.
10. Ketentuan tentang quorum Rapat Anggota;
11. Penetapan tahun buku;
12.   Ketentuan tentang sisa hasil usaha pada akhir tahun buku;
13.   Ketentuan mengenai sisa kekayaan bila Koperasi dibubarkan.

                                 Bagian 14
                CARA-CARA MENDAPATKAN BADAN HUKUM KOPERASI

                                          Pasal 44
Pembebasan biaya meterai pada dasarnya hanya berlaku bagi Koperasi Primer. Tanggal
pendaftaran akte pendirian berlaku sebagai tanggal resmi berdirinya Koperasi. Sejak saat itu
Koperasi adalah Badan Hukum. Pengumuman dalam Berita Negara adalah pengumuman
resmi.

                                           Pasal 45
Cukup jelas.

                                         Pasal 46
Pejabat berhak menolak permintaan Badan Hukum dari Koperasi bila ia berpendapat bahwa isi
Anggaran Dasar dari Koperasi yang bersangkutan tidak mencerminkan azas dan sendi dasar
Koperasi atau menurut penilaian yang obyektif, pendirian Koperasi yang bersangkutan tidak
akan mendatangkan manfaat bagi anggota-anggotanya.
Terhadap penolakan tersebut pendiri berhak naik banding pada Menteri.
Apabila selambat-lambatnya 6 (enam) bulan tidak ada khabar dari pejabat maka pendiri-pendiri
dapat memajukan persoalan kepada Pejabat lebih atas atau kepada Menteri.
Sambil menunggu pengesahan sebagai Badan Hukum, para pendiri dapat menjalankan usaha
atas nama Koperasi.

                                            Pasal 47
Mendahului pengesahan formil menurut Undang-undang ini pejabat dapat secara de facto
menyatakan pengesahannya atas keputusan Rapat Anggota yang bersangkutan sehingga
perubahan Anggaran Dasar tersebut dapat langsung. dipergunakan. Hal yang demikian hanya
dapat dilakukan apabila Pejabat sendiri turut menghadiri rapat.

                                          Pasal 48
Agar nama Koperasi tidak dipergunakan untuk maksud menyalahi azas dan sendi dasar
Koperasi dan nama baik dari Koperasi maka pemakaian nama/istilah Koperasi perlu mendapat
perlindungan; sebaliknya agar setiap orang dengan segera mengetahui sifatnya maka Koperasi
yang bersangkutan perlu memakai nama yang menunjukkan golongan atau usaha Koperasi.

                                       BAB XIII
                                 PEMBUBARAN KOPERASI

                                         Bagian 15
                                 Cara Pembubaran Koperasi

                                          Pasal 49
Koperasi bubar sejak tanggal tercantum dalam surat Keputusan Pejabat dan tercatat dalam
Buku Daftar Umum. Ini tidak berarti bahwa Koperasi telah kehilangan hak Badan Hukumnya.
Dalam hal Pejabat lalai membubarkan sesuatu Koperasi yang menurut ketentuan Undang-
undang ini seyogyanya sudah dibubarkan, maka Menteri mengambil tindakan seperlunya.

                                          Pasal 50
Cukup jelas.

                                          Pasal 51
Maksud dan alasan Pembubaran oleh Pejabat disampaikan kepada Anggota melalui Pengurus.
Apabila Pengurusnya tidak berfungsi lagi maka Pejabat mengadakan pengumuman setempat.

                                            Pasal 52
Sesuai dengan namanya, Penyelesai mengurus seluruh penyelesaian atas nama Koperasi
yang bersangkutan hingga tidak terdapat lagi urusan yang masih menjadi tanggungan
Koperasi. Sejak tanggal dikeluarkan surat keputusan Pembukuan maka Pengurus Koperasi
tidak berfungsi lagi, oleh karena pada saat bersamaan wewenang dan kewajiban Pengurus
beralih kepada Penyelesai.
Penyelesai menyerahkan segala pertanggungan jawab dari pelaksanaan tugasnya kepada
Pejabat.
Dalam hal pembubaran Koperasi itu terjadi menurut ayat (1) pasal 49 penunjukan Penyelesai
oleh Pejabat dilakukan berdasarkan Rapat Anggota pembubaran Koperasi yang bersangkutan.

                                            Pasal 53
Sesuai dengan namanya, Penyelesai mengurus seluruh penyelesaian atas nama Koperasi
yang bersangkutan hingga tidak terdapat lagi urusan yang masih menjadi tanggungan
Koperasi. Sejak tanggal dikeluarkan surat keputusan Pembukuan maka Pengurus Koperasi
tidak berfungsi lagi, oleh karena pada saat bersamaan wewenang dan kewajiban Pengurus
beralih kepada Penyelesai.
Penyelesai menyerahkan segala pertanggungan jawab dari pelaksanaan tugasnya kepada
Pejabat.
Dalam hal pembubaran Koperasi itu terjadi menurut ayat (1) pasal 49 penunjukan Penyelesai
oleh Pejabat dilakukan berdasarkan Rapat Anggota pembubaran Koperasi yang bersangkutan.

                                      Bagian 16
                            Hapusnya Badan Hukum Koperasi

                                          Pasal 54
Cukup jelas.

                                        BAB XIV
                                   KETENTUAN PIDANA

                                           Pasal 55
Dalam pasal ini ditentukan pasal-pasal mana yang dianggap perlu dinyatakan sebagai
ketentuan.
Selain ketentuan tersebut, Menteri juga dapat mengadakan sanksi-sanksi administratif,
umpamanya pencabutan pengesahan Koperasi sebagai Badan Hukum (lihat pasal 49),
pembekuan kegiatan Pengurus seluruh atau sebagian, dan tindakan terhadap Pejabat.
                                           Pasal 56
Karena pada umumnya Pejabat tidak mempunyai keahlian dalam pengajuan perkara, maka
dalam melaksanakan ketentuan dalam pasal 56, Pejabat perlu berhubungan dengan instansi
yang lebih ahli (Kepolisian dan/atau Kejaksaan).

                                    BAB XV
                         KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN

                                          Pasal 57
(1)   Dengan adanya ketentuan pada ayat (1) pasal ini, maka Koperasi yang belum
      menyesuaikan diri dengan Undang-undang ini termasuk juga Koperasi yang belum
      sempat menyesuaikan diri dengan Undang-undang Perkoperasian No. 14 tahun 1965
      langsung menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan tentang pasal 58 Undang-
      undang Perkoperasian No. 14 tahun 1965 tersebut.
(2)   Segala peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Menteri sebelum berlakunya
      Undang-undang ini, yang masih dapat dipergunakan dalam waktu peralihan dan yang
      tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dengan sendirinya tetap dapat
      dipergunakan.

                                    BAB XVI
                          KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

                                        Pasal 58
Cukup jelas

         TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2832

Sabtu, 20 Oktober 2012

Koperasi di Sekitar Kita

Disini saya akan membahas mengenai Koperasi yang ada di SMA Negeri 2 Cirebon, tempat saya bersekolah dahulu. Saya mewawancarai ketua dari koperasi tersebut dimana dia adalah adik kelas saya yang masih duduk di bangku SMA kelas 12 yang bernama Dinda Ayu. Koperasi tersebut bernama "Koperasi Siswa Eksis Smanda". Jenis koperasinya adalah koperasi sekolah. Berikut adalah wawancara saya dengan Dinda.
Ratu : kapan koperasi ini didirikan?
Dinda : koperasi ini berdiri sejak tahun 1975.
Ratu : apa visi dan misi dari koperasi ini?
Dinda : Visinya yaitu terwujudnya koperasi siswa yang nyaman serta mampu memenuhi berbagai kebutuhan anggota dan mensejahterakan anggota. Misinya yaitu:
  • meningkatkan profesionalisme dan kejujuran pengurus
  • meningkatkan kerjasama dengan organisasi-organisasi yang ada
  • meningkatkan modal koperasi
  • meningkatkan ragam barang dagang
  • meningkatkan sisa hasil usaha
Ratu : kalau manfaat dari koperasi ini sendiri itu apa?
Dinda : sebagai sarana untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan warga sekolah, serta sebagai tempat untuk menyimpan modal anggota yang akan dikembalikan dalam bentuk SHU,  selain itu juga sebagai sarana untuk belajar berorganisasi dan berwirausaha bagi pengurus.
Ratu : kalau begitu apa target dari koperasi ini?
Dinda : targetnya itu agar adanya peningkatan SHU, adanya peningkatan kinerja pengurus, penambahan ragam barang dagang, serta peningkatan usaha simpan pinjam.
Ratu : berapa simpanan wajib dan pokok di koperasi ini?
Dinda : simpanan wajibnya Rp 125.000,- sedangkan simpanan pokoknya Rp 25.000,-
Ratu : berapa anggota dari koperasi ini?
Dinda : anggotanya kurang lebih terdiri dari 1000 orang, yang semuanya adalah siswa-siswi SMA Negeri 2 Cirebon
Ratu : bagaimana dengan pengurusnya?
Dinda : pengurusnya terdiri dari 10 orang, untuk pejabat terasnya sendiri terdiri dari :
  • Ketua : Dinda Ayu
  • Wakil Ketua : Izhar Fathurrohim
  • Sekertaris : Haris Nasrullah
  • Bendahara 1 : Lusi Martha
  • Bendahara 2 : Hebbie Agus Kurnia
Ratu : Terima kasih banyak ya din sudah meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari ka Ratu
Dinda : iya ka sama-sama ya...

Rabu, 20 Juni 2012

Exercise


1.       Since edison invite a lamp which conducted electricity, gas had been the chief means of lighting home and streets.
2.       I saw an old friend of mine when I was entering the building.
3.       Because his car was much too small, he decided to sell it.
4.       He won’t pass the examination unless he study harder.
5.       Wherever he went, he was warmly received.
6.       That executive actc because he owns the company.
7.       Unless I get the money on time, I can go on my vacation.
8.       Although she spend a lot of money on clothes, they never seem to suit her.
9.       I have a lot of extra work to do while my assistant is on vacation.
10.   After they moved into an expensive apartment, they have become very snobbish.
11.   While someone broke into her house and stole her jewelry, she was next door chatting with her neighbour.
12.   It’s while warm today when I’m going to the beach.
13.   Although my uncle has worked hard all his life, he could never save up enough money to go on a long vacation.
14.   We will go to the theatre with you tonight if we can get a baby-sitter.
15.   Don’t give this package to him before he sign a receipt for it.
16.   We’re since pleased with these new towels so that we’re going to buy some more.
17.   Since hitler believed that Germans were the master race, he set out to conquer all of Europe.
18.   Althogh I was in south America last year, I learned to speak Spanish.
19.   He looks so that he hasn’t ever changed his clothes.
20.   Repairs will be made while they are necessary

Senin, 04 Juni 2012

Potret Kebangkitan Perempuan Indonesia



Pendahuluan
Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu mengenang jasa para pahlawannya, selain itu juga sangat melindungi dan melestarikan budayanya, termasuk adat-istiadat bangsanya. Hal ini merupakan modal berharga bagi upaya pemantapan ketahanan mental spiritual dalam menghadapi pengaruh negatif yang dibawa oleh arus globalisasi yang terjadi pada saat ini. Apabila tidak kita waspadai, bukan tidak mungkin bahwa hal itu akan bisa menimbulkan erosi terhadap budaya bangsa kita.Pada tahun 2008 ini kita melakukan refleksi perjalanan sejarah bangsa sejak Kebangkitan Nasional tahun 1908 sampai saat ini. Perempuan merupakan bagian dari bangsa Indonesia yang sejak dahulu kala berkiprah dalam berbagai bidang kehidupan. Karena itu membicarakan tentang kebangkitan Nasional, kita tidak boleh melupakan pula kebangkitan perempuan Indonesia sebagai bagian dari kebangkitan nasional.Setelah 100 tahun semangat kebangkitan nasional dikumandangkan dan menjelang 63 tahun Indonesia merdeka, kita masih harus mengejar pencapaian cita-cita para pendiri bangsa sebagai tujuan Pembangunan Nasional, yakni masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera secara merata. Kita masih harus meningkatkan lagi mutu pendidikan, kesehatan masyarakat dan tingkat ekonomi serta menghadapi berbagai tantangan baru dalam kehidupan kita.Perempuan adalah bagian dari masyarakat yang berhubungan sangat erat dengan masalah kesejahteraan masyarakat. Dalam keadaan krisis perekonomian, perempuanlah yang paling merasakan akibat dari krisis tersebut. Akan tetapi, dalam keadaan yang kritis, seringkali perempuan lebih mempunyai inisiatif, bangkit dan menggerakkan masyarakat sekitarnya untuk memperbaiki kondisi perekonomian, mulai dari perekonomian keluarga, meluas sampai ke perekonomian rakyat.
Kebangkitan Perempuan Indonesia
Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi.Gerakan kebangkitan nasional berhubungan dengan politik etis Hindia-Belanda yang memberi kesempatan bagi para bumiputera untuk bersekolah. Sebenarnya maksud pemerintah Hindia Belanda adalah untuk menghasilkan buruh-buruh terdidik, guru-guru, birokrat rendahan yang cukup terdidik, dokter-dokter yang mampu menangani penyakit menular pada bangsa pribumi. Tindakan ini dilakukan karena Hindia Belanda harus menekan biaya operasional tanah jajahan (Indonesia) yang terlalu mahal bila menggunakan tenaga impor dari Belanda.Meskipun yang diizinkan memasuki sekolah Belanda saat itu hanyalah kaum bangsawan, priyayi, dan kaum elite, ternyata para pemuda bumiputera kemudian berbondong-bondong memasuki Sekolah Rakyat, HIS, MULO dan HBS, hingga sekolah dokter (STOVIA), dan sekolah guru (Kweekschool). Dengan bersekolah mereka mampu membaca buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris. Buku-buku ini membuka mata dan hati pelajar dan mahasiswa tentang perjuangan pembebasan nasional di seluruh negeri di bumi ini. Dibukanya sekolah-sekolah Belanda untuk elite pribumi dan para ningrat, telah menghasilkan sekumpulan orang-orang muda berpendidikan Barat yang kelak menjadi tulang punggung gerakan pembebasan nasional.Pencerahan dalam dunia pendidikan tersebut menggugat orang-orang muda untuk berkumpul, berbicara, berdiskusi dan menentukan. Tahun 1908 lahirlah organisasi yang dinamakan Budi Utomo. Sebelum Budi Utomo berdiri, telah lahir seorang pejuang perempuan, yaitu R.A. Kartini (1879-1904). Beliau adalah pelopor dan pendahulu perjuangan untuk pendidikan perempuan dan persamaan hak perempuan. Kartini berpendapat bahwa bila perempuan ingin maju dan mandiri, maka perempuan harus mendapat pendidikan. Kartini selama ini kita kenal sebagai seorang pejuang emansipasi perempuan, terutama di bidang pendidikan. Kartinilah yang membangun pola pikir kemajuan, dengan cara menggugah kesadaran orang-orang sejamannya, bahwa kaum perempuan harus bersekolah. Tidak hanya di Sekolah Rendah, melainkan harus dapat meneruskan ke sekolah yang lebih tinggi, sejajar dengan saudara-saudaranya yang laki-laki.Bagi Kartini, perempuan harus terpelajar sehingga dapat bekerja sendiri, mencari nafkah sendiri, mengembangkan seluruh kemampuan dirinya, dan tidak tergantung pada siapa pun, termasuk suaminya. Mengingat suasana pada waktu itu, ketika adat feodal masih sangat kental di sekeliling R.A. Kartini, maka dapat kita bayangkan, betapa maju dan progresifnya pikiran R.A. Kartini tersebut. Selain itu, meskipun dalam situasi pingitan, terisolasi, dan merasa sunyi, Kartini mampu membangun satu gagasan politik yang progresif pada jaman itu, baik untuk kepentingan kaum perempuan maupun bagi para kawula miskin di tanah jajahan.Namun sayang, selama ini ada bias gender dalam penulisan sejarah tentang perjuangan R.A. Kartini. Sebagai sosok perempuan cerdas dengan cara pandang yang sangat hebat pada saat itu, penulisan sejarah tentang beliau lebih banyak menonjolkan sisi keperempuanan R.A. Kartini dibandingkan dengan sisi intelektualnya. Penggambaran tokoh perempuan sedemikian rupa sehingga tidak dapat dilepaskan dari konstruksi sosial yang berlaku di masyarakat, yaitu menempatkan perempuan dalam konteks keterbatasan yang dianggap telah sesuai dengan "kodratnya" sebagai seorang perempuan, beliau bukan dianggap sebagai salah satu perintis nasionalisme etnis di Nusantara (Jawa), yang berdampak pada era pra-kemerdekaan Indonesia (lihat: Arbaningsih, 2005: 6).Gagasan-gagasan brilian dari Kartini tersebut kemudian diikuti oleh beberapa tokoh perempuan lainnya, seperti Raden Dewi Sartika yang mendirikan Sekolah Keutamaan Isteri di Bandung dan Rohanna Kudus yang mendirikan perusahaan penerbitan koran Soenting Malajoe. Namun Kartini sendiri tetap sebagai Sang Pemula. Beliau adalah simbol gerakan perempuan Indonesia yang mengawali seluruh tradisi dan intelektual gerakan perempuan Indonesia, berikut gagasan paling awal dalam melihat ketertindasan rakyat di bawah feodalisme dan kapitalisme. Mungkin saja bahwa gagasan dari R.A. Kartini ini turut menginspirasi Dr. Soetomo untuk membentuk pergerakan kebangsaan yang berbentuk Kebangkitan Nasional.Namun, jauh sebelum sejumlah priyayi terdidik Jawa mengumumkan berdirinya Budi Utomo, perjuangan melawan Belanda telah dimulai di mana-mana. Perjuangan saat itu bukan untuk pembebasan Indonesia, karena gagasan pembebasan Indonesia belum lahir sebagai sebuah realitas, tetapi masih untuk pembebasan tanah leluhur, gunung-gunung, bukit, sungai, pulau dan rakyatnya. Di akhir abad ke-19, perempuan-perempuan muda mulai terlibat dalam perjuangan bersenjata melawan penjajah. Meskipun awalnya hanya sebatas membantu suami atau saudara laki-lakinya, tetapi kemudian para perempuan ini sungguh-sungguh menjadi pemimpin pasukannya. Cut Nyak Dhien dan Cut Nyak Meutia bersama Teuku Umar, Martha Christina Tiahahu bersama Kapitan Pattimura, Emmy Saelan mendampingi Walter Monginsidi, serta Roro Gusik bersama Suropati. Pada era selanjutnya, muncul Maria Walanda Maramis dan Nyi Ageng Serang. Pada perjuangan mereka saat itu adalah untuk memajukan kaum perempuan sehingga terdidik dan terpelajar, sehingga mampu mandiri.Setelah kebangkitan nasional, perjuangan perempuan semakin terorganisir. Seiring dengan terbentuknya berbagai organisasi nasional atau pun partai politik, maka pergerakan perempuan pun mulai terbentuk, baik sebagai sayap atau bagian dari organisasi perempuan yang sudah ada, atau pun membentuk wadah organisasi perempuan tersendiri yang dilaksanakan oleh perjuangan perempuan di satu sektor atau tingkat tertentu. Di sisi lain, perkembangan gerakan berbasiskan agama, seperti Muhammadiyah, turut pula membentuk polarisasi dalam gerakan perempuan, yaitu Aisyiah. Berbagai karya jurnalisme pun bertebaran, bukan hanya dalam Bahasa Belanda, melainkan terutama dalam bahasa Melayu. Sejalan dengan itu, kiprah sejumlah sastrawati mulai muncul ke permukaan. Gairah nasionalisme tengah mencari jalan untuk memodernisasikan dirinya.Gerakan perempuan pun terus berkembang dan menyesuaikan dinamikanya dengan perkembangan perjuangan kebangkitan bangsa. Nasionalisme menjadi gagasan yang diterima di seluruh kekuatan politik yang ada, sehingga konsepsi persatuan menjadi lebih mudah untuk diwujudkan. Karena itu, setelah Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, Kongres Perempuan Indonesia tingkat nasional pertama kali diadakan di Yogyakarta pada tanggal 22 Desember 1928 yang dihadiri oleh hampir 30 organisasi perempuan. Kongres ini merupakan fondasi pertama gerakan perempuan, dan sebagai upaya konsolidasi dari berbagai organisasi perempuan yang ada. Kongres Pertama ini menghasilkan federasi oganisasi perempuan yang bernama Persatoean Perempoean Indonesia (PPI). Setahun kemudian PPI diubah menjadi PPII (Perikatan Perhimpunan Isteri Indonesia). PPII sangat giat di bidang pendidikan dan usaha penghapusan perdagangan perempuan. Pada tahun 1932, dalam kongresnya, PPII mengangkat isu perjuangan melawan perdagangan perempuan dan salah satu keputusan penting yang diambil adalah mendirikan Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak (P4A).2Setelah Kongres Perempuan Indonesia tingkat nasional pertama, organisasi perempuan semakin berkembang, yang ditandai dengan makin banyaknya jenis gerakan perempuan dan semakin terbuka wawasannya. Pada periode sebelumnya, lingkup kegiatan hampir semua organisasi perempuan hanya meliputi masalah emansipasi dan usaha menjadikan perempuan lebih sempurna dalam menjalankan peran tradisionalnya sebagai perempuan. Pada periode ini mulai muncul organisasi-organisasi yang membuka wawasan perempuan melampaui lingkup rumah tangga dan keluarga. Organisasi-organisasi baru ini menjadikan masalah-masalah politik dan agama sebagai pokok perhatiannya. Padahal sebelumnya semua organisasi yang bergabung dalam PPPI (Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia) menolak mencampuri urusan politik dan agama.Organisasi "Isteri Sedar" yang didirikan di Bandung pada tahun 1930, selain berjuang untuk kemerdekaan Indonesia juga memperjuangkan penghargaan dan kedudukan perempuan dan laki-laki agar sama dan sejajar. Organisasi ini juga bersikap kritis terhadap norma-norma adat, tradisi dan agama yang pada prakteknya merugikan kaum perempuan. Isteri Sedar bersikap anti dan selalu dengan pedas menyerang imperialisme dan kolonialisme.Pada bulan Juni 1932 beberapa organisasi yang tidak beazaskan agama bergabung menjadi satu dengan nama "Isteri Indonesia" yang memperjuangkan Indonesia merdeka dengan dasar demokrasi. Organisasi baru ini giat berusaha agar perempuan bisa duduk dalam dewan-dewan kota. Selain itu juga memperhatikan masalah perkawinan dan perceraian yang pada waktu itu pengaturannya banyak merugikan kaum perempuan.Pada kongresnya yang kedua, ketiga dan keempat (1935, 1938, dan 1941), PPPI membicarakan berbagai isu sekitar kewajiban kebangsaan (walaupun tetap dengan tekanan pada kewajiban menjadi Ibu Bangsa), masalah hak memilih dalam badan-badan perwakilan dan dewan kota, serta beberapa masalah politik lainnya.Selain organisasi-organisasi tersebut di atas, mulai muncul juga organisasi yang anggotanya terdiri dari para perempuan yang bekerja di luar rumah. Demikianlah pada tahun 1940 untuk pertama kalinya dibentuk di Jakarta, sebuah perkumpulan yang bernama Perkumpulan Pekerja Perempuan Indonesia, yang beranggotakan para perempuan yang bekerja di kantor, baik pemerintah ataupun swasta, sebagai guru, perawat, pegawai kantor, dan sebagainya. Namun, dilihat dari kegiatannya, organisasi organisasi tersebut belum dapat dikatakan sebagai organisasi profesi, karena pada umumnya kegiatan mereka ditekankan pada pendidikan keterampilan keperempuanan dan pemupukan kesadaran kebangsaan, sehingga tidak berbeda jauh dengan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi perempuan lainnya.Pada jaman Pendudukan Bala Tentara Jepang (1942-1945), penjajah Jepang melarang semua bentuk organisasi, termasuk organisasi perempuan dan membubarkannya. Kemudian dibentuk organisasi-organisasi baru dengan dalih sebagai propaganda untuk kepentingan dan kemakmuran bangsa-bangsa Asia Timur Raya. Untuk organisasi perempuan yang dibentuk oleh para isteri pegawai di daerah-daerah, dan diketuai oleh isteri masing-masing kepala daerah, dan disebut Fujinkai. Kegiatan Fujinkai dibatasi hanya pada urusan-urusan keperempuanan dan peningkatan keterampilan domestik, selain kegiatan menghibur tentara yang sakit dan kursus buta huruf. Bagi para perempuan yang mempunyai wawasan luas, pembatasan ini merisaukan dan mereka tidak ikut masuk Fujinkai. Kenyataan ini menjadikan adanya dua jenis orientasi di kalangan aktivis perempuan, yaitu mereka yang berkooperasi dengan pemerintah bala tentara Dai Nippon dan yang non-kooperatif atau memilih bergerak diam-diam di bawah tanah.Setelah kemerdekaan, organisasi perempuan kembali bergerak, akan tetapi karena pada awal kemerdekaan Negara Republik Indonesia masih diliputi oleh perjuangan mempertahankan kemerdekaan, maka perjuangan perempuan Indonesia adalah mendukung para pejuang dalam gerilya atau pertempuran. Selanjutnya setelah di Indonesia diperbolehkan mendirikan partai politik, maka sejumlah perempuan masuk menjadi anggota partai politik, bahkan pada tahun 1948 sempat berdiri Partai Wanita Rakyat atas inisiatif Ibu Sri Mangunsarkoro di Yogyakarta. Partai ini berazaskan ketuhanan, kerakyatan, kebangsaan dan mempunyai program perjuangan yang sangat militan. Demikian juga dengan keputusan kongres Kowani pada tahun 1948 dan 1949, sangat sarat dengan muatan politis dan dengan semangat yang militan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sampai dengan tahun 1950, hasil politik yang dicapai kaum perempuan cukup banyak. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat pun meningkat. Hal inilah yang memungkinkan perempuan untuk turut dalam pengambilan keputusan dan pembuatan undang-undang. Demikian juga di bidang eksekutif, pada tahun 1950 telah diangkat dua orang menteri perempuan, yaitu Ny. Maria Ulfah Santoso sebagai Menteri Sosial dan Ny. S.K. Trimurti sebagai Menteri Perburuhan.Setelah tahun 1950, organisasi perempuan berkembang seiring dengan berkembangnya partai-partai di Indonesia. Banyak organisasi perempuan yang menjadi bagian perempuan dari suatu partai, seperti Wanita Marhaenis, Gerakan Wanita Sosial, Gerwani, dan lain-lain.
Ada pula partai yang bergerak dan merupakan bagian dari organisasi keagamaan, seperti Aisyiah, Wanita Katolik, selain itu juga organisasi perempuan yang berdiri sendiri tanpa ikatan dengan partai lain, seperti Perwari, dan banyak lagi organisasi perempuan yang bergerak di bidang sosial dan kesejahteraan masyarakat.Pada tahun 1952, lahir organisasi yang menghimpun para isteri Kementerian Dalam Negeri yang sifatnya nonpolitik, namun tetap mengikuti perkembangan jaman. Selain dari isteri pegawai Departemen Dalam Negeri, masing-masing departemen juga membentuk perkumpulan isteri pegawainya, sehingga seluruhnya ada 19 organisasi isteri pegawai di masing-masing departemen, misalnya, Artha Kencana (Dep.Keuangan), Idhata (Dep. Pendidikan dan Kebudayaan), dan lain-lain.Pada perkembangan selanjutnya, pada masa Orde Baru semua organisasi isteri karyawan departemen bergabung dan melebur menjadi Dharma Wanita yang didirikan pada 5 Agustus 1974. Isteri dari Angkatan Bersenjata pun berhimpun menurut kesatuan suaminya masing-masing, seperti Persit, Bayangkari.Selain organisasi perempuan sebagai isteri pegawai, banyak juga organisasi perempuan yang berdiri berdasarkan profesi dari masing-masing karier dan profesi, termasuk dalam Angkatan Bersenjata, seperti perkumpulan perempuan dalam bidang jurnalistik, arkheologi, kesenian, pertanian dan lain-lain, sedangkan dalam Angkatan Bersenjata perempuan bergabung dalam Polisi Wanita, Wanita Angkatan Udara, Korps Wanita Angkatan Darat, dan Korps Wanita Angkatan Laut.Pada jaman Orde Baru, pemerintah telah menyadari bahwa perempuan perlu diberi peran dalam pembangunan. Untuk itu, perempuan dihimpun dalam tiga organisasi utama, yaitu PKK, Dharma Wanita, dan Dharma Pertiwi, yang menyebar mulai dari pusat sampai ke daerah pedesaan. Dharma Wanita adalah organisasi yang dimaksudkan bagi para isteri pegawai sipil, sedangkan Dharma Pertiwi adalah wadah berorganisasi bagi para isteri tentara dan polisi, sedangkan PKK atau Pembinaan Kesejahteraan Keluarga untuk kaum perempuan di masyarakat.Khusus untuk PKK, sebenarnya sasaran organisasi ini adalah untuk seluruh keluarga, namun pada perkembangannya, terpusat pada peran perempuan. Hal ini disebabkan oleh pentingnya peran serta perempuan dalam pembinaan keluarga, yang nantinya akan berdampak pula pada pembinaan dan kesejahteraan masyarakat, bangsa, dan negara.3
Kegiatan ketiga organisasi ini di samping untuk mengabdi pada program-program pemerintah, juga untuk membangun kaum perempuan lainnya dalam menjalankan peran perempuan Indonesia yang saat itu belum merasakan manfaat dari peran sertanya dalam pembangunan.Pada dekade akhir pemerintahan Orde Baru, isu gender mulai muncul, sehingga disadari bahwa perempuan harus diberdayakan. Dalam pembangunan yang bernuansa gender, perempuan dan laki-laki harus selalu mendapat akses yang sama dalam pembangunan, dapat berpartisipasi dan dapat mempunyai kesempatan yang sama dalam penetapan keputusan dan akhirnya dapat menikmati keuntungan dari pembangunan tersebut secara bersama-sama.
Keadaan Perempuan Indonesia Masa Kini
Keadaan perempuan masa kini, berkat inspirasi dari R.A. Kartini, telah banyak mendorong perempuan Indonesia untuk mencapai pendidikan tinggi. Perempuan telah mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk bersekolah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah murid perempuan dan laki-laki seimbang pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP). Akan tetapi jumlah perempuan makin berkurang seiring dengan meningkatnya jenjang sekolah. Hal ini disebabkan oleh masih adanya diskriminasi dalam keluarga terhadap anak perempuan untuk bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini terkait pada masih kuatnya budaya patriarki, yang menganggap bahwa "setinggi-tinggi perempuan bersekolah, akhirnya akan masuk dapur juga." Dengan adanya diskriminasi terhadap anak perempuan untuk bersekolah, maka persentase anak perempuan yang mencapai pendidikan minimal (Wajar 9 tahun) jauh lebih rendah dari anak laki-laki; begitu juga jumlah buta huruf perempuan pada umur 15-45 tahun jumlahnya 2-3 kali lebih banyak dari laki-laki. Rendahnya pendidikan perempuan berakibat pada usaha untuk mencari nafkah dan pemeliharaan kesehatan individu dan keluarganya. Semua ini mengakibatkan rendahnya Kualitas Hidup Perempuan (KHP).Diskriminasi terhadap perempuan setelah kemerdekaan 63 tahun ini tidak hanya terjadi pada kesempatan bersekolah bagi anak perempuan saja, melainkan masih pula terjadi pada dunia pekerjaan, untuk peningkatan karier dan dalam dunia politik praktis. Kita semua mengetahui bahwa prestasi anak perempuan di semua tingkat pendidikan (mulai SD sampai universitas) selalu menduduki peringkat yang tertinggi. Meskipun penelitian mengenai hal ini belum dilakukan, akan tetapi berdasarkan pengalaman, dari 10 peringkat tertinggi dari tiap jenjang pendidikan, ternyata 60%-70% adalah murid atau mahasiswa perempuan. Perempuan juga sudah mampu mencapai pendidikan tertinggi, seperti S1, S2, S3. Tenaga pengajar perempuan bergelar guru besar juga telah semakin meningkat. Juga perempuan masa kini sudah mampu melaksanakan tugas-tugas yang sebelumnya dianggap sebagai tugas laki-laki seperti pilot, sopir bus, satpam, insinyur perminyakan, insinyur mesin, insinyur tambang, dan lain-lain.Meskipun demikian, ternyata masih banyak hambatan bagi perempuan untuk mencapai kedudukan atau peningkatan prestasi seperti yang diharapkan, apalagi untuk kedudukan pimpinan atau pengambil keputusan lainnya. Untuk mencapai kedudukan yang setara dengan kedudukan laki-laki, seperti kedudukan pimpinan, dan pengambil keputusan, perempuan dituntut untuk mempunyai kelebihan prestasi yang lebih menonjol, serta harus melalui perjuangan yang sangat berat, padahal tuntutan semacam ini bagi laki-laki pun tidak dirasa perlu. Perjuangan perempuan yang berat untuk mencapai suatu kedudukan, disebabkan karena masih banyak masyarakat Indonesia yang masih menganut paham patriarki, sehingga menghasilkan keputusan dan sikap yang bias gender. Keadaan ini menjadi lebih parah dengan adanya penafsiran yang salah dari hukum agama yang mempertajam keadaan bias gender.Ketimpangan dan kurangnya peran serta perempuan dan rendahnya Kualitas Hidup Perempuan (KHP), secara umum mengakibatkan lambatnya keberhasilan dalam Pembangunan Nasional. Bila KHP perempuan rendah dan tidak diajak untuk berperan serta dalam pembangunan, maka perempuan akan menjadi beban pembangunan. Sebaliknya, bila perempuan diberi kepercayaan untuk berperan dalam pembangunan nasional, maka perempuan akan menjadi mitra sejajar bagi laki-laki yang ikut bahu-membahu dan meringankan beban pembangunan.Berdasarkan laporan Program Pembangunan PBB (UNDP) dalamHuman Development Report tahun 2006, yang mengukur pembangunan kualitas manusia melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI), ternyata nilai IPM Indonesia 2005 adalah 69,6. Angka yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara Asean, dan berada dalam ranking sepertiga terakhir. Untuk mengukur pembangunan berdasarkan gender, dipakai Indeks Pembangunan Gender (IPG). IPG Indonesia tahun 2005 adalah 65,1, jadi IPG lebih rendah dari IPM, yang berarti masih terjadi kesenjangan gender dan menandakan bahwa kualitas hidup perempuan masih sangat tertinggal dari kualitas hidup laki-laki. Nilai IPG adalah perbedaan kualitas hidup antara perempuan dan laki-laki.Pengukuran IPM dan IPG berdasarkan tiga kategori, yaitu tingkat pendidikan, kesehatan, dan kemampuan ekonomi masyarakat. Bedanya, pada IPG memakai pengukuran dibedakan antara perempuan dan laki-laki. Pengukuran lain yang menunjukkan ketimpangan peran laki-laki dan perempuan ditunjukkan juga dengan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), yaitu indeks yang memperlihatkan peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik serta pengambilan keputusan. Semua kategori pengukuran IPM, IPG maupun IDG di Indonesia masih sangat tertinggal, keadaan ini diperparah dengan terjadinya konflik antarsuku, budaya agama dan lain-lain. Kejadian kekerasan terhadap perempuan juga dapat menghambat pembangunan, karena dengan adanya kekerasan ini perempuan makin terpuruk dan makin tertinggal, sedangkan jumlah penduduk Indonesia, perempuan dan laki-laki hampir sama.Diskriminasi terhadap perempuan juga masih terjadi di Indonesia, keadaan ini ditandai oleh:
  1. Tradisi yang mewajibkan perempuan mengurus urusan rumah tangga, atau tradisi yang melarang perempuan mengemukakan pendapat dalam kondisi apa pun.
  2. Dalam bidang pendidikan, meskipun kesempatan sudah sangat terbuka bagi perempuan untuk sekolah setinggi-tingginya, namun bila biaya pendidikan dalam keluarga terbatas, maka anak perempuan harus mengalah kepada anak laki-laki. Bila beasiswa didapat oleh seorang perempuan bersuami, maka ijin dari suami mutlak didapatkan oleh sang isteri. Demikian pula, ketika seorang perempuan sudah menikah dan mempunyai anak, maka pendidikan pun biasanya dihentikan demi kepentingan keluarga.
  3. Dalam bidang ekonomi, menurut survei terakhir, pendapatan perempuan biasanya hanya 60% dari pendapatan pria untuk waktu kerja dan posisi yang sama, ditambah kesalahan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam mendata pelaku ekonomi di sebuah keluarga. Bila sebuah keluarga, di mana seorang isteri berusaha di rumah seperti membuat kue atau pisang goreng untuk dijual, biasanya BPS hanya mendata isteri tersebut sebagai Ibu Rumah Tangga saja sehingga secara statistik, perempuan sedikit sekali berperan dalam sektor ekonomi. Padahal kenyataannya tidaklah demikian.
  4. Dalam peningkatan karier di pekerjaan, meskipun perempuan mempunyai prestasi yang baik di sekolah maupun dalam pekerjaan, dalam penentuan kenaikan jabatan atau peningkatan karier perempuan, selalu dikalahkan dengan alasan yang sangat bias gender.
  5. Partisipasi politik perempuan di Indonesia hanya 11% di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan 22% di DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
  6. Dalam bidang kesehatan, Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan di Indonesia sangat tinggi karena gizi yang buruk, anemia dan aborsi. Aborsi pun banyak dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga di Indonesia karena sudah terlalu banyak anak. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian masyarakat, keluarga, dan para pejabat terhadap usaha pemberdayaan perempuan.
Penutup
Ketertinggalan kaum perempuan ternyata menjadi permasalahan yang tidak saja merugikan perempuan itu sendiri, akan tetapi juga merugikan pembangunan nasional/daerah secara keseluruhan. Jumlah penduduk perempuan adalah hampir sama dengan penduduk laki-laki, karena itu peran perempuan sangat berarti. Saya dapat mengatakan bahwa lambatnya pembangunan Indonesia selama hampir 63 tahun merdeka ini disebabkan karena kaum perempuan kurang berperan atau tidak diberi kesempatan untuk berperan dalam pembangunan, baik nasional maupun daerah. Sebagaimana telah saya singgung di atas, dalam melaksanakan program pembangunan, bila perempuan mempunyai kualitas hidup yang optimal, maka perempuan akan dapat bekerjasama dengan baik sebagai mitra sejajar laki-laki dalam pembangunan nasional/daerah. Sebaliknya, bila perempuan dibiarkan tidak berdaya atau kualitas hidupnya dibiarkan rendah, maka perempuan akan menjadi beban pembangunan, sehingga pembangunan akan terhambat.Perempuan Indonesia harus menjadi manusia Indonesia yang bermartabat dan maju, tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain, juga harus mampu berperan aktif dalam pergaulan nasional maupun internasional. Diperlukan motivator untuk mendorong kaum perempuan untuk lebih berprestasi. Visi pembangunan pemberdayaan perempuan adalah tercapainya keadilan dan kesetaraan gender dalam keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dalam pencapaiannya perlu dilaksanakan berbagai ragam kegiatan. Salah satu upaya yang ingin dicapai adalah meningkatkan kualitas hidup perempuan serta perlindungan perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan. Secara nyata dan kita sadari bersama bahwa seiring dengan perkembangan globalisasi, maka reformasi dan kehidupan yang demokratis dalam melaksanakan pemberdayaan perempuan di masa-masa mendatang akan menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Secara obyektif, hingga saat ini kendala dan tantangan di lapangan nampak semakin jelas dan menunjukkan betapa kesenjangan peran antara laki-laki dan perempuan nampak begitu kentara. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya kebijakan-kebijakan publik yang masih sering mengabaikan perempuan sebagai titik perhatiannya, yang disebabkan oleh konsep gender yang belum banyak dipahami oleh berbagai pihak.Kita semua memahami bahwa apa yang kita upayakan selama ini untuk memberikan yang terbaik bagi peningkatan kualitas kaum perempuan, bukanlah hal yang mudah dan sederhana. Kami menyadari bahwa pemahaman akan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) masih sangat bervariasi tingkatannya. Pelaksanaan pengarusutamaan gender yang merupakan strategi untuk mengintegrasikan gender ke dalam kebijakan dan program pembangunan di seluruh sektor pembangunan memerlukan suatu mekanisme kerja yang kuat, yang didukung dengan kualitas sumber daya manusianya.Kaum perempuan Indonesia, menurut pengamatan saya, bila diberi kesempatan akan mampu meningkatkan kualitasnya. Mereka adalah aset dan potensi pembangunan, dan kita harus terus melakukan strategi kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dalam pembangunan nasional agar mereka tidak menjadi beban pembangunan. Bila perempuan dihambat untuk diberdayakan, maka dengan sendirinya juga akan menghambat upaya optimal untuk memajukan Pembangunan Nasional kita.